Tuesday, January 5, 2016

Memenangkan Negosiasi : Foot On The Door


Minta waktu untuk berdiskusi dengan orang sibuk itu rasanya “idih”. Salah satunya dengan atasan yang super sibuk, atau department yang orangnya juga super sibuk. Begitu juga yang saya alami saat request waktu diskusi dengan salah satu orang super sibuk. Susah sekali mencari waktu, tidak tahu apakah orangnya memang benar-benar sibuk atau sok sibuk.

Di saat yang seperti ini, langsung teringat salah satu teknik persuasi negosiasi yang disebut foot on the door. Teknik ini dikembangkan oleh Freedman & Fraser, 1966. Seperti nama nya, foot on the door berarti meletakan kaki untuk mengganjal pintu. Saat seseorang mengetuk pintu, kemudian yang punya rumah membukakan pintu, bisa jadi pintu langsung ditutup kembali, karena pemilik rumah sudah aware kalau pengetuk pintunya adalah seorang sales, atau peminta sumbangan. Sebelum pemilik rumah menutup pintu, jadikan kaki sebagai pengganjal pintu agar tidak tertutup.

Foot on the door dibangun dari dasar logika, setiap orang ingin selalu dilihat sebagai orang yang konsisten. Saat sudah menyetujui permintaan pertama maka mitra negosiasi cenderung menyetujui permintaan-permintaan berikutnya. Seperti saat pemilik rumah sudah membukakan pintu maka mitra negosiasi Anda sebenarnya sudah menunjukkan persetujuan awal yang akan membawa kepersetujuan-persetujuan lain.  

Tentu saja ada teknik untuk melakukan foot on the door. Ibarat sales yang mau jualan kepada pemilik rumah, bukan berteriak-teriak di depan rumah menawarkan barang. Namun, meminta persetujuan-persetujuan kecil terlebih dahulu. Persetujuan kecil pertama yang diminta sales adalah mengetuk pintu, dilanjutkan dengan persetujuan kecil berikutnya, bolehkan saya meminta waktu Anda sebentar? Kemudian baru dilanjut dengan persetujuan-persetujuan lain.

Agar terbayang, berikut adalah cerita saya mengaplikasikan foot on the door pada orang yang sibuk. Saya tahu diskusi yang akan saya lakukan setidaknya membutuhkan waktu 60 menit. Saat melakukan meminta waktu pada rekan kerja saya yang super sibuk tadi, saya tidak bilang, boleh kah saya minta waktu 60 menit untuk berdiskusi? (penggunaan kata “boleh kah”, adalah salah satu teknik negosiasi untuk menyerang alam bawah tak sadar). Tapi yang saya lakukan adalah boleh tidak saya minta waktu 5 menit untuk berdiskusi. Dan tentu saja karena cuma 5 menit, maka rekan kerja saya cenderung mau mengabulkan. Setelah diskusi kenyataannya waktu yang dibutuhkan menjadi 90 menit.

Teknik ini sebenarnya juga sering dipakai oleh pala telemarketing. Perhatikan saja, jika Anda ditawari asuransi contohnya, pertama kali yang mereka lakukan adalah boleh saya minta waktunya sebentar? Dan saat Anda mengatakan “boleh”, maka Anda akan terjebak dengan telepon yang nyari 30 – 60 menit.

Penerapan lain dapat dilakukan saat Anda kecopetan dan kehabisan uang untuk naik bus. Perhatikan dua kejadian berikut, mana yang menurut Anda berpotensi lebih dalam memenangkan negosiasi. Kejadian pertama, Saat Anda bernegosiasi langsung dengan mitra negosiasi Anda bahwa Anda butuh pinjaman. “Bro boleh pinjam uang untuk naik bus, saya habis kecopetan?” Kejadian kedua, Anda melakukan foot on the door terlebih dahulu. “Bro boleh tahu jam berapa sekarang?” Mitra negosiasi Anda pun menjawab “jam 09.00”. “Terimakasih ya, sebetulnya saya habis kecopetan jadi kehabisan uang untuk naik bus. Boleh saya pinjam uang untuk naik bus?” Kejadian pertama bisa jadi membuat shock mitra negosiasi Anda. Kejadian kedua berpeluang lebih besar mendapatkan persetujuan.

Jadi jangan remehkan persetujuan kecil yang Anda dapat dari mitra negosiasi Anda. Karena persetujuan kecil adalah pintu gerbang menuju persetujuan yang lebih besar. Perhatikan kontek negosiasinya, dan saat Anda menemukan moment yang tepat untuk menggunakan foot on the print, jangan lupa untuk mempraktekan.

Berkah selalu

N Kuswandi

No comments:

Post a Comment