Tuesday, May 24, 2016

International Coach Federation - Ask Powerful Question #2: Steve Job & Jhon Shulley : Story of Asking


 
Jika dicatatan sebelumnya, saya sempat menulis tentang “Why Asking – Not Tellling”? Garry Yukl sebagai tokoh influence dunia telah menunjukan dari hasil penelitiannya yang dikenal dengan IBQ – Influence Behavior Question bahwa asking adalah salah satu taktif influence terdahsyat yang disebut inspirational tactic.

Sadar ataupun tidak sadar, sebenarnya kita seringkali menggunakan asking sebagai inspirational tactic. Banyak kisah baik dari pengalaman kita sendiri ataupun pengalaman para tokoh dunia yang memperlihatkan bahwa asking menjadi kunci mereka saat mempengaruhi orang. Salah satu kisah favorit saya adalah tentang Steve Job saat mempengaruhi John Sculley. Sebelum bergabung dengan Apple, John Scully adalah salah satu CEO terbaik PepsiCo. Di usia 30 tahun John Sculley sudah menjadi CEO termuda dalam sejarah Pepsi Cola.

Pencapaian John Sculley dimulai dari keberhasilannya mengalahkan raksasa Coca Cola. Rahasia keberhasilannya berasal dari strategi Pepsi Challenge. Strateginya sederhana, dia membuat team yang dilatih khusus untuk datang ke kerumunan masa dan men-challange seseorang dengan menutup mata untuk merasakan mana yang lebih enak, Pepsi atau Coca Cola? Tentu saja saat orang ditutup matanya, dia tidak bisa membedakan mana produk Pepsi dan Coca Cola. Sehingga, orang tersebut tidak akan terpengaruh dengan brand.

Memang saat itu satu-satunya pesaing Pepsi untuk menduduki pangsa pasar penjualan minuman ringan di seantero negeri Amerika hanyalah Coca-Cola saja. Strategi itupun bergema di seantero negeri, Pepsi Challenge berhasil meningkatkan angka penjualan hingga menyaingi Sang Pemimpin Pasar, Coca Cola. Orang-orang yang di-challenge lebih menyenangi Pepsi dibanding Coca Cola.

Dan John Sculley adalah nahkoda kemenangan Pepsi. Keberkasilan strategi Pepsi Challenge membuat nya dijuluki “The Best and The Brightest Man in The Industry”. Prestasi dan reputasi yang dimiliki membuat Steve Job melirik John Sculley untuk menjadi salah satu bagian dari Apple.

Jika Anda berada diposisi Jhon Sculley, mana yang akan Anda pilih? Bertahan di Pepsi, dihormati sebagai seorang CEO dengan prestasi terbaik, berada diperusahaan nomer satu seantero Amerika dibidang minuman. Atau berpindah ke Apple, perusahaan yang baru saja berdiri, belum ketahuan akan menjadi sebesar apa. Jika dianalogikan, Anda akan sama-sama menjadi Hiu namun di kolam yang berbeda. Kolam pertama penuh dengan kenikmatan, dan kolam kedua penuh perjuangan. Dan Jhon Sculley ternyata lebih memilih untuk bertahan di kolam pertama.

Steve Job tentu saja tidak berputus asa, entah dengan kebetulan atau sudah menguasai insipirational tactic, Steve Job membuat pertanyaan kepada Jhon Sculley “Apa kamu ingin menghabiskan seluruh waktumu untuk berjualan Pepsi Cola? Atau kamu ingin mendapat kesempatan untuk merubah dunia?” Bagitu lah pertanyaan Steve Job kepada John Sculley. Pertanyaan Steve Job tepat sasaran, begitu mengena di harga diri Sculley. Dan akhirnya orang terbaik Pepsi melepaskan posisi nya sebagai CEO PepsiCo dan bergabung dengan Apple.

Begitu powerful nya asking sangat membantu saya dalam melakukan coaching. Kondisi agak unik, dialami para leader yang akan melakukan coaching di organisasi. Karena idealnya, coaching dilakukan mau sama mau, coachee nya mau mengajukan diri di-coach, dan coach nya bersedir meng-coach. Objective coaching nya pun ditentukan oleh seorang coachee. Namun, saat leader menjadi coach di organisasi, kadang kala, coachee nya tidak mau di coach, padahal leader memiliki objective yang harus didiskusikan melalui coaching. Kondisi tersebut sering kali saya temui di organisasi.

Saat menghadapi kondisi seperti di atas maka powerful question sering kali membantu saya. Sebelum memulai coaching untuk membangun trust dari coachee, satu rapal sakti saya ucapkan. Dan rapal itu adalah :

“Apakah Anda bersedia mencari solusi yang lebih baik daripada yang terpikir saat ini oleh saya dan Anda?”

Satu powerful question ini dapat meredakan sikap curiga dan meningkatkan level of trust untuk memulai coaching. Dengan pertanyaan ini, coachee tidak diminta untuk mengenyahkan gagasan dan sudut pandang yang dimiliki. Namun meminta coachee untuk mencari alternative sudut pandang lain yang lebih baik dari pada gagasan saya ataupun gagasan Anda. Jadi objective yang dibawa oleh seorang leader melebur menjadi bukan hanya kepentingan coach namun juga kepentingan coachee

Pertanyaan ini juga pas menujuk di harga diri seseorang. Tentunya setiap orang tidak ingin dikatakan keras kepala. Dengan menanyakan powerful question di atas, jika menjawab “tidak” tentunya akan dipandang sebagai orang yang keras kepala. Sehingga orang akan cenderung menjawab “iya, tentu saja”.

 

Berkah selalu

N Kuswandi

No comments:

Post a Comment