Wednesday, December 30, 2015

Memenangkan Negosiasi : Higher Authority


Beberapa bulan yang lalu, punya project untuk renovasi kios. Rencananya akan digunakan untuk kios susu. Walaupun susu nya akan dijual dengan selisih harga 5-15 ribu dari Indomart bukan berarti kios yang didesign menjadi murahan. Biar berasa berkelas, designnya dibuat dengan model cat belang nya sapi dan pintu depan menggunakan kaca partisi.

Berhubung baru dua bulan di Narogong-Bogor, tentu saja saya belum tahu pasaran harga membuat kaca partisi. Sebagai suami yang diberi julukan “Orang Cina yang terjebak dalam tubuh Jawa” oleh Istri, berasa menjadi kewajiban untuk mencari harga partisi paling murah. Apa daya mengejar waktu date line pembuatan kios Susu yang semakin dekat, dan kesibukan menjadi pekerja, akhirnya hanya satu kios Aluminium dan Kaca saja yang bisa saya datangi.

Kaget juga saya mengetahui untuk membuat kaca partisi ukuran 2 M2 harganya mencapai Rp 3,5 juta. Padahal belum ada enam bulan yang lalu, saya membuat partisi di Rembang dengan ukuran 3,5 M x 1,5 M dengan harga Rp 3 Juta. “Jangan-jangan saya dikerjai”, begitu pikir saya.

Bagusnya, ini adalah saat yang tepat untuk mengaplikasikan salah satu technic negosiasi. Technic atau gambit yang muncul seketika adalah higher authority atau mengkaskalate keputusan pada pihak yang lebih tinggi. Tiap lelaki sadar bahwa higher authority di atasnya adalah istri. Sehingga, saat  penjual memberikan harga Rp 3,5 juta, saya langsung berkata “nanti saya diskusikan dengan istri ya, harga nya terlalu mahal buat kami”. Saya pun minta no HP penjual dan meninggalkan no HP saya.

Satu jam berikutnya, saya SMS kepenjual partisi “harganya bisa turun kan, istri saya bandingin dengan toko lain yang kemarin habis pasang partisi di Rembang. Selisihnya terlalu jauh”. Padahal, sebenarnya tidak ada diskusi sama sekali dengan istri saya untuk negosiasi penurunan harg. Penjualnya pun membalas “paling saya bisa turunkan Rp 300.000 ribu”.  

Selama satu jam berikutnya saya tidak membalas SMS penjual. Tiba-tiba penjualnya SMS lagi “untuk perkenalan boleh lah saya turunin Rp 200.000 lagi”. Saya pun membalas “beri saya waktu untuk diskusi dengan istri ya, ni istri ngotot pengen survey ke kios aluminium yang lain”. Sebenarnya juga saya dan istri diam saja dirubah, dengan harga menjadi Rp 3 juta, saya dan istri sudah merasa puas. Namun, karena ingin mempraktekan gambit higher authority jawaban SMS itulah yang saya kasih ke penjual. Sesaat setelah menerima SMS dari saya, penjualnya langsung membalas dengan “Ya sudahlah pak, saya turunin Rp 200.000,- lagi”.  

Keajaiban gambir higher authority pun terjadi. Dari Rp 3,5 juta yang ditawarkan, hasil akhirnya saya dapat harga Rp 2,8 juta. Lumayan bisa turun sampai Rp 700.000,-. Dua higher authority yang saya gunakan dinegosiasi di atas adalah istri dan kios sebelah.

Sebagai negosiator Anda memang harus selalu memiliki higher authority. Beberapa kali, saat bekerja di area Comrel dan harus bernegosiasi dengan para “preman” yang menyamar menjadi third party, gambit higher authority ini menyelamatkan saya.  Karena dengan menggunakan gambit ini, saya bisa menekan orang tanpa menimbulkan konfrontasi. Saya yakin para negosiator ulung disini juga pernah menggunakan gambit higher authority. “Ini sudah keputusan management, tugas saya hanya mensosialisasikan saja. Kalau bapak tidak terima atau marah, janganlah kepada saya”. Sehingga manfaatnya, hubungan baik antara Anda dan mitra negosiasi masih bisa tetap terjaga.

Manfaat lain dari melakukan higher authority adalah dengan berpura-pura tidak memiliki wewenang mengambil keputusan karena wewenang dipegang oleh autoritas yang lebih tinggi, mitra negosiasi Anda tidak punya kesempatan untuk menekan Anda segera mengambil keputusan. Keuntungan waktu ini sangat bermanfaat bagi negosiator, saat mitra negosiasi berfokus untuk segera meng-goal-kan negosiasi, Anda memiliki waktu untuk memikirkan strategi lain.

Manfaat ketiga dari higher authority adalah Anda bisa menjual nama autoritas yang lebih tinggi dari Anda, dimana mitra negosiasi merasa power yang dimiliki higher authority juga lebih tinggi, sehingga kemungkinan didengar lebih besar. Logikanya saja, keputusan yang diberikan manager berasa harus dijalankan dibandingakn dengan keputusan yang dibuat oleh rekan sekerja.

Satu hal yang prlu diperhatikan dari gambit higher authority adalah Anda perlu memastikan bahwa higher authority yang Anda sebutkan adalah entitas atau badan yang tidak jelas seperti komite penentu harga, management, komite pemasaran, dll. Tujuannya untuk menghindari prasangka dari mitra negosiasi seperti “kalau bukan Anda yang memutuskan, kenapa saya harus presentasi pada Anda”. Tujuan lainnya adalah menghindari konfrontrasi langsung dengan higher authority. Contohnya jika higher authority Anda jelas, sepert manager A, bisa jadi saat ada orang yang tidak puas dengan hasil negosiasi kemudian mencari manager A, karena jelas orang nya. Kalau entitasnya tidak jelas, seperti management, maka orang yang tidak puas tadi akan bingung, management siapa yang harus saya cari.

Berkah selalu

N Kuswandi

Tuesday, December 1, 2015

Memenangkan Negosiasi : Memanfaatkan Alam Bawah Sadar-4


Masih ingat, bahwa perilaku-perilaku kita dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar. Dicatatan-catatan sebelumnya tentang memenangkan negosiasi dengan memanfaatkan alam bawah tak sadar. Di catatan kali ini, Anda juga akan mempelajari satu trik lagi dalam memanfaatkan alam bawah sadar.

Ada banyak metode untuk membuka pintu menuju alam bawah tak sadar, salah satu nya adalah dengan gerakan. Mari kita mulai pembahasan ini dengan hasil riset yang dilakukan oleh Paul Ekman dan Wallace Freisen serta dibantu oleh Robert Levenson. Penelitiannya dimulai dengan mengumpulkan sejumlah relawan dan kemudian dibagi dalam 2 kelompok.

Kelompok pertama diminta untuk memperagakan ekspresi wajah dengan emosi-emosi menyusahkan semacam sedih, marah, dan takut. Sedangkan kelompok kedua diminta untuk mengingat dan meresapi kembali kejadian buruk dan pengalaman pahit yang pernah mereka alami. Selama kedua kelompok tersebut melakukan instruksi peneliti, mereka dihubungkan dengan sensor temperatur tubuh dan pengukur laju denyut jantung. Hasilnya cukup mengejutkan, kedua kelompok mengalami kenaikan laju denyut jantung dan temperatur yang sama persis. Gejala fisiologis yang mereka alami tidak berbeda.

Kelompok pertama yang hanya sekedar memperagakan ekpresi wajah sedih ternyata tanda-tanda fisiologisnya menunjukan hal yang sama seperti orang yang mengenang pengalaman pahit. Bedanya kelompok pertama memulainya dari ekpresi wajah menjalar ke tanda fisiologis, sedangkan kelompok kedua memulainya dari hati kemudian efeknya menjalar ke ekspresi wajah.

Agar semakin meyakinkan hasil riset tersebut, berselang beberapa lama, beberapa Psikolog Jerman mencoba riset yang senada. Dan hasilnya juga tidak jauh berbeda. Kedua penelitian tersebut berkesimpulan sama. Proses yang selama ini diyakini bahwa ekspresi wajah merupakan output dari kondisi hati ternyata berlaku juga sebaliknya. Ternyata kondisi hati senang atau sedih itu bisa diciptakan melaui ekspresi wajah.

Penelitian ini bisa diterapkan dalam negosiasi, untuk menciptakan hasil kondisi fisiologis tertentu, negosiator bisa menstimulus mitra negosiasi melakukan gerakan tertentu. Stimulus yang bisa dilakukan untuk menciptakan kondisi fisiologis yang memungkinkan mitra negosiasi membuka alam bawah tak sadar adalah dengan gerakan tangan. Caranya sederhana, saat bernegosiasi pastikan tangan Anda hidup atau bergerak. Bukan layaknya gerakan Tukul Arwana, namun dengan gerakan tangan ke bawah kemudian ke atas.

Praktekan saja sendiri ke diri Anda, saat Anda menurunkan tangan Anda, fisiologis apa yang Anda rasa tiba-tiba berbeda? Santai, santai dan santai bukan. Saat kondisi santai inilah otak manusia berada dalam gelombang otak Alpha. Gelombang ini berada pada frekuensi 8 – 12 Hz, sehingga memungkinkan orang berada dalam kondisi tenang. Dengan kondisi seperti ini, mitra negosiasi Anda akan lebih logis mengambil keputusan.

Sebaliknya, saat gerakan tangan dimulai dari bawah ke atas, kondisi fisiologis apa yang Anda rasakan? Tegang bukan. Kondisi seperti ini berarti otak manusia berada dalam gelombang otak Beta. Frekuensi nya berapa pada 12-25 Hz, sehingga membuat mitra negosiasi Anda berkonsentrasi penuh menghadapi Anda. Tentu saja kondisi ini tidak ideal saat melakukan negosiasi.

 

Berkah selalu

N Kuswandi