Sunday, November 24, 2013

Membalik Piramida Maslow: Expert = TB x TH x V



Melanjutkan tulisan saya sebelumnya berjudul "Membalik Piramida Maslow", mungkin kita bertanya-tanya, Bagaimana cara nya menjadikan puncak piramida sebagai pondasi? Apakah saya sudah memiliki ciri-ciri orang beraktualisasi diri? Maslow mengidentifikasikan ada sembilan ciri orang yang meaktualisasikan diri nya. Kesembilan ciri tersebut adalah :
1. Memusatkan diri pada realitas (reality-centered), yakni melihat sesuatu apa adanya dan mampu melihat persoalan secara jernih, bebas dari bias.
2. Memusatkan diri pada masalah (problem-centered), yakni melihat persoalan hidup sebagai sesuatu yang perlu dihadapi dan dipecahkan, bukan dihindari.
3. Spontanitas, menjalani kehidupan secara alami, mampu menjadi diri sendiri serta tidak berpura-pura.
4. Otonomi pribadi, memiliki rasa puas diri yang tinggi, cenderung menyukai kesendirian dan menikmati hubungan persahabatan dengan sedikit orang namun bersifat mendalam.
5. Mereka memberi penilaian tinggi pada individualitas dan keunikan diri sendiri dan orang lain.
6. Rasa humor yang ‘tidak agresif’ (unhostile). Mereka lebih suka membuat lelucon yang menertawakan diri sendiri atau kondisi manusia secara umum (ironi), ketimbang menjadikan orang lain sebagai bahan lawakan dan ejekan.
7. Kerendahatian dan menghargai orang lain (humility and respect)
8. Apresiasi yang segar (freshness of appreciation), yakni melihat sesuatu dengan sudut pandang yang orisinil, berbeda dari kebanyakan orang. Kualitas inilah yang membuat orang-orang yang telah beraktualisasi merupakan pribadi-pribadi yang kreatif dan mampu menciptakan sesuatu yang baru.
9. Memiliki pengalaman spiritual yang disebut Peak experience
Dari kesembilan ciri orang beraktualisasi diri versi Maslow, saya ingin membahas ciri aktualisasi diri ke lima, yaitu memberikan penilaian yang tinggi terhadap keunikan nya.

Kata kunci ciri kelima ini adalah menjadi expert sesuai dengan keunikan atau bakat setiap orang. Menariknya, sebenarnya setiap manusia memiliki DNA yang membawa lima bekal yang sama. Tulisan saya berjudul "Bukak Sitik Joss - Biopsychology" membahas kelima bekal tersebut. Akibat dari pola asuh, dan pengalaman pribadi seseorang kelima bekal dalam DNA tadi bertransformasi menjadi  keunikan-keunikan atau bakat bagi manusia.

Bagi manusia-manusia yang memfokuskan diri mengaktualisasikan keunikan dirinya, maka mereka sebenarnya menjelajahi jalan untuk menjadi expert sesuai dengan keunikan nya. Ingat dengan rumus piramida terbalik, orang-orang yang bisa mengaktualisasikan diri nya akan mencapai jenjang piramida di hargai orang, dicintai orang, rasa aman, dan kebutuhan fisiologisnya pun dapat terpenuhi. Contoh mudah nya adalah Habibie, beliau menjadi expert dibidang pesawat terbang. Habibie mengaktualisasikan bakat nya. Dan jenjang harga diri pun diterima Habibie, beliau dihormati banyak orang, bahkan Habibie menjadi warga kehormatan di Jerman. Habibie juga dicintai banyak orang, walaupun dianggap sebagai anak emas Soeharto, namun Habibie memperoleh rasa aman, dan kebutuhan fisiologis Habibie juga terpenuhi, bahkan berkelimpahan. Habibie tidak kaya dulu baru menerima perasaan aman, dicintai orang, dihargai orang dan menjadi professor. Namun, Habibie menjadi professor (expert) dulu baru mendapatkan semua pencapaiannya.

Menjadi expert didapat dengan mimpi dan kerja keras. Jika dirumuskan dengan formula maka untuk menjadi expert, adalah :
Expert = (TB X 1/TH) X V
TB.   = To Be
1/TH = To Have
V.     = Valence
TB dan TH adalah mimpi untuk menjadi sesuatu dan mimpi untuk memiliki sesuatu. Sedangkan V adalah valence atau usaha.Untuk menjadi expert, maka seseorang harus memiliki mimpi atau tujuan akhir, mimpi pertama adalah mimpi menjadi expert dibidang tertentu, dan mimpi kedua adalah meminimalkan mimpi untuk memiliki sesuatu. Memiliki mimpi saja tidak cukup. Orang juga harus berusaha atau valence. Mimpi membuat kita tahu harus menuju kemana dan valence adalah gerakan kita menuju impian.

Perhatikan bahwa rumus expert tadi adalah perkalian, artinya jika nilai faktor TH nya 0 maka faktor 1/TH, hasilnya adalah 1/0 atau tak terhingga. Rumus ini menunjukkan lagi kepada kita kalau kita tidak fokus untuk memiliki sesuatu (memenuhi kebutuhan fisiologis semata) maka yang terjadi kita akan mendapatkan hasil yang tak hingga. Berbeda ceritanya jika nilai faktor TB dan V adalah 0, maka hasilnya akan 0. Sayangnya manusia tentunya tidak bisa mematikan faktor TH, karena manusia yang masih manusia tentu masih memiliki kebutuhan fisiologis. Namun yang perlu diingat adalah dalam rumus Expert, TH tidak berdiri sendiri. TH berdiri dengan 1/TH, semakin kecil TH maka hasil perkalian expert akan semakin besar, dan semakin besar TH maka hasil perkalian expert akan semakin kecil. Contoh sederhananya saja, jika TB=50, TH=50, dan V=50, maka Expert = (50 x 1/50) x 50 sehingga hasilnya 50. Sekarang bandingkan jika, TB = 50, TH = 100, dan V = 50, maka Expert = (50 x 1/100) x 50 sehingga hasilnya cuma 25.

Logika sederhananya, saat ada orang yang ingin mengaktualisasikan diri nya atau menjadi expert orang sudah berfikir memiliki sesuatu maka mimpi nya untuk menjadi sesuatu akan teralihkan. Bayangkan saja, disatu sisi kita ingin menjadi dokter tapi disatu sisi kita ingin kaya. Seandainya kita fokus segera menjadi kaya, maka perilaku yang muncul bisa jadi kita meninggikan harga prakteknya. Semakin tinggi harga praktek, tentunya semakin sedikit orang yang datang ke tempat praktek kita. Semakin sedikit yang datang maka semakin sedikit pengalaman kita sebagai dokter. Jika semakin sedikit pasien yang datang akan semakin sedikit usaha yang kita lakukan. Jika dimasukan kedalam rumus, maka Expert = TB (kecil) x 1/TH (besar) x V (kecil) hasil akhirnya tidaklah besar. Berbeda ceritanya jika seseorang bermimpi menjadi dokter, dan masih bermimpi untuk kaya, namun mimpi untuk kaya lebih kecil dari pada mimpinya untuk menjadi expert. Dia akan membuat biaya prakteknya tidak terlalu mengambil untung, agar banyak pasien yang datang, sehingga dia bisa mengeluarkan valence yang besar untuk mendapatkan banyak pengalaman.

Berkah selalu
N. Kuswandi

No comments:

Post a Comment