Friday, July 10, 2015

Talent Development System


Apa sistem yang cocok untuk mengembangkan para talent perusahaan saya? Begitulah mungkin pertanyaan para leader di perusahaan yang didirikan oleh penemu hebat dunia, Thomas Alfa Edison. Perusahaan yang berumur lebih dari 100 tahun, dan masih berdiri, bahkan masuk dalam 500 Fortune Company. Perusahaan multinasional tersebut bernama General Electric (GE).

Para leader GE pun kemudian menyusun sebuah sistem yang memungkinkan para talent nya berkembang dan terus berkembang. Sistem itu kemudian didokumentasikan Ram Charan, Stepen Drotter,  dan James Noel dalam buku yang berjudul The Leadership Pipeline. Model pengembangan ini tentunya bisa menjadi benchmark yang baik untuk membuat sistem development untuk talent diperusahaan lain.

 


Gambar diatas menunjukan Pipeline Leadership yang dikembangkan oleh GE. Bentuknya yang seperti pipa yang saling berhubungan atau bersambungan menjadikan sistem development GE akhirnya sebagai Pipeline Leadership. Dimulai dari pipa Managing Self to managing other, dilanjutkan dengan pipa Managing other to managing manager, Managing manager to managing function manager, Function manager to business manager, Business manager to group manager, dan diakhiri Group manager to enterprise manager.

Dengan menggunakan pendekatan Leadership Pipeline, hal penting yang perlu dilakukan oleh perusahaan adalah membuat matrix competency dan program development sesuai dengan matrix development, dari masing-masing pipa. Detail competency ditiap jenjang dapat And abaca di buku The Leadership Pipeline.

Jenjang
Competency
Development Program
Managing Self
Communication
Education : In Class Training, Case Study of Cummunication
Exposure : Coaching to Leader That Expert in Communication
Experience : On The Job Training Leading a Team

 

Perhatikan table di atas sebagai contoh. Fokus development talent yang awalnya berasal dari level managing self dan diproyeksi untuk kedepannya mengisi posisi untuk managing other adalah effective communication to the team. Selain komunikasi, mereka juga harus mampu membuat rencana jangka pendek, sedang dan jangka panjang. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah managing conflict yang akan terjadi.

Tujuan utama dari development level ini adalah menjadikan para talent tersebut tidak hanya seorang bos tapi seorang leader. Sama-sama seorang pemimpin namun mempunyai perilaku berbeda. Seorang bos memandang keberhasilan team karena dirinya, dan kegagalan team karena salah team. Sedangkan seorang leader berperilaku sebaliknya, "Tidak ada bawahan yang jelek, yang ada adalah atasan yang buruk". Artinya, saat team berhasil, leader melihat keberhasilan sebagai kontribusi team. Dan saat team gagal, leader berkaca pada dirinya sendiri.

Competency tersebut diterjemahkan kedalam matrix development yang berisi development program apa yang sesuai dengan competency yang hendak ditembak. Sebagai contoh di table atas, competency yang akan ditembak adalah communication, di matrix development terlihat ada tiga model development, mulai dari education, exposure dan experience. Program development berupa experience dengan on the job training untuk melead sebuah team.

On the job training dipilih untuk membiasakan talent terlibat menjadi leader team. Tentu saja, saat belajar menjadi seorang leader, trainee masih didampingi oleh seorang coach, sehingga dibutuhkan juga program development dengan exposure melalui coaching dengan orang yang expert berkomunikasi memimpin team. Dengan melakukan coaching ini, coach akan langsung bisa memberikan feedback atau masukan ketika talent membuat kesalaan komunikasi ataupun melakukan komunikasi dengan bagus.

Selain experience, dan exposure, program development lain yang bisa dipakai adalah education. Caranya adalah dengan memberikan inclass training dengan materi Communication. Metode inclas training nya nya bisa case study dengan mengumpullkan para talent tiap dua minggu sekali untuk sharing, saling memotivasi dan berdiskusi kasus-kasus komunikasi dan conflict yang disebabkan oleh komunikasi yang dialami selama dua minggu terakhir.

Saat matrix competency ini sudah dimiliki perusahaan, akan sangat memudahkan perusahaan untuk menentukan model development yang akan dilakukan. Dengan melihat hasil scorching dan identification, tentunya perusahaan akan mendapatkan profil talent, untuk diposisikan dengan tepat. Bisa posisi ke atas ataupun ke samping. Dengan memiliki matrix competency, perusahaan langsung bisa melihat dan menentukan program development yang cocok bagi talent nya.
 
Berkah Selalu
N Kuswandi

No comments:

Post a Comment