Tuesday, October 8, 2019

Strengthen The Bonding “Finance As Business Partner”

Score 3-0, menjadi score akhir kekalahan team Merah Putih melawan team Thailand dalam pertandingan dunia Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022. Pertandingan yang dilaksanakan di Gelora Bung Karno dan dihadiri 12.000 supporter Indonesia tersebut tidak membantu anak asuhan Simon McMenemy memenangkan laga tersebut. Lebih menyakitkan lagi bagi team Merah Putih, kekalahan mereka juga harus dibayar dengan sorakan “boo” dari supporter.

Mari kita lihat pertandingan ini dari sudut pandang supporter. Seorang supporter sering kali disebut sebagai pemain ke 12 dalam pertandingan sepak bola. Kekompakan supporter dalam memberikan dukungan seringkali menjadi tekanan psikis bagi pemain team lawan. Namun tetap saja, pertandingan sepak bola hanya dimainkan oleh 11 orang. Namun kenapa pemain ke – 12 Indonesia tidak bisa membawa team Merah Putih menjadi juara, dan kenapa tanpa pemain ke-12, Thailand berhasil membobol gawang Indonesia sebanyak 3 kali. Peristiwa ini menunjukan pada kita bahwa peran supporter memang penting di dalam sebuah pertandingan, namun keberadaan mereka tidak menjadi penentu utama dalam sebuah permainan.  

Akhiran “er” dalam kata supporter menjadikan kata kerja support dilakukan oleh seseorang, atau dengan kata lain supporter adalah orang yang melakukan support. Dalam organisasi, beberapa departemen menyebut dirinya sebagai departemen support. Jika di bawa kembali kepertandingan sepak bola maka supporter (departemen support) ini adalah departemen yang penting walaupun mereka bukan penentu pertandingan. Keberaan mereka “bagus” kalau ada, dan tidak masalah jika mereka tidak ada. Tentunya sayang sekali jika departemen support memposisikan diri sebagai supporter

Sebenarnya apa factor utama yang menentukan kemenangan pertandingan sepakbola? Hampir semua orang setuju bahwa kompetensi pemain menjadi salah satu factor utama kemenangan pertandingan sepakbola. Dan orang yang punya tanggungjawab besar untuk memastikan komptensi pemain tersebut adalah seorang coach.

Mungkinkah seorang supporter berperan sebagai seorang coach? Supporter bisa merasa lebih jago dari pemain ataupun dari seorang pelatih, lihat saja komentar nya saat melihat pertandingan sepak bola. Namun, sekeras apapun mereka berkomentar, kontribusi mereka dalam meningkatkan kompetensi pemain tidak akan terlihat. Begitu juga dengan departemen support, bisa jadi berpersepsi lebih hebat dari departemen core, namun kontribusinya dalam kemenangan perusahaan tetap tidak terlihat. Sehigga ada tidaknya departemen support tidak menjadi masalah

Dalam kondisi seperti ini, apakah Anda masih mau memposisikan diri sebagai departemen support? Tentunya departemen support perlu naik kelas, dari departemen support menjadi departemen mitra (partner). Di dalam pertandingan sepak bola, partner pemain adalah coach mereka. Begitu juga di dalam organisasi, departemen support yang naik kelas menjadi department partner perlu menjadi coach.

Inilah yang menjadi visi dari departemen Finance di acara Strengthen the Bonding salah satu perusahaan Semen beberapa waktu yang lalu. Mereka mendeklarasikan diri untuk naik kelas dari departemen support menjadi department business partner melalui Visi mereka “Finance as Business Partner, Serving With Heart and Efficient”

Keyakinan akan visi ini diikuti dengan perubahan role distribution yang besar, dimana Finance bukan lagi berfokus pada keuangan masa lalu (reactive), namun berperan aktif keuangan masa depan (proactive). Jika di gambarkan dalam sebuah diagram maka transisi tersebut berada pada perubahan dari kolom reactive dan accounting menuju kolom Business Skill dan Proactive.