Wednesday, October 2, 2013

Kenalkan Ini “MBWA”


Management by Wandering Around "Blusukan"
Gaya kepemimpinan managing by wandering around diperkenalkan oleh Hawlet and Packard (1970 an).  Pada tahun 1980 an, konsep dari Hawlet and Packard dikembangkan dan dipopulerkan oleh Tom Peter dan Robert Waterman melalui bukunya yang berjudul “In Search of Excellence”. Managing by wandering around sendiri sering kali diartikan sebagai gaya kepemimpinan yang lebih banyak mengandalkan human touching. Prinsip ini memungkinkan seorang leader melakukan unstructured approad. Jika dalam struktur organisasi seorang middle manager meminta report dari first manager maka dengan managing by wandering around, structure itu ditiadakan. Seorang middle manager juga bisa meminta report dari para front line.

Di Indonesia, walaupun dipopulerkan oleh Jokowi, sebenarnya gaya kepemimpinan ini sudah dipakai dalam organisasi. Jika kita perhatikan dalam job description layer leader managerial organisasi secara umum akan ditemukan keharusan untuk menggunakan gaya kepemimpinan managing by wandering around. Pada first line manager keharusan menggunakan gaya kepemimpinan managing by wandering around biasanya distate dalam job description, bahwa mereka harus menghabiskan 70% - 80% waktu kerjanya untuk berada di lapangan melakukan managing by wandering around, dan 30% - 20% sisanya digunakan untuk mengerjakan pekerjaan managerial di kantor. Artinya jika dalam sehari jam kerja anda dari jam 08.00 – 17.00 (8 jam), maka 70% x 8 jam atau 5,6 jam harus dihabiskan untuk melakukan managing by wandering around, dan sisanya atau 2,4 jam baru mengerjakan pekerjaan managerial di kantor.

Porsi melakukan managing by wandering around antara first manager dengan middle manager tentunya berbeda. Semakin keatas posisi managerialnya maka semakin sedikit proporsi waktu yang dituangkan di job description untuk melakukan managing by wandering around. Bagi middle manager pada umumnya dalam job description nya dituliskan 50% waktunya harus digunakan untuk melakukan managing by wandering around di lapangan dan 50% waktu sisanya untuk melakukan managerial di kantor. Dan top manager di dalam job description nya biasanya dituliskan untuk menghabiskan 30% - 20% waktunya untuk melakukan managing by wandering around dan 70% - 80% waktunya untuk melakukan pekerjaan managerial di kantor. Jika kita melihat proporsi job description maka sebenarnya semua orang diminta untuk melakukan proses managerial di kantor (formal) dan melakukan proses managerial di lapangan (informal)

Sebagai salah satu tool managerial yang mengedepankan human touching (informal) tentunya akan berbeda dengan gaya kepemimpinan yang mengedepankan structural (formal). Perbedaan pendekatan tadi akan sangat terlihat pada proses managerial mulai dari proses plan, do, check, action (PDCA). Saat leader menggunakan dan menempatkan diri untuk melakukan gaya kepemimpinan formal maka tool untuk membuat PDCA akan dilakukan melalui meeting. Data untuk merencanakan, memonitor pelaksanaan dan mengevaluasi pelaksanaan didapat dari bawahan langsung, padahal peserta meeting yang terbatas dan kadang kala tidak malah terlibat langsung dalam pekerjaan bisa jadi memberikan data ABS (Asal Bos Senang).  
Sedangkan saat leader menggunakan pendekatan managing by wandering around yang mengedepankan human touching tool yang akan digunakan pun menjadi tool informal. Dengan menggunakan pendekatan managing by wandering around data PDCA didapat dari mengecek langsung di tempat pekerjaan dan bertemu langsung dengan orang yang mengerjakan pekerjaan. Data yang didapatkan pun menjadi lebih factual.

1 comment: