Saturday, November 30, 2013

Kumbakarna dan Wibisono

Rahwana atau yang sering kita kenal dengan Dasamuka memiliki enam saudara lelaki dan dua saudara perempuan. Dua diantara saudaranya menjadi terkenal karena peran keduanya dalam kisah "Ramayana", mereka adalah Kumbakarna dan Wibisana. Dididik untuk menjadi satria membuat Kumbakarna dan Wibisana memegang nilai-nilai seorang satria. Mulai dari nilai menjunjung kebenaran, membela tanah air, berani, bertanggungjawab dan seterusnya. Nilai-nilai jiwa satria yang mendarah daging akhirnya mendapat ujian saat Rama bersama pasukan kera (wanara) menyerang Alengka untuk merebut kembali istrinya (Sinta) yang telah diculik oleh Rahwana.
Kedatangan Rama ke Alengka bertepatan saat Kumbakarno  sedang Nendrasan (tidur selama enam bulan) sebagai anugrah dari Dewa Brahma. Rahwana memerintahkan semua rakyat nya membuat bunyi-bunyian dan menghidangkan makanan yang enak untuk membangunkan Kumbakarno. Akhirnya Kumbakarno terbangun dan mendengarkan masalah yang dialami kakak nya. Jiwa satria nya memberontak dan memberikan nasihat kepada Rahwana, menyadarkan bahwa tindakanya keliru. Namun, Rahwana tidak mau mendengar nasihat adiknya. Ketika Rahwana kewalahan menghadapi Sri Rama, maka ia menyuruh Kumbakarna menghadapinya. Kumbakarna sebenarnya sadar jika perbuatan kakaknya salah, namun jiwa satria nya untuk membela Alengka tanah tumpah darahnya muncul dia pun maju sebagai prajurit Alengka melawan serbuan Rama. Kumbakarna berperang melawan Rama tanpa rasa permusuhan, hanya semata-mata menjalankan nilai satria yang dia anut, membela tumpah darah nya (right or wrong this is my country).

Dalam peperangan, Kumbakarna banyak membunuh pasukan wanara dan banyak melukai prajurit pilihan. Dengan panah saktinya, Rama memutuskan kedua tangan Kumbakarna. Namun dengan kakinya, Kumbakarna masih bisa menginjak-injak pasukan wanara. Rama menembakkan panah  keduanya untuk memotong kedua kaki Kumbakarna. Tanpa tangan dan kaki, Kumbakarna mengguling-gulingkan badannya dan melindas pasukan wanara. Melihat keperkasaan Kumbakarna, Rama merasa terkesan dan kagum. Namun ia tidak ingin Kumbakarna tersiksa terlalu lama. Akhirnya Rama melepaskan panahnya yang terakhir. Panah tersebut memisahkan kepala Kumbakarna dari badannya dan membawanya terbang, lalu jatuh di pusat kota Alengka. Tubuh  Kumbakarna yang semula terpotong potong,dan tercecer dimana mana, tiba tiba menyatu menjadi Kumbakarna yang utuh kembali. Kumbakarna bangkit kembali dan hilang dari pandangan mata. Rupanya Kumbakarna, moksha. Jiwa dan raga Kumbakarna diterima oleh dewa, dan ditempatkan di Swarga Pangrantunan.

Mengambil jalan yang berbeda dengan Kumbakarna, Wibisono - adik Rahwana yang lain memilih jiwa satria dengan mengutamakan nilai kebenaran. Meyakini bahwa perbuatan kakak tertuanya salah, Wibisono menasehati kakaknya, Rahwana, agar mengembalikan Dewi Shinta kepangkuan Sri Rama. Bukannya mendengarkan Gunawan, Rahwana malah menuduh adiknya ini sebagai adik yang iri akan kekuasaan kakaknya. Wibisono pun memutuskan mengikuti nilai satria, kebenaran sejati. Wibisono pun bergabung dengan Sri Rama untuk menghancurkan kebatilan yang diperbuat kakak nya.

Epos dilema nilai antara adik kakak Kumbakarna dan Gunawan Wibisono sering kali menjadi diskusi yang menarik tentang internalisasi value. Kedua satria tadi kalau boleh dikata sudah terinternalisasi value nya. Perilaku mereka mencerminkan internalisasi value menjadi system kepercayaan yang menjadi dasar seseorang bertindak.

Memang menjadi dilema saat value yang dimiliki saling berbenturan. Seperti hal nya kisah penyerbuan Alengka tersebut. Manakah yang lebih benar, Kumbakarna yang terinternalisasi nilai satria membela tanah air, atau Wibisono yang terinternalisasi nilai satria membela kebenaran?

Di dunia nyata dilema seperti ini juga bisa terjadi. Masih segar ingatan kita tentang penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman, pada tanggal 23 Maret 2013. Dalam waktu sangat singkat hanya 15 menit saja, penyerang mampu menewaskan empat tahanan tewas dan dua sipir terluka. Banyak pihak mensinyalir dari waktu yang dibutuhkan untuk melumpuhkan penjaga dan menembak empat tahanan, diduga penyerang adalah pasukan terlatih. Dugaan itupun mengarah pada TNI yang memang selama ini dikenal sering tidak cocok dengan Polisi.

Hasil investigasi pun menemukan penyerangan LP Cebongan tersebut memang dilakukan oleh pasukan elit TNI, Kopasus. Di latar belakangi dari "Jiwa Korsa" yang merupakan value TNI, para oknum Kopasus menuntut dendam  atas dibunuhnya Sersan Kepala Santoso, anggota Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dari Grup II Kandang Menjangan, Kartasura, Jawa Tengah oleh empat preman yang mereka eksekusi Lapas Cebongan.

Para petinggi militer, pengamat militer, politikus dan para pejuang HAM pun memberikan komentar berdasar sudut pandang nya. Uniknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyoyang walaupun menegur tindakan main hakim sendiri, namun SBY juga mengapresiasi para pelaku penyerangan Lapas Cebongan telah bersikap ksatria, karena sudah menerapkan value TNI utk berjiwa korsa dan bertanggungjawab atas penyerangan dengan menyerahkan diri.

Tindakan yang dilakukan para oknum Kopasus tersebut jika dirunut sebenarnya juga ada dilema meng "imtaq" kan value. Selain jiwa korsa, para Kopasus sebenarnya juga ditanamkan nilai-nilai lain seperti bertanggungjawab, membela tanah air, dll. Lebih jauh, nilai-nilai yang ditanamkan dapat dilihat dari lambang Kopasus. Sayangnya para oknum Kopasus melupakan nilai membela tanah air dengan mengikuti aturan perundang-undangan. Sehingga yang terjadi nila jiwa korsanya mendapat apresiasi, namun nilai satu nya mendapat cemohan.

Pertamina sadar, dilema seperti kisah penyerbuan tadi bisa juga terjadi di Pertamina. Berbekal company value yang disingkat dengan 6 C (clean, confident, costumer focus, competitive, commercial dan capable), pertamina melakukan transformasi. Para CEO Pertamina kemudian memutuskan harus ada nilai yang menjadi garda terdepan jika ada sebuah peristiwa yang memunculkan dilema. Mereka pun memutuskan bahwa nilai paling depan itu adalah clean (integritas). Sehingga jika ada peristiwa yang memunculkan dilema value, para karyawan Pertamina bisa mengembalikan pada value clean. Kesamaan gerak inilah yang menjadikan Pertamina berubah dari Gajah gendut pemalas menjadi Gajah gesit.

Banzai Selalu
N. Kuswandi

Membalik Piramida Maslow : Expert Beristrikan Spiritualitas Memuliakan Orang Lain

Melanjutkan catatan saya sebelumnya tentang "Membalik Piramida Maslow". Di catatan sebelumnya, saya telah membahas tentang tingkat pertama saat kita membalik Piramida. Jika Piramida Maslow tadi kita balik maka tingkatan pertama Piramida Maslow adalah aktualisasi diri. Dengan membalik Piramida Maslow, seharus nya saat aktualisasi diri kita terpenuhi maka seharusnya tingkatan kedua, yaitu harga diri bisa terpenuhi.

Orang-orang yang beraktualisasi diri selain memiliki ciri menjadi expert, mereka juga delapan ciri lain, salah satu dari kedelapan ciri tadi adalah memiliki ciri peak experience atau nilai spiritualitas. Kedua nilai aktualisasi diri tadi tidak bisa dipisahkan. Dengan kata lain, sebenarnya aktualisasi diri yang terdiri dari spiritualitas dan expert adalah pengejawantahan surat Al Ashr. Ada tiga syarat yang dijelaskan untuk menjadi orang yang tidak merugi (happy), yaitu berilmu, beramal sholeh, dan menyebarkan kemuliaan. Syarat pertama dan kedua surat Al Ashr, adalah syarat expert. Sedangkan syarat ketiga (menyebarkan kemuliaan kepada orang lain) surat Al Ashr adalah nilai-nilai spiritualitas kepada orang lain.

Sebenarnya nilai-nilai spiritualitas juga terkandung pada rumus expert, terutama faktor valence. Mari kita ingat lagi rumus Expert = (TB x 1/TH) x V, TB adalah to be (keinginan menjadi sesuatu), TH adalah to have (keinginan memiliki sesuatu), dan V adalah valence (usaha). Jika salah satu bentuk nilai spiritualitas adalah bersyukur maka sebenarnya valence adalah bentuk kesyukuran. Bagaimana tidak, manusia diberikan tiga potensi oleh Tuhan, potensi fisik, potensi fikir dan potensi hati. Dan cara mensyukuri ketiga potensi tadi adalah dengan berusaha memaksimalkan ketiga potensi tersebut. Semakin besar valensi kita maka semakin besar pula rasa syukur kita pada tuhan.



Menariknya, faktor valensi atau faktor usaha akan semakin besar jika kita menggabungkan syarat orang beruntung ketiga (memuliakan manusia). Logikanya saat kita berusaha mendorong mobil sendiri di tanjakan, yang terjadi mobil cuma akan bergerak secara perlahan atau bahkan tidak bergerak sama sekali. Apa jadinya jika kita memulyakan potensi manusia yang lain dengan meminta mereka mensyukuri ketiga potensi melalui membantu Anda mendorong. Tentunya mobil akan bergerak lebih cepat dibandingkan saat Anda hanya mendorong sendiri. Kerjasama ternyata mampu menjadikan valensi lebih besar. Logika tadi semakin membuktikan bahwa nilai-nilai expert tidak bisa lepas dari nilai-nilai spiritualitas.

Jika expert berhubungan dengan spiritualitas, berarti hubungan tadi harusnya juga bergerak timbal-balik. Orang-orang expert akan semakin expert jika menumbuhkan nilai-nilai spiritualitas memuliakan orang, maka jika memang berhubungan berarti saat kita memuliakan orang harusnya secara otomatis kita juga menjadi expert. Tentu saja, karena expert dan spiritualitas berhubungan maka logika kedua, saat kita memuliakan orang harusnya secara otomatis kita juga menjadi expert, memang akan terjadi. Semakin Anda bisa memuliakan orang lain maka semakin Anda bisa menjadi expert. Memuliakan orang lain adalah menjadikan orang lain sukses atau expert. Menariknya saat Anda memuliakan orang lain untuk expert, sebenarnya Anda juga sedang berjalan berdampingan dengan orang yang Anda muliakan untuk menyusuri jalan menjadi expert. Masuk akan bukan?


Bagaimana dengan orang-orang expert yang tidak memiliki spiritualitas? Diperusahaan saya sebelumnya, saya memiliki atasan seperti ini. Seorang manager GA yang secara knowledge dan skill nya sangat mumpuni sebagai manager GA. Namun, Beliau tidak pernah memuliakan orang lain. Beliau menganggap hanya ide nya saja yang benar, dan ide orang lain salah. Dengan sikap seperti ini berarti Beliau tidak memuliakan orang-orang disekitarnya, yang terjadi berikutnya, usia bekerja Beliau di perusahaan saya tidak lebih dari 6 bulan. Dan sebenarnya jika diperhatikan, atasan saya ini tidak expert-expert amat sebenarnya. Karena, se-expert apapun manusia yang dihasilkan dari valence satu orang masih tetap kalah jika valence yang dilakukan adalah valence dari diri dan memuliakan orang lain. Pengalaman ini menurut saya semakin membuktikan begitu besarnya hubungan antara expert dan spiritualitas. Saat kedua hal tersebut bisa dikawinkan maka valence yang muncul menjadi semakin besar.





Berkah selalu
N. Kuswandi

Friday, November 29, 2013

Ritual Pembelajaran Resi Durna






 
Resi Bisma, kakek para Pandawa dan Kurawa hari ini gusar hatinya. Sejak tadi malam, Nyanyian burung Prencak yang melengking di belakang rumah, seperti mensiratkan untuk waspada akan datangnya tamu yang tidak berkenan di hatinya. Betul juga, mentari yang masih belum seberapa tinggi dan makanan yang belum selesai disiapkan, kegusaran hatinya dijawab dengan datangnya tamu yang tidak diharapkan, Sengkuni dan Kurawa.

Tanpa basa-basi, Sengkuni sebagai juru bicara para Kurawa membuka omongan, "Duh Bisma, kakek para Kurawa, hari ini cucu-cucu mu datang kemari untuk meminta warisan pusaka Lengo Tolo, supaya cucu-cucu mu ini sakti tidak mempan dibacok senjata apapun jadi bisa melindungi kerajaan Hastinapura yang engkau wariskan". Terkejutlah Bisma mendengar permintaan para Kurawa, "Angger-angger ku Duryodono dan para Kurawa. Saya tidak punya pusaka Lengo Tolo, saya hanya dititipi oleh pemilik aslinya, Pandu Dewanata. Mintalah pada Pandu, atau pada anak turun nya". "Resi Bisma pilih kasih, Pandu sudah mati, warisan Lengo Tolo seharusnya jatuh pada bapak nya Pandu, yaitu Eyang Resi Bisma. Tidak salah dong kalau para Kurawa sebagai cucu mu meminta jatah Lengo Tolo" begitu Sengkuni berkata. Bisma menjawab "Jaga mulutmu, Sengkuni. Pandu masih punya pewaris yaitu para Pandawa. Mereka yang paling berhak mewarisi Lengo Tolo, bukan saya". "Kalau Eyang pilih kasih tidak mau membagi Lengo Tolo, kami para Kurawa terpaksa mengroyok Eyang Bisma untuk mengambil hak kami sebagai cucu eyang Bisma" Duryudana menimpali pembicaraan Sengkuni dan Bisma.

Mendengar kata-kata kakak tertua mereka, seperti diaba-aba, para Kurawa menyerang Bisma. Putra Dewi Gangga dengan Begawan sakti Abyaksa yang terkenal kesaktian nya tentu saja tidak mudah dikalahkan oleh Kurawa, namun tulang tua nya tidak sekeras waktu muda, walaupun sakti, kalau dikeroyok 100 orang habis juga tenaganya. Sisa-sisa tenaganya, digunakan untuk merapal mantra, dilemparlah Lengo Tolo itu kepertapaan para Pandawa. Kaget para Kurawa menyaksikan apa yang baru saja dilakukan kakek nya, Para Kurawa berebut mengejar Lengo Tolo yang dilempar kakek nya.

Di pertapaan para Pandawa, Bima melihat bintang kemungkus yang jatuh mengarah kepertapaan nya. Mengajak Pandawa yang lain, Bima mengejar bintang kemungkus yang ternyata pusaka Lengo Tolo. Untung tak dapat diraih, rugi tak dapat ditolak. Lengo Tolo itu kenapa harus jatuh ke sumur penuh ular beracun. Tidak berselang lama, para Kurawa yang mengejar pusaka Lengo Tolo sampai juga di sumur tempat jatuh nya Lengo Tolo. Hampir saja terjadi perkelahian antara Pandawa dan Kurawa kalau saja Resi Durna yang menyamar sebagai pencari rumput datang diantara mereka.

"Duh, angger-angger bagus, satria Hastinapura, apa yang diributkan di hutan yang tidak ada apa-apa ini". Duryudana menjawab "diam kau orang tua, ini urusan para satria, langcang benar bangsa sudra sepertimu mengurusi urusan para satria". Yudistira menimpali, "Eyang, kami kehilangan tempat minyak yang jatuh kedalam sumur. Saudara-saudara kami tidak ada yang berani mengambil nya, padahal tempat minyak itu kenenangan kakek kami Resi Bisma". "Oh, cuma itu to yang kalian ributkan. Sini Eyang ambilkan" Resi Durna menjawab. Diambilnya rumput gajah dan dibuatnya seperti anak panah. Resi Durna kemudian melemparkan rumput gajah tadi, satu persatu kedalam sumur seperti anak tangga yang mengangkat Lengo Tolo tadi.

Sampai di atas sumur, Kurawa sudah bersiap merebut Lengo Tolo. Walaupun, para Pandawa sadar bahwa Lengo Tolo adalah hak mereka, melihat kesaktian Resi Durna, mereka memilih melakukan sembah bakti untuk diangkat sebagai murid dari pada memperebutkan Lengo Tolo. Berbeda dengan Pandawa, para Kurawa masih saja tertarik dengan kesaktian Lengo Tolo dibandingkan kesaktian Resi Durna. Mereka saling tidak mau mengalah diantara para saudara nya, Kurawa saling berebut mengoleskan Lengo ke tubuh mereka. Mereka tidak menyadari Lengo Tolo itu sudah tumpak dan dipakai Sengkuni untuk mengolesi tubuh nya sendiri.

Peristiwa ini lah yang menjadi awal character satria yang dimiliki Pandawa dan Kurawa. Pandawa yang dengan keinginan hati nya menginginkan proses pembelajaran untuk mendapatkan kesaktian dan character para satria lebih memilih berproses dengan Resi Durna. Berbeda dengan Pandawa, Kurawa lebih memilih cara instan untuk mendapat kesaktian. Mereka berebut Lengo Tolo untuk membuat tubuh mereka sakti, kebal terhadap senjata apapun. Mereka berfikir saat mereka sudah sakti maka mereka sudah layak disebut satria. Padahal tidak begitu, seorang satria selain pintar harus juga memiliki sifat-sifat (character) satria. Character ini tidak bisa mereka dapat dari Lengo Tolo, tapi harus didapat dari proses pembelajaran dan rutinitas dengan sang Guru.

Pikiran para Kurawa ini sadar atau tidak seringkali menjadi bagian dari pikiran kita. Kalau saya sudah pintar (sakti) bearti sudah layak mendapat apapun, menjadi pemimpin, menjadi kaya, dan lain sebagainya. Padahal menjadi pemimpin, ataupun menjadi kaya tidak cukup hanya pintar saja. Namun, harus juga dibekali dengan character. Bahkan, Daniel Goleman pakar Kecerdasan emosi menemukan bahwa kesuksesan seseorang hanya 20% saja dipengaruhi oleh kepintaran. Sedangkan, 80% sisa nya dipengaruhi oleh character. Tak salah kalau Pandawa lebih sukses dalam perang Kurusetra melawan para Kurawa.

Banzai Selalu
N. Kuswandi

Wednesday, November 27, 2013

Membalik Piramida Maslow : Expert-Melombakan Keunikan

Terkisahlah di sebuah hutan yang lebat, pertandingan panjang untuk memperebutkan gelar juara "Pelari Tercepat" di hutan, akhirnya selesai juga. Tidak disangka juara pertama pertandingan itu adalah Kelinci Bulu Putih. Merasa sebagai pelari tercepat, dimana-mana Kelinci menantang kawan-kawan nya untuk beradu lari, tak terkecuali Si Kura-Kura. Kelinci beranggapan kawan-kawan nya yang berlari lebih cepat saja bisa dia kalahkan, apalagi Si Kura-Kura yang keberatan membawa tempurung nya.

Selain merasa dapat mengalahkan Kura-Kura, Kelinci juga yakin, Si Kura-Kura yang lamban akan menolak ajakannya untuk bertanding. Tidak disangka, Si Kura-Kura menerima tantangan Kelinci untuk adu lari. Mereka berdua pun bersiap di garis start. Aba-aba diteriakan, begitu tanda pertandingan dimulai, Kelinci langsung melesat mendahului Kura-Kura. Dipertengahan rute, Kelinci menoleh kebelakang untuk melihat sudah sejauh mana Kura-Kura menyusul. Kelinci tidak bisa melihat sudah sampai mana Kura-Kura, karena saking jauh nya jarak antara Kelinci dan Kura-Kura.


Merasa sudah memenangkan pertandingan, Kelinci pun beristirahat di bawah pohon rindang. Semilirnya angin, dan nyaman nya rerumputan membuat Kelinci ketiduran di bawah pohon. Waktu terus berjalan, dengan kecepatan konsisten, Kura-Kura berlari mengejar Kelinci. Sampai juga Kura-Kura ditempat Kelinci tertidur lelap. Kura-Kura tetap berlari dengan kecepatan yang konsisten. Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat, Kelinci pun terbangun dari tidurnya. "Sudah berapa lama, saya tertidur?", begitu tanyanya. Dilihatnya arah matahari, dan Kelinci menyadari, dia sudah tertidur hampir 3 jam. "Bahaya, jangan-jangan Kura-Kura sudah menyusulnya", Kelinci mengguman dalam hati.

Kelinci berlari lagi mengejar waktu yang sudah hilang akibat keteledoran nya tidur di tengah pertandingan. Dilihatnya Kura-Kura yang hampir melewati garis finish. Seperti kesetanan, Kelinci semakin mempercepat lari nya. Namun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Walau dengan menambah kecepatannya, Kelinci tetap tidak bisa menyusul jarak yang sudah dibuat Kura-Kura. Akhirnya, Kura-Kura yang konsisten menjadi juara baru.

Tidak terima dengan kekalahannya, Kelinci menantang Kura-Kura untuk mengulang perlombaan lari. Kura-Kura pun menerima tantangan Kelinci. Belajar dari pertandingan pertama yang menyebabkan nya kalahan, Kelinci merasa harus selalu fokus pada untuk menjadi juara. Pertandingan pun dimulai. Kelinci mulai berlari dan hanya melihat kedepan. Kura-kura yang tertinggal jauh tidak membuatnya terlena. Kelinci terus berlari dan terus berlari. Dan dalam waktu singkat, Kelinci akhirnya memenangkan perlombaan kedua.

Kura-Kura yang kalah dipertandingan kedua merasa harus membalas kekalahannya. Di dua pertandingan sebelumnya Kelinci yang menantang Kura-Kura maka dipertandingan ketiga ini Kura-Kura yang menantang Kelinci. Jika di dua pertandingan sebelumnya, Kelinci yang menentukan rute pertandingan, maka dipertandingan ketiga, Kura-Kura yang menentukan rute pertandingan. Kelinci pun menyetujui tantangan Kura-Kura untuk berlomba dengan rute yang sudah ditentukan Kura-Kura.

Mereka berdua pun bersiap-siap di garis start. Setelah aba-aba mulai. Kelinci yang belajar dari kemenangan di pertandingan kedua, segera melesat jauh kedepan. Namun, dipertengahan rute pertandingan, Kelinci merasa bingung tidak bisa melanjutkan lari nya. Ternyata rute yang dibuat Kura-Kura, harus menyeberangi sungai yang dalam dan lebar. Padahal Kelinci takut dengan air. Berbeda dengan Kelinci, walaupun berjalan pelan dan konsisten, Kura-Kura akhirnya bisa menyusul Kelinci. Dan dengan kemampuan berenangnya, Kura-Kura mampu dengan mudah menyeberang sungai. Masih dengan konsistensinya berjalan, akhirnya Kura-Kura memenangkan pertandingan ketiga.
_____________________________________

Kisah diatas adalah penggambaran bagaimana rumus Expert bekerja. Dicatatan sebelumnya kita sudah membahas rumus Expert dengan formula Expert = TB x 1/TH x V. Dan kisah diatas adalah penggambaran bagaimana rumus Expert bekerja. Pertandingan pertama yang menjadikan Kura-Kura menang menjelaskan Kelinci dengan mimpi besar (TB besar), namun tidak diikuti Valence yang konsisten menyebabkan Kelinci mengalami kekalahan. Ini lah rahasia orang Jama dengan petuahnya "Alon-Alon Asal Kelakon".

Menariknya dipertandingan kedua, Kura-Kura mengalami kekalahan. Kelinci yang fokus dan terus berlari mampu mengalahkan petuah "Alon-Alon Asal Kelakon". Artinya, orang yang bermimpi menjadi Expert dengan valence yang kecil namun konsisten, dapat dikalahkan oleh orang-orang yang memiliki mimpi besar dan memperjuangkan mimpinya menggunakan valence yang besar dan fokus pada mimpi yang dibangun.

Dan pertandingan ketiga mengajarkan kepada kita. Valence yang besar dan fokus saja juga tidak cukup untuk menjadi expert. Ingat masih ada TB sebagai syarat menjadi expert. Dipertandingan ketiga, Kura-Kura menggunakan rumus TB dengan baik. Kura-Kura merumuskan TB sesuai dengan keunikan yang dimiliki. Kelinci tidak mampu menyeberang sungai dan Kura-Kura memiliki keunikan berenang di sungai. Maka Kura-Kura memanfaatkan keunikannya untuk merumuskan TB. Pembelajaran dari pertandingan ketiga ini adalah Keinginan untuk menjadi sesuatu atau TB akan memiliki nilai yang besar saat TB dirumuskan berdasarkan keunikan yang kita miliki.

Berkah selalu
N. Kuswandi

Sunday, November 24, 2013

Membalik Piramida Maslow: Expert = TB x TH x V



Melanjutkan tulisan saya sebelumnya berjudul "Membalik Piramida Maslow", mungkin kita bertanya-tanya, Bagaimana cara nya menjadikan puncak piramida sebagai pondasi? Apakah saya sudah memiliki ciri-ciri orang beraktualisasi diri? Maslow mengidentifikasikan ada sembilan ciri orang yang meaktualisasikan diri nya. Kesembilan ciri tersebut adalah :
1. Memusatkan diri pada realitas (reality-centered), yakni melihat sesuatu apa adanya dan mampu melihat persoalan secara jernih, bebas dari bias.
2. Memusatkan diri pada masalah (problem-centered), yakni melihat persoalan hidup sebagai sesuatu yang perlu dihadapi dan dipecahkan, bukan dihindari.
3. Spontanitas, menjalani kehidupan secara alami, mampu menjadi diri sendiri serta tidak berpura-pura.
4. Otonomi pribadi, memiliki rasa puas diri yang tinggi, cenderung menyukai kesendirian dan menikmati hubungan persahabatan dengan sedikit orang namun bersifat mendalam.
5. Mereka memberi penilaian tinggi pada individualitas dan keunikan diri sendiri dan orang lain.
6. Rasa humor yang ‘tidak agresif’ (unhostile). Mereka lebih suka membuat lelucon yang menertawakan diri sendiri atau kondisi manusia secara umum (ironi), ketimbang menjadikan orang lain sebagai bahan lawakan dan ejekan.
7. Kerendahatian dan menghargai orang lain (humility and respect)
8. Apresiasi yang segar (freshness of appreciation), yakni melihat sesuatu dengan sudut pandang yang orisinil, berbeda dari kebanyakan orang. Kualitas inilah yang membuat orang-orang yang telah beraktualisasi merupakan pribadi-pribadi yang kreatif dan mampu menciptakan sesuatu yang baru.
9. Memiliki pengalaman spiritual yang disebut Peak experience
Dari kesembilan ciri orang beraktualisasi diri versi Maslow, saya ingin membahas ciri aktualisasi diri ke lima, yaitu memberikan penilaian yang tinggi terhadap keunikan nya.

Kata kunci ciri kelima ini adalah menjadi expert sesuai dengan keunikan atau bakat setiap orang. Menariknya, sebenarnya setiap manusia memiliki DNA yang membawa lima bekal yang sama. Tulisan saya berjudul "Bukak Sitik Joss - Biopsychology" membahas kelima bekal tersebut. Akibat dari pola asuh, dan pengalaman pribadi seseorang kelima bekal dalam DNA tadi bertransformasi menjadi  keunikan-keunikan atau bakat bagi manusia.

Bagi manusia-manusia yang memfokuskan diri mengaktualisasikan keunikan dirinya, maka mereka sebenarnya menjelajahi jalan untuk menjadi expert sesuai dengan keunikan nya. Ingat dengan rumus piramida terbalik, orang-orang yang bisa mengaktualisasikan diri nya akan mencapai jenjang piramida di hargai orang, dicintai orang, rasa aman, dan kebutuhan fisiologisnya pun dapat terpenuhi. Contoh mudah nya adalah Habibie, beliau menjadi expert dibidang pesawat terbang. Habibie mengaktualisasikan bakat nya. Dan jenjang harga diri pun diterima Habibie, beliau dihormati banyak orang, bahkan Habibie menjadi warga kehormatan di Jerman. Habibie juga dicintai banyak orang, walaupun dianggap sebagai anak emas Soeharto, namun Habibie memperoleh rasa aman, dan kebutuhan fisiologis Habibie juga terpenuhi, bahkan berkelimpahan. Habibie tidak kaya dulu baru menerima perasaan aman, dicintai orang, dihargai orang dan menjadi professor. Namun, Habibie menjadi professor (expert) dulu baru mendapatkan semua pencapaiannya.

Menjadi expert didapat dengan mimpi dan kerja keras. Jika dirumuskan dengan formula maka untuk menjadi expert, adalah :
Expert = (TB X 1/TH) X V
TB.   = To Be
1/TH = To Have
V.     = Valence
TB dan TH adalah mimpi untuk menjadi sesuatu dan mimpi untuk memiliki sesuatu. Sedangkan V adalah valence atau usaha.Untuk menjadi expert, maka seseorang harus memiliki mimpi atau tujuan akhir, mimpi pertama adalah mimpi menjadi expert dibidang tertentu, dan mimpi kedua adalah meminimalkan mimpi untuk memiliki sesuatu. Memiliki mimpi saja tidak cukup. Orang juga harus berusaha atau valence. Mimpi membuat kita tahu harus menuju kemana dan valence adalah gerakan kita menuju impian.

Perhatikan bahwa rumus expert tadi adalah perkalian, artinya jika nilai faktor TH nya 0 maka faktor 1/TH, hasilnya adalah 1/0 atau tak terhingga. Rumus ini menunjukkan lagi kepada kita kalau kita tidak fokus untuk memiliki sesuatu (memenuhi kebutuhan fisiologis semata) maka yang terjadi kita akan mendapatkan hasil yang tak hingga. Berbeda ceritanya jika nilai faktor TB dan V adalah 0, maka hasilnya akan 0. Sayangnya manusia tentunya tidak bisa mematikan faktor TH, karena manusia yang masih manusia tentu masih memiliki kebutuhan fisiologis. Namun yang perlu diingat adalah dalam rumus Expert, TH tidak berdiri sendiri. TH berdiri dengan 1/TH, semakin kecil TH maka hasil perkalian expert akan semakin besar, dan semakin besar TH maka hasil perkalian expert akan semakin kecil. Contoh sederhananya saja, jika TB=50, TH=50, dan V=50, maka Expert = (50 x 1/50) x 50 sehingga hasilnya 50. Sekarang bandingkan jika, TB = 50, TH = 100, dan V = 50, maka Expert = (50 x 1/100) x 50 sehingga hasilnya cuma 25.

Logika sederhananya, saat ada orang yang ingin mengaktualisasikan diri nya atau menjadi expert orang sudah berfikir memiliki sesuatu maka mimpi nya untuk menjadi sesuatu akan teralihkan. Bayangkan saja, disatu sisi kita ingin menjadi dokter tapi disatu sisi kita ingin kaya. Seandainya kita fokus segera menjadi kaya, maka perilaku yang muncul bisa jadi kita meninggikan harga prakteknya. Semakin tinggi harga praktek, tentunya semakin sedikit orang yang datang ke tempat praktek kita. Semakin sedikit yang datang maka semakin sedikit pengalaman kita sebagai dokter. Jika semakin sedikit pasien yang datang akan semakin sedikit usaha yang kita lakukan. Jika dimasukan kedalam rumus, maka Expert = TB (kecil) x 1/TH (besar) x V (kecil) hasil akhirnya tidaklah besar. Berbeda ceritanya jika seseorang bermimpi menjadi dokter, dan masih bermimpi untuk kaya, namun mimpi untuk kaya lebih kecil dari pada mimpinya untuk menjadi expert. Dia akan membuat biaya prakteknya tidak terlalu mengambil untung, agar banyak pasien yang datang, sehingga dia bisa mengeluarkan valence yang besar untuk mendapatkan banyak pengalaman.

Berkah selalu
N. Kuswandi

Sunday, November 17, 2013

Membalik Piramida Maslow




Hari ini delivery training ke rekan-rekan patroler masih dengan premis yang sama namun dengan materi yang berbeda. Lagi-lagi berdiskusi masalah motivasi. Hari ini memutuskan menggunakan pendekatan Maslow untuk mengubah mind set motivasi seseorang. Layak nya piramida, Maslow juga menggunakan model piramida untuk menunjukan motivasi seseorang. Piramida dibangun dengan jenjang paling besar dibawah, dilanjutkan jenjang berikut nya yang semakin ke atas semakin kecil.

Piramida Maslow sendiri juga memiliki jenjang layaknya piramida asli. Jenjang piramida Maslow berjumlah lima buah. Jenjang paling dasar adalah jenjang motivasi fisiologis (physiological need), jenjang kedua adalah motivasi rasa aman (safety & security), jenjang ketiga dicintai (love & belonging), jenjang keempat dihargai (self esteem), dan jenjang kelima berupa aktualisasi diri (self actualization). Bagi Maslow besarnya jenjang menuntukkan jumlah populasi yang termotivasi. Artinya jika jenjang paling bawah piramida motivasi Maslow adalah fisiologis (orang dimotivasi karena uang) maka menurut Maslow sebagian besar orang bergerak karena termotivasi oleh uang. 

Jika kita melihat piramida Maslow, logika yang muncul adalah untuk mendapatkan rasa aman, perasaan dicintai, perasaan harga diri, dan aktualisasi diri harus dimulai dari memenuhi kebutuhan fisiologis. Saat kebutuhan fisiologis terpenuhi maka orang hanya bisa dimotivasi untuk bergerak dengan kebutuhan rasa aman. Setelah rasa aman terpenuhi maka orang hanya bisa dimotivasi oleh kebutuhan dicintai, dan seterusnya sampai dengan jenjang paling atas. Ujung-ujung nya dari keseluruhan motivasi yang menggerakan manusia bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Bukan lagi kesenangan semu (pleasure) namun kebahagian sejati (happiness). Kesejatian kebahagiaan ini merupakan sifat dasar manusia, yaitu sifat insaniah.

Pencarian kesejatian kebahagiaan ini menurut Maslow haruslah didahului dari jenjang pertama sampai jenjang terakhir. Setelah manusia mampu memenuhi semua kebutuhan nya maka manusia akan mendapatkan kesejatian kebahagian. Sayang nya jika kita melihat piramida Maslow menunjukan semakin keatas jenjang piramida Maslow semakin kecil. Artinya, semua orang mencari kebahagian sejati namun semakin keatas piramida nya hanya menyisakan sedikit orang yang berhasil melewati semua jenjang piramida.

Jika dianalisa dari kedua sifat manusia, sifat hayawiah dan insaniah, penyebab utama kegagalan pencarian kebahagian sejati yang merupakan sifat insaniah manusia dikarenakan pencarian kebahagian dimulai dari sifat hayawiah, padahal kebahagian sejati berasal dari sifat insaniah. Sifat hayawiah adalah sifat kebinatangan, sifat ini dikontrol oleh otak kecil (Cerebellum) yang terletak di belakang otak. Sedangkan sifat insaniah diatur oleh otak paling dalam manusia, yang dikenal dengan Thalamus, Daniel Goleman menyebutnya sebagai God Spot.
  
Sifat-sifat hayawiah itu muncul dalam piramida Maslow jenjang pertama dan kedua. Sedangkan sifat insaniah maujud dalam jenjang motivasi dicintai, harga diri dan aktualisasi diri. Sifat hayawiah hanya mengenal memenuhi kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman. Hewan tidak membutuhkan rasa dicintai, harga diri ataupun aktualisasi diri. Dominasi sifat ini hayawiah yang terfokus pada kebutuhan fisiologis dan rasa aman menjadikan manusia tidak mampu meraih jenjang rasa dicintai, dihargai dan aktualisasi diri. Dengan dalil motivasi fisiologis, manusia mampu menundukkan motivasi rasa aman, dicintai, harga diri dan aktualisasi diri. Karena alasan fisiologis, manusia melakukan pekerjaan yang menentang maut, asalkan mendapatkan uang. Karena alasan fisiologis, manusia tergila-gila dengan uang sehingga tidak memperdulikan keluarga yang mencintai nya. Berangkat kerja sebelum anak dan istri bangun dan pulang kerja setelah anak dan istri tidur, hilangkan motivasi love & belonging. Karena alasan motivasi fisiologis juga, manusia meniadakan kehormatan (self esteem), tidak butuh dihormati dan menghormati masyarakat, yang penting kaya raya dan bisa memenuhi kebutuhan. Dan karena alasan motivasi fisiologis, manusia menerima pekerjaan apapun tanpa mendengarkan suara hati nya, tidak peduli senang atau tidak mengerjakan sesuatu yang terpenting menghasilkan uang.

Pertanyaannya adalah, kenapa harus jauh-jauh mencari kesejatian kebahagian melalui jalur otak kecil (cerebellum), padahal kesejatihan kebahagiaan berasal dari God Spot? Kenapa kita tidak membalik piramida Maslow? Jenjang pertama menjadi Aktualisasi diri, dilanjutkan jenjang harga diri, dicintai, rasa aman dan fisiologis. Logika nya sederhana, saat kita bisa eksis dengan hobi, dan minat kita maka kita akan melakukan dengan senang hati untuk menghasilkan hasil yang maksimal. Saat hasil nya maksimal, maka kita akan menjadi expert, saat kita menjadi expert orang akan menghargai karya kita. Lihatlah bagaimana karya Habibie yang mencintai membuat pesawat sebagai hobi nya, dan orang-orang menghargai Habibie dan karya indah nya. Saat orang menghargai Anda maka Anda akan dicintai orang lain. Saat Anda dicintai maka orang-orang yang mencintai Anda tidak akan tega Anda terluka. Dan secara otomatis kebutuhan fisiologis Anda akan terpenuhi. Jadi kenapa susah-susah mengejar kebahagiaan sejati melalui jalur cerebellum, jika kebahagiaan sejati beradai di Thalamus, kenapa tidak langsung menuju ke Thalamus?

Berkah selalu
N. Kuswandi