Setelah satu bulan berpuasa mempertebal character terbaik, saat nya merayakan kemenangan. Hampir semua umat Islam di Indonesia merayakan kemenangan itu di tanggal 29 Juli 2014. Menariknya kemenangan itu bisa dimaknai banyak hal bagi setiap orang. Kemenangan bagi satu orang menjadi kekalahan bagi ornag lain dan sebaliknya.
Kisah lomba loncat antara Anjing dan Belalang bisa menggambarkan persepsi kita akan kemenangan. Terkisahlah di sebuah hutan, hiduplah seekor Anjing yang sangat gagah. Kelebihannya adalah mampu melompat tinggi dan jauh. Setiap hari Sang Anjing melakukan kegiatan yang sangat disukainya, mengajak para hewan berlomba melompat.
Suatu hari bertemulah Sang Anjing dengan Belalang. Seperti biasa, Sang Anjing pun mengajak Sang Belalang bertanding meloncat. "Aku menantangmu untuk bertanding melompat, siapakah yang paling tinggi diantara kita” kata Sang Anjing. Melihat nada sombong dari ajakan Sang Anjing, Belalang pun akhirnya mengiyakan tantangan Sang Anjing untuk memberi pelajaran pada Sang Anjing.
Sang Anjing kemudian menunjukan tempat bertanding, “Di depan sana ada pagar yang tinggi. Mari kita bertanding, siapa pun yang bisa melompati pagar tersebut, dia adalah pemenangnya". Keduanya lalu berbarengan menuju ke pagar tersebut. Anjing mendapat kesempatan pertama, Sang Anjing berlari dengan kencang, melompat, dan berhasil melompati pagar yang setinggi orang dewasa tersebut tersebut.
Belalang kemudian mendapat giliran kedua melompati pagar. Dengan sekuat tenaga belalang tersebut melompat. Ternyata kekuatan lompatannya hanya mencapai tiga perempat tinggi pagar tersebut. Belalang pun terjatuh kembali ke tempat semula. Tidak berputus asa dengan percobaan pertama, Belalang mencoba lagi, namun ternyata gagal pula.
Si anjing lalu menghampiri belalang dan sambil tertawa berkata ,”Nah belalang, kamu kalah, akulah pemenangnya, aku lah juara lompat di hutan ini”. Belalang pun menjawab, “Tantangan pertama tadi kamu yang menentukan. Perlombaan ke dua ini, saya yang akan menentukan tantangannya. Beranikah gak kamu ?” Merasa sudah diatas angin, Sang Anjing menjawab "Apapun tantangan nya, aku siap”. Belalang kemudian memberikan tantangannya, “Tantangan kedua ini sederhana. Kita berlomba melompat di tempat. Pemenangnya akan diukur bukan dari seberapa tinggi melompat, tapi diukur dari berapa kali tinggi tubuhnya”.
Pertandingan pun dimulai. Anjing kembali yang mencoba pertama kali. Setelah Anjing meloncat, Belalang mengukur tinggi loncatannya. Ternyata Anjing berhasil melompat setinggi empat kali tinggi tubuhnya. Sang Belalang kemudian bersiap-siap meloncat. Lompatan belalang hanya setinggi setengah dari lompatan anjing, namun ketinggian lompatan tersebut ternyata setara dengan empat puluh kali tinggi tubuhnya. Dan belalang pun menjadi pemenang untuk lomba yang kedua ini.
Dengan kerendahan hati, kali ini anjing menghampiri belalang dengan rasa kagum. “Hebat kamu Belalang. Kamu menjadi pemenang untuk perlombaan kedua ini. Tapi pemenangnya belum ada. Kita masih perlu mengadakan lomba ketiga”, kata si anjing. “Tidak perlu”, jawab si belalang. “Karena pada dasarnya pemenang dari setiap perlombaan yang kita adakan adalah mereka yang menentukan standard perlombaannya. Pada saat lomba pertama kamu yang menentukan standard perlombaannya dan kamu yang menang. Demikian pula lomba kedua saya yang menentukan, saya pula yang menang.
Hikmah dari cerita tersebut adalah kemenangan bukan ditentukan oleh standart orang lain. Standar kemenangan kita ditentukan oleh diri kita sendiri. Pertanyaannya adalah apa standar kemenangan Anda di puasa tahun ini dan seberapa Anda memenangkan standart Anda? Apakah Anda benar-benar layak merayakan kemenangan Idul Fitri ini atau sebenarnya Anda sedang merayakan kemenangan orang lain?
Hu Allahu A'lam
Berkah selalu
N Kuswandi
No comments:
Post a Comment