Sunday, May 29, 2016

International Coach Federation #3 : Change People By Asking not Telling



Catatan ini adalah catatan ke empat tentang alasan kenapa asking not telling. Dan dicatatan ini, saya juga akan berbagi lagi tentang alasan kenapa perlu bertanya. Dicatatan sebelumnya, hasil riset dan success story tentang asking telah menunjukan The Power of Asking. Diantaranya dari hasil riset Garry Yukl yang menemukan bahwa asking merupakan salah satu influence tactic yang disebut sebagai inspirational tactic. Kemudian success story Benjamin Disraeli yang berhasil menjabat dua periode sebagai Perdana Menteri Inggris karena kemampuan ask powerful question. Serta success story Steve Job saat menginfluence Jhon Sculley (youngest and brightest CEO in PepsiCo) untuk bergabung ke Apple dengan menggunakan pertanyaan. Dan di catatan kali ini, saya ingin berbagi tentang hasil penelitian lain tentang The Power of Asking.

Penelitian ini dilakukan oleh Dr. William Miller. Dia adalah seorang doctor dibidang psychologist dan seorang pengajar di University of New Mexico.  Dr William Miller  meneliti tentang kuantitas terapi yang diberikan kepada pecandu Narkoba. Apakah semakin banyak terapi yang diberikan berdampak lebih baik dibandingkan dengan jumlah terapi yang lebih sedikit?

Dari hasil penelitian yang dilakukan Dr. William Miller, dia menyimpulkan tiga hal. Simpulan pertama adalah tidak ada relevansi antara lamanya terapi terhadap pecandu Narkoba dengan perubahan perilaku. Simpulan kedua menunjukan bahwa pertanyaan yang tepat mampu mempengaruhi orang untuk berubah. Simpulan ketiga mengadili para pecandu dengan ceramah (telling) dan hukuman social justru meningkatkan kecanduan.

Dengan hasil penelitian yang pertama, Dr. William Miller kemudian mulai meneliti dari sisi yang lain. Apa jadinya jika sorang terapis tidak menceramahi (telling) dan melakukan social judgment, namun memahami apa yang sebenarnya pecandu inginkan.

Penelitian yang dilakukan Dr. William Miller pun membuahkan hasil yang menggembirakan. Lewat pertanyaan introspektif, Dr. William Miller  mampu membantu orang untuk menemukan nilai-nilai paling penting yang dimiliki oleh para pecandu. Dr. William Miller pun memberi nama terapinya dengan nama motivational interview.

Menyadari pentingnya pertanyaan introspektif tak heran jika sering kali orang-orang hebat menggunakan nya untuk merubah perilaku. Tak terkecuali Mario Teguh, perhatikan bagaimana Mario Teguh seringkali menutup motivational session nya denga pertanyaan introspektif.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dr. William Miller, Prof Geraint Rees dari University College London meneliti dari sisi fisiologis otak manusia. Prof Geraint menemukan bahwa otak manusia memiliki kemampuan untuk mengolah pertanyaan introspective pada bagian korteks prefrontal anterior.  Struktur materi putih yang tersambung ke daerah ini juga terkait dengan proses introspeksi.

Hasil penelitian Prof Geraint ini menunjukan bahwa sebenarnya manusia diberikan bekal oleh Tuhan untuk lebih banyak mengempower diri saat fungsi ini dapat digunakan secara maksimal. Dan peran coach dan facilitator lah yang akan banyak membantu memprovokasi korteks prefrontal anterior tadi bekerja lebih maksimal.

 

Berkah selalu
N Kuswandi

Tuesday, May 24, 2016

International Coach Federation - Ask Powerful Question #2: Steve Job & Jhon Shulley : Story of Asking


 
Jika dicatatan sebelumnya, saya sempat menulis tentang “Why Asking – Not Tellling”? Garry Yukl sebagai tokoh influence dunia telah menunjukan dari hasil penelitiannya yang dikenal dengan IBQ – Influence Behavior Question bahwa asking adalah salah satu taktif influence terdahsyat yang disebut inspirational tactic.

Sadar ataupun tidak sadar, sebenarnya kita seringkali menggunakan asking sebagai inspirational tactic. Banyak kisah baik dari pengalaman kita sendiri ataupun pengalaman para tokoh dunia yang memperlihatkan bahwa asking menjadi kunci mereka saat mempengaruhi orang. Salah satu kisah favorit saya adalah tentang Steve Job saat mempengaruhi John Sculley. Sebelum bergabung dengan Apple, John Scully adalah salah satu CEO terbaik PepsiCo. Di usia 30 tahun John Sculley sudah menjadi CEO termuda dalam sejarah Pepsi Cola.

Pencapaian John Sculley dimulai dari keberhasilannya mengalahkan raksasa Coca Cola. Rahasia keberhasilannya berasal dari strategi Pepsi Challenge. Strateginya sederhana, dia membuat team yang dilatih khusus untuk datang ke kerumunan masa dan men-challange seseorang dengan menutup mata untuk merasakan mana yang lebih enak, Pepsi atau Coca Cola? Tentu saja saat orang ditutup matanya, dia tidak bisa membedakan mana produk Pepsi dan Coca Cola. Sehingga, orang tersebut tidak akan terpengaruh dengan brand.

Memang saat itu satu-satunya pesaing Pepsi untuk menduduki pangsa pasar penjualan minuman ringan di seantero negeri Amerika hanyalah Coca-Cola saja. Strategi itupun bergema di seantero negeri, Pepsi Challenge berhasil meningkatkan angka penjualan hingga menyaingi Sang Pemimpin Pasar, Coca Cola. Orang-orang yang di-challenge lebih menyenangi Pepsi dibanding Coca Cola.

Dan John Sculley adalah nahkoda kemenangan Pepsi. Keberkasilan strategi Pepsi Challenge membuat nya dijuluki “The Best and The Brightest Man in The Industry”. Prestasi dan reputasi yang dimiliki membuat Steve Job melirik John Sculley untuk menjadi salah satu bagian dari Apple.

Jika Anda berada diposisi Jhon Sculley, mana yang akan Anda pilih? Bertahan di Pepsi, dihormati sebagai seorang CEO dengan prestasi terbaik, berada diperusahaan nomer satu seantero Amerika dibidang minuman. Atau berpindah ke Apple, perusahaan yang baru saja berdiri, belum ketahuan akan menjadi sebesar apa. Jika dianalogikan, Anda akan sama-sama menjadi Hiu namun di kolam yang berbeda. Kolam pertama penuh dengan kenikmatan, dan kolam kedua penuh perjuangan. Dan Jhon Sculley ternyata lebih memilih untuk bertahan di kolam pertama.

Steve Job tentu saja tidak berputus asa, entah dengan kebetulan atau sudah menguasai insipirational tactic, Steve Job membuat pertanyaan kepada Jhon Sculley “Apa kamu ingin menghabiskan seluruh waktumu untuk berjualan Pepsi Cola? Atau kamu ingin mendapat kesempatan untuk merubah dunia?” Bagitu lah pertanyaan Steve Job kepada John Sculley. Pertanyaan Steve Job tepat sasaran, begitu mengena di harga diri Sculley. Dan akhirnya orang terbaik Pepsi melepaskan posisi nya sebagai CEO PepsiCo dan bergabung dengan Apple.

Begitu powerful nya asking sangat membantu saya dalam melakukan coaching. Kondisi agak unik, dialami para leader yang akan melakukan coaching di organisasi. Karena idealnya, coaching dilakukan mau sama mau, coachee nya mau mengajukan diri di-coach, dan coach nya bersedir meng-coach. Objective coaching nya pun ditentukan oleh seorang coachee. Namun, saat leader menjadi coach di organisasi, kadang kala, coachee nya tidak mau di coach, padahal leader memiliki objective yang harus didiskusikan melalui coaching. Kondisi tersebut sering kali saya temui di organisasi.

Saat menghadapi kondisi seperti di atas maka powerful question sering kali membantu saya. Sebelum memulai coaching untuk membangun trust dari coachee, satu rapal sakti saya ucapkan. Dan rapal itu adalah :

“Apakah Anda bersedia mencari solusi yang lebih baik daripada yang terpikir saat ini oleh saya dan Anda?”

Satu powerful question ini dapat meredakan sikap curiga dan meningkatkan level of trust untuk memulai coaching. Dengan pertanyaan ini, coachee tidak diminta untuk mengenyahkan gagasan dan sudut pandang yang dimiliki. Namun meminta coachee untuk mencari alternative sudut pandang lain yang lebih baik dari pada gagasan saya ataupun gagasan Anda. Jadi objective yang dibawa oleh seorang leader melebur menjadi bukan hanya kepentingan coach namun juga kepentingan coachee

Pertanyaan ini juga pas menujuk di harga diri seseorang. Tentunya setiap orang tidak ingin dikatakan keras kepala. Dengan menanyakan powerful question di atas, jika menjawab “tidak” tentunya akan dipandang sebagai orang yang keras kepala. Sehingga orang akan cenderung menjawab “iya, tentu saja”.

 

Berkah selalu

N Kuswandi

Monday, May 9, 2016

International Coach Federation - Ask Powerful Question #1 : Bigest Story of Asking and Telling

 
Pada periode sejarah Inggris, terkisahlah dua orang yang mengubah jalannya sejarah. Mereka adalah William Gladstone dan Benjamin Disraeli. Gladstone memimpin kelompok liberal yang menjadi kepercayaan Ratu Victoria. Sedangkan Disraeli memimpin kelompok konservatif yang disukai oleh Ratu Victoria.
 
Memang kadang kita tidak bisa mendapat dua hal secara bersamaan, dipercayai dan disukai. Kadang kita berada di sisi "disukai" orang namun tidak dipercayai. Dan kadang kala kita berada di sisi "dipercayai" walaupun tidak disukai.
 
Kejadian menarik terjadi saat masa pemilihan Perdana Menteri Inggris. Dimana saat itu calon terkuat nya adalah Gladstone dan Disraeli. Seperti umumnya pemilihan umum, mereka berdua berkampanye. Salah satu aktifitas kampanyenya adalah mengundang warga untuk ikut makan bersama.
 
Seorang wanita pun mengikuti kedua jamuan makan tersebut. Dan seperti biasa, para Journalis yang "kepo" bertanya kesan nya terhadap jamuan makan yang dilakukan Gladstone dan Disraeli. Sesaat setelah menghadiri jamuan makan yang dilakukan Gladstone, sang wanita berkata "setelah saya berbincang-bincang dengan Mr. Gladstone, saya merasa dia adalah orang terpandai di Inggris".
 
Wartawanpun bertanya kembali, " bagaimana kesan Anda dengan Mr. Disraeli?" Wanita tadi berkata, "Setelah ngobrol dengan Mr. Disraeli, saya merasa sayalah orang terpandai di Inggris". Dan apa yang terjadi berikutnya, Benjamin Disraeli menjabat menjadi Perdana Menteri Inggris dalam dua periode, tahun 1868 - 1874 & 1874 - 1880.
 
Apa rahasianya Mr. Benjamin Disraeli bisa memenangkan hati wanita dan rakyat Inggris?
 
Rahasianya ada pada coaching. Yuk kita lihat tanda-tanda nya. Tanda pertama dengan melihat respon wanita tersebut. Kita tahu siapa "bintang" dari respon wanita. Saat berbicara dengan Gladstone menunjukan bahwa bintangnya adalah Gladstone, "dia adalah orang terpandai di Inggris". Sebaliknya, saat berbicara dengan Disraeli, bintangnya adalah wanita tadi, " aku orang terpandai di Inggris ". Dan begitulah coaching bekerja, bintang utamanya berada di coachee bukan pada coach nya.
 
Tanda kedua, bagaimana membuat orang merasa pintar se Inggris? Bisa dilakukan dengan dua cara, membuat Mr. Disraeli terlihat bodoh atau dengan bertanya dan mendengarkan. Dengan menunjukan kebodohan tentunya tidak bagus terhadap branding nya. Dan bisa jadi respon wanita nya menjadi, " Mr. Disraeli adalah orang terbodoh se Inggris. Jadi pastilah Mr. Disraeli menggunakan cara kedua mendengarkan dan bertanya
 
Dengan menggunakan pendekatan mendengarkan dan bertanya, Disraeli telah menggunakan pondasi penting dari coaching, yaitu Asking & Presence. Seperti telah kita bahas dikelas, presence adalah kompetensi coaching dari International Coach Federation ke tiga dan Powerfull Question adalah competency coaching ke enam.
 
Jadi masihkah Anda ragu dengan The Power of Coaching?
 
Berkah selalu
N Kuswandi
People & Organization Performance Coach

Wednesday, May 4, 2016

International Coach Federation : Presence#3

 
Ada yang pernah lihat film Karate Kid produksi tahun 2010? Film reproduksi yang menurut saya lebih bagus dari aslinya, Karate Kid produksi tahun 1984. Unsur komedi dan dramatic element nya kas banget ala Jacky Chan.

Kedua unsur tadi salah satu nya dapat ditemui saat adegan Dree Parker yang dimainkan Jaden Smith belajar kungfu kepada Mr. Han (Jacky Chan). Dree yang ak
an mengikuti pertandingan karate, mendapatkan pelatihan terakhir untuk meminum air minum Naga. Dree harus berjalan ke atas bukit yang sangat tinggi. Selain kolam Naga, di atas bukit juga ada kuil Sholin tempat para Biksu belajar Kung Fu.

Sesampai di puncak bukit, Dree melihat ada seorang Biksu yang sedang berhadapan dengan Ular. Biksu tadi pun seakan menjadi cermin bagi si Ular. Dree pun bertanya pada guru nya, Mr. Han, "kenapa Biksu tadi mengikuti gerakan ular?" Mr. Han pun menjawab, "Bukan Biksu yang mengikuti gerakan ular, namun ular lah yang mengikuti Biksu. Pikiran yang tenang menjadi cermin bagi orang lain".

Pada awalnya Dree tidak memahami apa yang dimaksud gurunya, sampai suatu ketika, Dree berada pada final kejuaraan Karate. Dengan kondisi kaku terluka, sebenarnya sudah tidak memungkinkan Dree memenangkan kejuaraan. Teringat dengan peristiwa ular yang menirukan gerakan biksu, Dree akhirnya mulai membersihkan pikirannya dari ketakutan terhadap lawan nya, membersihkan pikiran dari keharusan menang, dan membersihkan pikiran dari rasa sakit di kaki nya. Dan yang terjadi, lawan nya pun mulai mengikuti gerakan Dree Parker, mereka seperti Dance Togheter. Akhirnya Dree pun bisa memenangkan turnamen tersebut.

Bagaimana Dree membersihkan segala pikirannya dan fokus pada lawannya adalah bentuk presence atau hadir dan ada interkoneksi antara pikiran - tubuh dan jiwa. Saat ini terkoneksi maka kejadian yang dialami Dree Parker juga bisa dialami oleh semua orang, siklusnya kurang lebih miroring - patcing - leading.

Presence ini menjadi salah satu coaching competency base International Coach Federation. Layaknya film Karate Kid, saat coach mampu membuat kondisi presence dengan coachee nya maka mereka akan menari bersama. Percakapan akan mengalir dengan enak dan nyaman. Kondisi semacam ini memungkinkan coachee terbuka potensi nya.

Riset yang dilakukan oleh Bobbi De Potter di awal tahun 1990 an menunjukan hal terdebut. Saat seseorang berada dalam kondisi yang nyaman dan aman untuk bertumbuh, akan membuat sel-sel di dalam otak (neuron) bekerja lebih optimal dan membuat potensi yang dimiliki keluar.

Challenge untuk bisa presence memang cukup menantang. Pengalaman kita yang segudang bisa jadi menghambat kita untuk presence. Saat orang bercerita, pengalaman yang kita miliki sudah bisa menebak jalan nya cerita, sehingga pembersihan pikiran (presence) pun tidak terjadi. Belum lagi asumsi ataupun sterotype yang semakin menjadi challenge untuk melakukan presence.

Dengan terus berlatih melakukan presence, Anda akan menemukan the beuty and benefit from presence. Besok saya akan bercerita tentang apa manfaat yang saya rasakan dari melakukan presence terhadap keluarga.

Berkah selalu
N Kuswandi