Friday, August 29, 2014

Kapitalisme - Globalisasi - Kebanggaan




Bertambah satu lagi iklan aneh versi pemerintah dalam daftar saya, Iklan tentang "MEA - Masyarakat Ekonomi ASEAN". Behind keanehan iklan MEA, tetap ada respect dari saya atas niat baik pemerintah menginformasikan globalisasi ASEAN di tahun 2015.
Pilihan pemerintah memang cuma dua, menginformasikan globalisasi agar masyarakat mempersiapkan diri. Walaupun dengan konsekuensi bagi orang-orang yang tidak siap akan stress. Dan pilihan kedua, menahan informasi dan biarkan kondisi mengalir apa ada nya. Kondisi akan aman terkendali, walaupun akhirnya saat globalisasi 2015 ada orang-orang yang sock.
 
Selain iklan MEA untuk menyiapkan masyarakat Indonesia akan globalisasi, ada peristiwa lain yang terjadi di Sekaran dekat dengan Universitas Negeri Semarang (UNNES). Beberapa bulan yang lalu, warga Sekaran mendemo Alfamart dan Indomart. Penyebabnya, toko-toko milik warga lokal Sekaran yang sempat berjaya saat saya masih kuliah di UNNES semakin lama semakin tergerus dengan menjamurnya Alfamart dan Indomart.
Dua peristiwa ini jika mau dihubungkan bisa dilihat dari tiga sudut. Sudut pertama adalah sudut kapitalisme yang bisa saja "Alfamart dan Indomart" disebut sebagai perusahaan yang mengambil keuntungan tanpa melihat stakeholder di sekeliling nya.
 
Sudut pandang ke dua adalah sudut pandang Globalisasi. Seperti pesan yang ingin disampaikan pemerintah lewat iklan MEA. Secara bertahap Globalisasi akan masuk ke Indonesia. Tahap pertama adalah tahap connecting antar negara. Di tahap pertama ini negara-negara ASEAN akan sangat mudah masuk ke Indonesia. Selama punya passport tidak perlu membayar visa. Harapan negara pendapatan wisata semakin besar. Efek tahap satu bisa jadi hanya dialami sedikit orang.
 
Tahap dua globalisasi adalah multinasional company. Di tahap ini, MEA akan berdampak pada kemudahan perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia. Jika saat ini perusahaan-perusahaan besar yang masuk di Indonesia, maka dengan MEA bisa jadi Mie Ayam di samping rumah adalah Francishe dari Thailand. Fase dua ini dampak nya akan mulai terasa bagi dunia usaha.
 
Tahap ketiga globalisasi adalah multinasional people. Di fase ketiga ini seakan tidak ada batasan warga negara. Kalau saat ini Indonesia mengekspor TKI ke Malaysia. Bisa jadi dengan globalisasi tahap ke tiga, Indonesia mengekspor para profesional dan sebaliknya, Malaysia yang mengekspor para profesional di Indonesia. Efek tahap ketiga ini akan sangat terasa. Kalau sebelum globalisasi persaingannya hanya dengan sesama penduduk Indonesia maka setelah MEA persaingannya lintas ASEAN.
 
Sekarang kita hubungkan dua peristiwa "MEA & Penolakan Alfamart-Indomart", jika persaingan antar badan usaha yang dimiliki sesama WNI saja tidak siap, pertanyaannya apa yang akan terjadi saat tahap kedua globalisasi terjadi. Bisa jadi warung kelontong samping rumah kita adalah franchise dari Filipina. Contoh nya saja kedai "Kebab Turki", Gerobak franchise ini sudah mengekspansi ke ASEAN. Salah satu merk yang menjadi kebanggaan Indonesia.
 
Perubahan pasti terjadi, dan sebenarnya kita bisa memilih reaksi nya. Reaksi pertama dengan menyalahkan perubahan. Menyalahkan pemerintah yang menandatangani pakta Globalisasi, hingga warung makan samping rumah saja milik orang asing. Atau bereaksi mengontrol apa yang bisa dikontrol. Seperti menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan.
Sudut pandang ketiga tentang hubungan dua peristiwa tadi adalah sudut pandang "kebanggaan". Bisa jadi benar Alfamart dan Indomart adalah perusahaan Kapitalis. Tapi di satu sisi saat globalisasi tahap kedua benar-benar terjadi, bisa jadi Alfamart dan Indomart akan mengekspansi ke luar negeri dan membanggakan Indonesia.
 
Berkah selalu
N Kuswandi

Sunday, August 24, 2014

Siapa Presiden Sebenarnya?

 
Salah satu tempat yang selalu menjadi tujuan saat dinas di Jakarta adalah Angkringan Jl. Muwardi belakang terminal Grogol. Bukan karena rasa makanannya sebenarnya, namun penyedap nya yang mantab.
 
Penyedap pertama adalah teman-teman kuliah yang mengejar sebongkah permata di Jakarta. Ngobrol dengan mereka sambil menikmati nasi kucing Angkringan laksana penyedap makanan yang sakti. Penyedap kedua adalah lalu lalang mahasiswi manis Tri Sakti yang ikuta...n ngangkring. Mereka penyedap mata yang membuat mata betah melek.
Beruntung minggu ini dapat kesempatan dinas lagi ke Jakarta. Angkringan Jl. Muwardi pun sudah diagendakan untuk menjadi tempat yang dikunjungi. Tak lupa "woro-woro" kepada teman-teman untuk segera berkumpul. Obrolan penyedap rasa dituangkan dalam bungkus nasi angkringan.
 
We la dalah, obrolan itu tidak terasa memanjang sampai Sang Presiden terpilih. Memang kebanyakan teman-teman saya adalah Prabowo lover yang cukup kecewa juga dengan kekalahan idola nya. Terlihat sekali kekecewaannya muncul lewat keresahannya memikirkan Indonesia jika dipimpin presiden terpilih, Jokowi.
Bisa jadi benar kekawatiran teman saya dan bisa jadi kekawatirannya akan salah. Kita coba balik logika nya menjadi begini, Presiden bertugas membuat kebijakan, artinya presiden membuat product dan jasa. Dan tentu saja dengan posisi begini, rakyat adalah customer nya, Rakyat adalah Raja nya.
 
Tentu saja sebagai Raja, rakyat lebih berkuasa daripada Presiden. Dan sebagai Raja, bargaining position dan bargaining power nya lebih tinggi daripada seorang pelayan.
Dengan label Rakyat adalah Customer nya Presiden, dan Customer adalah Raja, maka pelayan "presiden" yang baik akan bertanya pada Raja "rakyat" nya, apa yang menjadikan nya puas? Tak terkecuali dengan kebijakan BBM
 
Berkah Selalu
N Kuswandi

Tuesday, August 19, 2014

Monumen Interdependent Dari Bung Karno



Merayakan ulang tahun kemenangan kemandiriannya di tanggal 17 Agustus 2014 kemarin membuat Indonesia semakin dewasa. Bukan hanya mengejar kemenangan pribadi nya dengan "independent day" namun mulai memenangkan orang lain. Bertumbuh dari dependent menjadi interdependent.

Romantika itu terasa saat tadi malam, secara tidak sengaja melewati monumen yang dibangun Bung Karno. Walaupun monumen itu sekarang dipakai para pelayan kita, wakil rakyat yang bisa jadi tidak kita suka. Namun, getaran monumen bernama Gedung DPR/MPR itu masih terasa kemegahannya.

Membeku otak ini saat loncatan memori untuk apa monumen ini didirikan. Bangunan ini semestinya menjadi simbol awal tumbuh  nya kedewasaan interdependent Indonesia.

Gedung ini semestinya menjadi anchor Indonesia untuk menjadi pusat dunia. Bukan nya malah berhenti bertumbuh dan membiarkan negara lain menjadi pusat dunia.

Gedung itu semestinya menjadi gedung pusat NATO, salah satu mimpi Bung Karno untuk membantu Indonesia bertumbuh menjadi dewasa "interdependent".

Saat gedung itu benar-benar digunakan selayaknya mimpi Bung Karno, maka negara-negara lain akan saling bersimbiosis mutualisme "interdependent" dengan Indonesia.

Simbiosis mutualisme lewat interdependent tadi akan diwujudkan dengan saling menang-menang, bersinergi dan memahami negara lain untuk dipahami.

Dengan interdependent bayangan gelap globalisasi yang tidak terbendung lagi datangnya bisa dihilangkan. Optimisme yang akan muncul, hilanglah pesimisme. Negara dengan kedewasaan "independent day" menjadikan semangat globalisasi sebagai semangat kompetisi, yang juara akan mengguasai dan yang tidak punya kompetensi silahkan minggir tersingkir.

Berbeda dengan negara yang interdependent. Motor penggerak globalisasi yang dimiliki negara interdependent bukanlah kompetisi yang menjadikan negara nya mengalahkan negara lain. Namun negara interdependent memiliki motor untuk memahami negara lain hingga mampu bersinergi maju bersama dan saling memenangkan dengan negara yang dimasuki.

Negara dengan interdependent, tidak mendirikan perusahaan multinasional untuk berkompetisi mengalahkan perusahaan lokal. Namun negara interdependent membangun perusahaan multinasional untuk memahami perusahaan lokal hingga mampu bersinergi maju bersama dan saling memenangkan dengan negara yang dimasuki.

Alangkah indah nya jika mimpi kedewasaan interdependent nya Bung Karno bisa diwujudkan. Dan alangkah indah nya jika kelebatan monumen yang baru saja lewati tiba-tiba berubah nama dari Gedung DPR/MPR menjadi Gedung NATO

Berkah Selalu
N Kuswandi

Monday, August 18, 2014

Independent Day To Interdependent Day

17 Agustus 2014 jam 10.00, proklamasi kemerdekaan itu dibacakan Soekarno - Hatta. Tak terasa sudah 69 tahun text proklamasi itu ditulis, sudah terlihat gurat usia yang mulai menua. Walaupun begitu, text itu masih saja terasa mengandung getaran emosional yang sangat dalam saat dibaca. Text independent day yang akan selalu dipelihara dan dipupuk hingga menjadi gelombang di samudra, menjadi hutan di kebun belakang.
 
Ada yang memupuk nya sebagai ritual upaca bendera. Ada yang mempupuk dengan mendaki gunung. Ada yang memupuk dengan lomba-lomba yang menyatukan warga. Apapun bentuk nya, asal kan positive, sah-sah saja. 
 
Dan dengan kata, independent lah tulisan ini akan dimulai. Seandainya negara Indonesia ini adalah manusia bernama Bang Indonesia, maka independent adalah sebuah proses menuju dewasa. Steven Covey menulis dalam buku nya Seven Habit Higly Effective People menulis perjalanan kematangan atau kedewasaan seseorang dimulai dari fase dependence - independent - interdependent.

Selama 350 tahun, kehidupan Bang Indonesia terjajah atau tergantung "dependence" kepada izin Belanda. Ketergantungan "dependence" itu masih harus berlanjut selama 3 tahun oleh Jepang.
 
Fase awal ini laksana seorang bayi yang menggantungkan semua kebutuhannya kepada orang tuanya.
 
Di tanggal 17 Agustus 1945, akhirnya Bang Indonesia menemukan kemenangan pribadi nya, dengan mengubah keadaan. Ketergantungan "dependence" itu dibalik dengan telak, hingga akhirnya Bang Indonesia menjadi pribadi yang independent, menjadi pribadi yang merdeka.
 
Fase kedua ini seperti remaja yang mampu memenuhi kebutuhannya tanpa menunggu orang tua nya. Yuforia, remaja memang sangat manis untuk dirasakan dan pahit untuk ditinggalkan. Bisa jadi itu juga yang dirasakan Bang Indonesia, dalam usianya yang ke 69 tahun, bisa jadi Bang Indonesia masih merasa menjadi seorang remaja. Menikmati mabuk masa muda.
 
Tentunya remaja bukanlah fase terakhir bertumbuh, ada satu fase lagi yang harus dilewati, fase kedewasaan. Tahap itu adalah tahap interdependent - saling tergantung. Sebuah fase untuk saling bersimbiosis mutualisme, bekerjasama saling menguntungkan.
 
Dan sebenarnya Bung Karno, sudah merumuskan dengan bagaimana caranya Bang Indonesia mampu bertumbuh semakin dewasa di tahap interdependent. Rumusan bertumbuh nya kedewasaan Bang Indonesia, ditegaskan Bung Karno dallam tulisannya berjudul “Nasionalisme, Islamisme, Marxisme “.
 
Dalam tulisannya yang dimuat secara berseri di jurnal Indonesia muda tahun 1926, Bung Karno secara tegas menjelaskan membuka interdependent Indonesia, dengan keinginan bekerjasama kepada semua negara. Interdependent nya Indonesia hanya dibatasi oleh negara yang menganut kolonialisme dan imperialisme.

 
Bung Karno menasehati Bang Indonesia, andikan Bang Indonesia saling bergantung atau interdependent dengan kaum penganut kolonialisme maka Bang Indonesia akan kembali pada tahap awal kedewasaan, tahap dependence. Kembali di jajah secara tidak sadar 
 
Kaum kolonialisme erat kaitannya dengan kapitalisme yakni suatu sistem ekonomi yang dikelola oleh sekelompok kecil pemilik modal yang tujuannya adalah memaksimalkan keuntungan. Tak segan-segannya para kaum kapitalis mengeksploitasi orang lain. Bukannya simbiosis mutualisme saling menguntungkan yang terjadi, tapi simbiosis parasitisme.
 
Bung Karno menilai kemiskinan yang diderita Bang Indonesia dilatarbelakangi oleh sistem kapitalisme. Kolonialisme adalah anak dari kapitalisme, dan kolonialisme melahirkan imperialisme. Karena nya, Bung Karno lagi-lagi menasehati Bang Indonesia untuk semakin tumbuh dewasa dengan menghadapi kapitalisme.
 
Berkah selalu
N Kuswandi

Monday, August 11, 2014

Kemenangan Idul Fitri nya Ular - Ayam - Ulat

 

Kemenangan Idul Fitri memang relatif. Kalau di artikel Kemenangan Idul Fitri nilai relatif itu ditentukan dengan cerita saya tentang Anjing dan Belalang, di artikel ini hewan yang akan kita jadikan pelajaran adalah Ular - Ayam - Ulat.
 
Ketiga hewan tadi kalau diamati sebenarnya juga melakukan puasa. Dan kemenangan yang mereka dapatkan pun berbeda-beda. Hewan pertama adalah Ular. Puasa yang dilakukan Ular dilakukan saat Ular sedang mengganti kulit. Kemenangan puasa seekor Ular ditandai dengan semakin kuat nya racun yang dimiliki.
 
Kemenangan Ular adalah pertanda kemenangan keburukan. Setelah orang berpuasa, bukannya bertambah baik, keburukannya menutupi hati nurani nya. Dalam psikologi, orang-orang seperti ini menggunakan lapisan kepribadian paling dasar. Freud menyebutnya dengan Das Es.
 
Lapisan ini berada dalam lapisan ketidaksaran manusia. Wujudnya berupa kekuatan hidup yang berbentuk instink atau biasanya dikaitkan dengan nafsu hewaniah. Tujuan dari lapisan kepribadian Das Es ini hanya satu saja, yaitu mendapatkan kepuasan atau prinsip kepuasan (pleaure principle).
 
Simbol kemenangan puasa kedua, disimbolkan dengan Ayam. Puasa nya Ayam dilakukan saat mengerami telur nya. Selama 21 hari, Ayam berpuasa tidak makan dan minum sama sekali agar telur-telurnya selalu hangat dan anak nya pun lahir dengan selamat.
 
Setelah telur-telurnya lahir, Ayam pun menyelesaikan puasanya. Menariknya setelah puasanya selesai, Ayam kembali kebiasaan nya semula. Jika pada awalnya Ayam mencari makan di comberan, kembalilah lagi Sang Ayam ke comberan tersebut. Kemenangannya ditandai dengan hasil yang diperoleh.
 
Freud menyebut orang-orang seperti ini sebagai orang-orang yang didominasi aspek kepribadian Das Ich atau Ego. Lapisan kepribadian ini berfungsi menjaga keseimbangan antara dorongan Das Es dan dorongan dari lapisan teratas (Das Uber Ich). Orang-orang yang didominasi lapisan kepribadian ini terkesan menjadi manusia-manusia rasional yang berfokus pada hasil yang didapat.
 
Dan hewan terakhir yang menggambarkan kemenangan puasa adalah Ulat. Momen puasa yang dialami Ulat terjadi saat perubahan menjadi kepompong. Dan setelah puasa itu berakhir, Kepompong pun bertransformasi menjadi Kupu-Kupu. Dari seekor Ulat yang menjadi musuh petani, menjadi Kupu-Kupu yang membantu para Petani. Dari seekor Ulat yang dimusuhi para Wanita yang geli melihat tubuhnya. Menjadi Kupu-Kupu yang diburu para Wanita untuk dinikmati keindahannya.
 
Orang-orang seperti ini telah menemukan kemenangan sejati nya dalam Idul Fitri. Freud menyebutnya sebagai orang-orang yang didominasi lapisan kepribadian paling atas, Das Ueber Ich atau Super Ego. Lapisan ini adalah lapisan yang paling mulia, aspek moral yang menentukan benar atau salah, pantas atau tidak.
 
Dan kemenangan Anda bisa disimbolkan dengan apa? Apakah Anda lebih suka disebut Ular atau Ayam atau Kupu-Kupu?
 
Hu Allah Hu A'lam
 
Berkah selalu
N Kuswandi

Sunday, August 3, 2014

Kemenangan Idul Fitri ?


Setelah satu bulan berpuasa mempertebal character terbaik, saat nya merayakan kemenangan. Hampir semua umat Islam di Indonesia merayakan kemenangan itu di tanggal 29 Juli 2014. Menariknya kemenangan itu bisa dimaknai banyak hal bagi setiap orang. Kemenangan bagi satu orang menjadi kekalahan bagi ornag lain dan sebaliknya.
 
Kisah lomba loncat antara Anjing dan Belalang bisa menggambarkan persepsi kita akan kemenangan. Terkisahlah di sebuah hutan, hiduplah seekor Anjing yang sangat gagah. Kelebihannya adalah mampu melompat tinggi dan jauh. Setiap hari Sang Anjing melakukan kegiatan yang sangat disukainya, mengajak para hewan berlomba melompat.
 
Suatu hari bertemulah Sang Anjing dengan Belalang. Seperti biasa, Sang Anjing pun mengajak Sang Belalang bertanding meloncat. "Aku menantangmu untuk bertanding melompat, siapakah yang paling tinggi diantara kita” kata Sang Anjing. Melihat nada sombong dari ajakan Sang Anjing, Belalang pun akhirnya mengiyakan tantangan Sang Anjing untuk memberi pelajaran pada Sang Anjing.
 
Sang Anjing kemudian menunjukan tempat bertanding, “Di depan sana ada pagar yang tinggi. Mari kita bertanding, siapa pun yang bisa melompati pagar tersebut, dia adalah pemenangnya". Keduanya lalu berbarengan menuju ke pagar tersebut. Anjing mendapat kesempatan pertama, Sang Anjing berlari dengan kencang, melompat, dan berhasil melompati pagar yang setinggi orang dewasa tersebut tersebut.
 
Belalang kemudian mendapat giliran kedua melompati pagar. Dengan sekuat tenaga belalang tersebut melompat. Ternyata kekuatan lompatannya hanya mencapai tiga perempat tinggi pagar tersebut. Belalang pun terjatuh kembali ke tempat semula. Tidak berputus asa dengan percobaan pertama, Belalang mencoba lagi, namun ternyata gagal pula.
 
Si anjing lalu menghampiri belalang dan sambil tertawa berkata ,”Nah belalang, kamu kalah, akulah pemenangnya, aku lah juara lompat di hutan ini”. Belalang pun menjawab, “Tantangan pertama tadi kamu yang menentukan. Perlombaan ke dua ini, saya yang akan menentukan tantangannya. Beranikah gak kamu ?” Merasa sudah diatas angin, Sang Anjing menjawab "Apapun tantangan nya, aku siap”. Belalang kemudian memberikan tantangannya, “Tantangan kedua ini sederhana. Kita berlomba melompat di tempat. Pemenangnya akan diukur bukan dari seberapa tinggi melompat, tapi diukur dari berapa kali tinggi tubuhnya”.
 
Pertandingan pun dimulai. Anjing kembali yang mencoba pertama kali. Setelah Anjing meloncat, Belalang mengukur tinggi loncatannya. Ternyata Anjing berhasil melompat setinggi empat kali tinggi tubuhnya. Sang Belalang kemudian bersiap-siap meloncat. Lompatan belalang hanya setinggi setengah dari lompatan anjing, namun ketinggian lompatan tersebut ternyata setara dengan empat puluh kali tinggi tubuhnya. Dan belalang pun menjadi pemenang untuk lomba yang kedua ini.
 
Dengan kerendahan hati, kali ini anjing menghampiri belalang dengan rasa kagum. “Hebat kamu Belalang. Kamu menjadi pemenang untuk perlombaan kedua ini. Tapi pemenangnya belum ada. Kita masih perlu mengadakan lomba ketiga”, kata si anjing. “Tidak perlu”, jawab si belalang. “Karena pada dasarnya pemenang dari setiap perlombaan yang kita adakan adalah mereka yang menentukan standard perlombaannya. Pada saat lomba pertama kamu yang menentukan standard perlombaannya dan kamu yang menang. Demikian pula lomba kedua saya yang menentukan, saya pula yang menang.
 
Hikmah dari cerita tersebut adalah kemenangan bukan ditentukan oleh standart orang lain. Standar kemenangan kita ditentukan oleh diri kita sendiri. Pertanyaannya adalah apa standar kemenangan Anda di puasa tahun ini dan seberapa Anda memenangkan standart Anda? Apakah Anda benar-benar layak merayakan kemenangan Idul Fitri ini atau sebenarnya Anda sedang merayakan kemenangan orang lain?
 
Hu Allahu A'lam
Berkah selalu
N Kuswandi