Saturday, May 31, 2014

Harga Seorang Customer


Dua kekuatan yang dimiliki customer, yaitu pulling value dan potential value, sangat memungkinkan customer yang Anda miliki semakin bertambah dari waktu ke waktu atau malah membuat Anda semakin kehilangan customer dari waktu kewaktu. Dan secara umum untuk memperoleh keuntungan salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan memperbanyak customer yang membeli produk yang Anda jual. Artinya dengan memanfaat kan kekuatan pulling value dan potential value, Anda memiliki peluang untuk menambah jumlah customer dari waktu ke waktu. Dan satu-satu nya cara agar pulling value dan potential value tadi berdampak positif penambahan customer dari waktu-ke waktu, hanya ada satu cara yaitu dengan memberikan service excellence

Dalam memberikan service excellence, menurut Anda manakah diantara customer berikut yang membutuhkan usaha paling besar untuk memberikan service excellence?
a. Mempertahankan customer lama
b. Memperoleh customer baru
c. Mendatangkan customer lama yang sudah pergi

Jika jawaban Anda adalah C, Anda menjawab dengan tepat. Memang mendatangkan customer lama yang sudah pergi membutuhkan effort yang sangat besar. Sebuah penelitian menunjukan, mendatangkan customer lama yang sudah pergi membutuhkan effort 12 kali lebih besar dibandingkan dengan mempertahankan customer lama. Sedangkan memperoleh customer baru hanya membutuhkan effort 5 kali lebih besar dibanding mempertahankan customer lama
 
Customer yang pergi bisa diidentifikasikan sebagai customer yang kecewa dengan product atau jasa kita, mereka sudah tidak percaya dengan product ataupun jasa kita. Berbicara tentang kepercayaan, Warren Bufet orang terkaya no 1 di dunia tahun 2008 versi majalah Forbes, pernah berkata "Kepercayaan seperti udara, orang baru tersadar saat kepercayaan itu hilang".  Saat kita masih bisa bernafas, kita tidak menyadari kalau ada udara disekitar kita. Namun, saat kita mulai sudah bernafas karena udara yang semakin menipis, kita baru sadar kalau ternyata ada udara disekitar kita. Artinya saat kita dipercaya oleh customer kita, bisa jadi kita tidak sadar sedang dipercaya, namun saat kepercayaan itu hilang, kita baru merasakan effect nya.
 
Memperoleh customer baru bisa jadi bisa dilakukan dengan menumbuhkan kepercayaan mereka terhadap product dan jasa kita melalui iklan. Namun, mengembalikan customer lama yang sudah pergi tidak bisa dilakukan hanya dengan iklan. Customer yang pergi laksana kayu yang tertancap paku. Agar kayu tersebut mulus kembali, butuh usaha untuk mencabut paku nya. Namun tentu saja bekas paku itu masih nampak. Dan kita masih butuh effort lebih lagi agar kayu itu kembali mulus, bisa jadi diplamir, walaupun hasilnya tetap saja tidak seperti kayu aslinya.
 
Bandingkan dengan memperoleh customer baru. Memperoleh customer baru seperti mencari kayu baru. Memang butuh usaha untuk menemukan dimana kayu tersebut, namun dengan teknologi yang ada sekarang, hal itu semakin mudah. Tinggal iklan kan di media massa dan ada perantara yang mengantarkan dimana Anda bisa membeli kayu yang bagus.
 
Bagaimana dengan mempertahankan customer lama? Ini lebih mudah dari pada mendapatkan customer baru atau mengembalikan customer lama yang sudah pergi. Pepatah "Mencegah lebih baik dari pada mengobati" bisa jadi menjelaskan kenapa mempertahankan customer lama hanya membutuhkan usaha lebih kecil dari mendapatkan customer baru atau mengembalikan customer lama yang sudah pergi. Mencegah penyakit jantung itu hanya membutuhkan tidak mengkonsumsi kolesterol dan rajin berolahraga. Bandingkan dengan mengembalikan kesehatan jantung yang sudah sakit? Walaupun sudah operasi jantung, bisa jadi masih terasa bekas operasinya, masih terasa kalau jantung yang digunakan bukan jantung asli.
 
Berkah selalu
N Kuswandi 

Sunday, May 25, 2014

Irrational Price

 
Dua kekuatan yang dimiliki customer, yaitu pulling value dan potential value, sangat memungkinkan customer yang Anda miliki semakin bertambah dari waktu ke waktu atau malah membuat Anda semakin kehilangan customer dari waktu kewaktu. Dan secara umum untuk memperoleh keuntungan salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan memperbanyak customer yang membeli produk yang Anda jual. Artinya dengan memanfaat kan kekuatan pulling value dan potential value, Anda memiliki peluang untuk menambah jumlah customer dari waktu ke waktu. Dan satu-satu nya cara agar pulling value dan potential value tadi berdampak positif penambahan customer dari waktu-ke waktu, hanya ada satu cara yaitu dengan memberikan service excellence.
 
Selain menambah jumlah customer yang membeli produk yang Anda jual, untuk memperoleh keuntungan juga bisa dilakukan dengan menjual produk Anda dengan harga yang mahal. Namun, menjual produk dengan harga yang mahal tentunya bukan hal yang mudah. “Kenapa harus membeli produk yang mahal, jika ada produk yang sama dengan kualitas yang sama?” begitu mungkin pikiran sebagian orang. Menariknya, ternyata dengan service excellence, Anda bisa menjual produk yang sama dengan competitor dengan harga yang dua kali, tiga kali atau bahkan tujuh kali lebih mahal.

 
Coba perhatikan harga Coca-Cola di warung seberang rumah Anda. Berapa harga Coca-Cola di warung sebelah Anda? Rata-rata Coca-Cola di warung sebelah rumah Anda dijual dengan harga Rp 4.500,-. Sekarang coba bandingkan dengan harga Coca-Cola di terminal bus. Berapa harga Coca-Cola di terminal bus? Rata-rata Coca-Cola di terminal dijual lebih mahal daripada Coca-Cola yang dijual di warung sebelah rumah Anda, Betul? Jika di warung sebelah rumah Anda, Coca-Cola dijual dengan harga Rp 4.500,- maka di terminal bus Coca-Cola dijual dengan harga Rp 6.500,-.

 
Bandingkan lagi dengan harga Coca-Cola yang dijual di tempat-tempat wisata. Rata-rata harga Coca-Cola yang dijual di tempat-tempat wisata lebih mahal dari pada yang dijual di terminal bus. Jika di warung sebelah rumah Anda, Coca-Cola dijual dengan harga Rp 4.500,-, di terminal bus dijual dengan harga Rp 6.000,-, maka di Coca-Cola dijual Rp 9.500,- di tempat-tempat wisata. Dan coba bandingkan lagi harga Coca-Cola di café-cafe. Ternyata dengan ukuran yang sama, dibuat di pabrik yang sama, dibuat pada tanggal yang sama, namun harga Coca-Cola di cafe lebih mahal dari pada di warung sebelah rumah Anda, di terminal, maupun di tempat-tempat wisata. Rata-rata Coca-Cola di jual di café dengan harga Rp 12.000,-.

 
Belum seberapa, coba bandingkan lagi harga Coca-Cola dengan ukuran yang sama, namun dijual di hotel bintang lima. Anda punya kesempatan menginap di hotel bintang lima di Jakarta. Anda mendekati resepsionis untuk melakukan check in. Resepsionis pun menjawab, “boleh pinjam KTP nya pak. Sambil menunggu kamar disiapkan, silahkan menunggu di sana pak”. Anda pun menuju tempat yang ditunjukan resepsionis. Anda kemudian duduk di sofa yang saking empuknya menenggelamkan Anda. Dingin nya AC semakin membuat nyaman duduk Anda. Apa lagi lantunan live music yang memanjakan telinga Anda. Di tambah lagi ada seorang pelayan hotel berparas cantik yang menggunakan rok panjang dengan belahan yang juga panjang mendekati Anda. Pelayan tadi pun menyapa Anda, “mau minum apa pak?” Anda pun menjadi gengsi dan mengambil daftar menu yang dibawa pelayan. Anda melihat dari semua daftar menu yang disodorkan, minuman yang paling murah adalah Coca-Cola dengan harga Rp 35.000,-. Anda pun akhirnya memesan minuman paling murah tadi, Coca-Cola dengan harga Rp 35.000,-. Sambil tersenyum, pelayan tadi menuliskan pesanan Anda.  

 
Kemudian si Pelayan kembali ke dapur untuk mengambil kan pesanan Anda. Selang beberapa menit, pelayan tadi datang lagi sambil membawakan pesanan Anda. Spesialnya si Pelayan membawakan pesanan Anda, Coca-Cola dengan menggunakan nampan, disertai dengan gelas yang berisi es, yang diberi sedotan dan dihiasi potongan kecil jeruk. Diserahkan pesanan Anda dengan senyuman, dan dipersilahkan Anda untuk meminum pesanan Anda. Dan sambil bergaya, Anda menungkan Coca-Cola ke dalam gelas, dan meminum Coca-Cola tadi sedikit-sedikit.

 
Coba perhatikan lagi harga Coca-Cola yang di jual di beberapa tempat yang berbeda:
Warung                           Rp 4.500,-
Terminal Bus                  Rp 6.500,- (1,45 X dibanding harga Warung)
Tempat Wisata               Rp 9.500,- (2.11 X dibanding harga Warung)
Cafe                                Rp 12.000,- (2,67 X dibanding harga Warung)
Hotel Bintang Lima         Rp 35.000,- (7,78 X dibanding harga Warung)

 
Dengan rasa yang sama, merk yang sama, ukuran yang sama, namun beda harga. Apa yang membuat harga Coca-Coca di hotel bintang lima 7,78 x lebih mahal dibanding harga di warung? Karena, Anda membeli produk seharga Rp 4.500,- dan membeli service yang berupa sofa, AC, live music, pelayan cantik dengan belahan rok panjang, dan nampan, sedotan, gelas, dan potongan jeruk kecil dengan harga Rp 30.500,-. Menariknya jika dibandingkan, harga service excellence ternyata lebih mahal dari pada harga produk. Artinya dengan memberikan service excellence, Anda dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar.

 
Harga service yang lebih mahal daripada harga produk, inilah yang dikenal dengan hukum “Irrational Price”. Harga produk yang sama, dihargai lebih mahal, karena customer sudah diambil hati nya. Sehingga customer tidak lagi membeli barang secara logis, namun customer membeli produk yang Anda jual dengan menggunakan hati nya. Customer tidak lagi membeli produk, namun juga membeli service yang diberikan.

 
Yuk coba kita lihat lagi produk yang dijual mahal karena service excellence. Coba perhatikan harga per KM taxi Blue Bird dan bandingkan dengan taxsi Express. Blue Bird dan Express menggunakan jenis mobil yang sama, Toyota Vios. Namun, bukan rahasia lagi, kalau Blue Bird memiliki kelebihan service excellence dibandingkan dengan taxsi-taxsi lain. Blue Bird memberikan jaminan, barang yang tertinggal di taxsi tidak akan hilang. Sopir Blue Bird juga terkenal tidak akan mempermainkan penumpang, langsung ke tempat tujuan, tidak diputer-puterin ke lokasi lain. Dan karena service yang diberikan ini, Blue Bird menjual jasa nya lebih mahal dari pada Express. Coba bandingkan, tariff buka pintu Taxsi Blue Bird Group sebesar Rp 7.000, sedangkan Express hanya Rp 6.000,-. Taxsi Blue Bird menetapkan harga Rp 3.600,- per kilo meter. Sementara tarif Taxsi Express hanya Rp 3.000,- per kilometer.

 
Blue Bird juga memberikan service tambahan dengan Taxsi Silver Bird. Customer dimanjakan dengan jenis kendaraan yang berbeda dengan Blue Bird. Jika Taxsi Blue Bird menggunakan mobil Toyota Vios, Silver Bird memanjakan customer nya dengan Mercy. Dan seperti hukum irrational price, semakin customer terambil hati nya dengan service yang diberikan, akan memberikan irrational price, customer membayar lebih mahal dari harga produk nya. Dengan menggunakan Taxsi Silver Bird, Anda harus membayar Rp 5.000,- per kilometer. Bandingkan dengan angkot, dengan jarak 15 KM, Anda membayar Rp 3.000,-. Sedangkan dengan Silver Bird, minimum pay yang harus Anda bayar adalah Rp 50.000,-. Angkot vs Silver Bird, 1 : 16,67

 
Berkah Selalu
N Kuswandi

Thursday, May 22, 2014

Pulling Value dan Potential Value




Seaneh dan menyebalkan apapun customer, ingatlah mereka yang menentukan seberapa banyak gaji kita. Artinya jangan pernah menyepelekan siapapun customer Anda, bisa jadi orang yang datang kepada Anda saat ini hanya office boy yang sedang minta bantuan Anda. Atau bisa jadi, Anda sering bertemu dengan customer yang senang bertanya tanpa membeli. Atau Anda memiliki pengalaman bertemu dengan customer yang Anda yakin tidak mampu membeli produk yang Anda jual. Tapi ingat mereka adalah customer yang menggaji Anda.
Seorang office boy yang sedang minta bantuan kepada Anda, bisa jadi adalah orang kepercayaan direktur Anda. Apa yang terjadi saat office boy menjadi customer Anda dengan meminta jasa Anda mengambilkan gelas yang mau di cuci, kemudian Anda menyerahkan gelas dengan wajah yang tidak enak dilihat, menyodorkan gelas dengan kasar, dan seakan meremehkan si office boy tadi. Dan sebagai customer, office boy tadi kemudia bercerita kepada office boy-office boy lain tentang perlakuaan Anda. Office boy lain pun berantipati saat Anda meminta service kepada office boy lain. Saat Anda meminta office boy dibuatkan kopi manis, karena semua office boy sudah berantipati, kopi yang dibuat pun terlalu manis ataupun terlalu pahit.
Dan cerita tentang cara Anda memperlakukan office boy tadi tidak hanya sampai di antara para office boy. Ternyata office boy yang Anda perlakukan dengan tidak baik tadi adalah orang kepercayaan direktur Anda. Pada awalnya, sang Direktur mempunyai rencana ingin mempromosikan Anda ke posisi yang lebih tinggi. Namun, setelah mendengar cerita si office boy, sang Direktur berfikir lain. “Kalau dengan orang yang dibawah nya saja, Anda memperlakukan dengan tidak baik. Apalagi dengan anggota team nya, bisa jadi Anda dan team akan selalu konflik” begitu sang Direktur menganalisa. Dan yang terjadi berikutnya, hilanglah kesempatan Anda dipromosi.
 
Atau suatu ketika, saya sedang mengisi seminar “Recruitment and Selection” di sebuah universitas di Semarang. Saya memiliki prinsip, no seminar fee untuk mengisi seminar kepada para mahasiswa. Walaupun no seminar fee, tentunya saya sebagai penyedia jasa tetap professional dengan memberikan service excellence kepada customer (panitia seminar dan peserta seminar). Setelah seminar selesai, saya yakin para peserta seminar terpuaskan dengan knowledge dan skill baru tentang recruitment dan selection, yang dibuktikan dengan testimony para peserta.
 
Seminggu setelah seminar, saya dihubungi oleh manager HRD sebuah perusahaan terkemuka di Semarang. Manager tadi menginginkan materi recruitment and selection seperti yang saya sampaikan di seminar untuk anggota team nya yang sering melakukan recruitment and selection. Saya penasaran, dari mana manager HRD tersebut tahu no HP saya dan kegiatan saya mengisi seminar recruitment and selection di salah satu universitas Semarang. “Mohon maaf pak, dari mana bapak tahu saya mengisi seminar recruitment and selection, dan tahu kontak saya ya?” begitu pertanyaan saya. Ternyata sang manager HRD tadi memiliki seorang anak yang mengikuti seminar yang saya isi. Sang Anak bercerita kepada orang tuanya, betapa menyenangkan dan dapat menchas otak dengan pengetahuan dan skill baru saat mengikuti seminar saya.
 
Apa jadinya jika saat saya mendelivery seminar yang no fee dilakukan dengan tidak professional, hanya asal-asalan mendelivery seminar? Kesempatan untuk mendelivery seminar di perusahaan dengan fee yang lumayan bisa hilang. Sehingga jangan sampai mengecewakan customer, karena mereka memiliki kekuatan pulling value. Seperti namanya “pulling” yang berarti “menarik”, customer memiliki kekuatan untuk menarik orang lain untuk menjadi customer Anda berikutnya atau pun mencegah orang lain untuk menjadi customer kita. Tentunya dengan memberikan service yang excellence, customer yang puas akan menarik atau mengajak customer lain untuk menggunakan produk Anda. Sebaliknya, dengan memberikan service yang buruk juga akan menarik atau mengajak customer lain untuk tidak menggunakan produk Anda.
 
Pulling value seringkali dikenal dengan istilah MLM-Marketing Lewat Mulut. Walaupun kesannya tidak elit, namun jangan menyepelekan model marketing ini. Di tahun 2013, majalah Continuous Improvement melakukan survey kepada customer yang menggunakan brand tertentu dan menemukan 48% customer menghindari brand karena cerita buruk orang lain.
 
Selain memiliki kekuatan pulling value, customer juga memiliki potential value. Setiap orang berpotensi untuk membeli produk yang kita jual. Semahal apapun produk yang kita jual, bahkan orang yang saat ini tidak memiliki apa-apa berpotensi membeli produk yang dijual. Potensi yang dimiliki bisa berarti potensi saat ini dan potensi yang akan datang. Maksudnya, bisa jadi saat ini customer Anda memiliki bisa jadi memiliki sumber daya untuk membeli produk yang kita jual. Dan di saat ini customer Anda berpotensi bisa membeli produk yang Anda jual. Atau bisa jadi saat ini customer Anda tidak memiliki sumber daya untuk membeli produk Anda. Namun, sebenarnya customer ini di masa depan berpotensi untuk memiliki sumber daya yang bisa digunakan untuk membeli produk Anda.
 
Dengan menyepelekan customer yang dianggap tidak memiliki potential value bisa berakibat hilang nya customer. Suatu hari, teman saya yang berprofesi sebagai seorang sales mobil, menemui saya dan bercerita. Saat mengadakan pameran mobil di sebuah mall di Jakarta, ada satu orang bapak yang datang ke pameran mobil dan menemui teman saya. Dia bertanya mulai dari harga mobil yang dijual, spek mobil, buy back mobil, harga spare part, dan masih banyak lagi. Berhubung bapak ini memakai kaos oblong, sandal jepit dan wajahnya kelihatan kampungan banget, teman saya menjawab semua pertanyaan si Bapak dengan asal-asalan saja. Teman saya berasumsi, pasti bapak ini tidak akan mampu membeli mobil yang sedang dipamerkan.
 
Merasa tidak dipedulikan dan diservice dengan baik, si Bapak meninggalkan teman saya dan melihat stand sebuah bank di sebelah tempat pameran mobil. “Pasti bapak ini mau ngambil hutang” begitu pikiran teman saya. Bener juga, bapak tadi mengajukan pembuatan kartu kredit. Customer service stand bank tadi menanyakan berapa penghasilan bapak tadi sebulan. Teman saya curi-curi dengar, bapak tadi mengaku punya penghasilan Rp 18 juta sebulan. Menyesalah teman saya, “jika pendapatan si Bapak Rp 18 juta sebulan, berarti sebenarnya si bapak memiliki potensi sumber daya untuk membeli produk mobil yang gue tawarkan. Apes deh, tadi gue ogah-ogahan melayani si Bapak. Hilang bonus gue”.
 
Sadar dengan kekuatan potential value dari customer yang walaupun saat ini belum memiliki potensi sumber daya untuk membeli produk yang saya jual lah, yang menyebabkan saya memberikan free seminar pada mahasiwa. Benar sekarang mereka belum memiliki sumber daya untuk membeli product yang saya jual, namun belum tentu llima tahun dari sekarang. Bisa jadi setelah mereka lulus kuliah, mereka mendirikan perusahaan sendiri dan menjadi besar. Dan karena terkesan dengan seminar yang saya bawakan saat mereka kuliah dulu, akhirnya mereka membeli produk saya. Mereka meminta saya untuk mengisi training di perusahaan yang mereka dirikan.
 
Salah satu customer yang saya dapat dari kekuatan potential value berasal dari cabang perusahaan food and baverage nasional yang berkedudukan di Semarang. HR perusahaan itu adalah mahasiswa yang sering mengikuti seminar dan training saya di tempat kuliah nya terdahulu. Dan saat dia membutuhkan trainer untuk acara gathering perusahaannya, orang pertama yang dihubungi adalah saya.
 
Kekuatan potential value ini juga bekerja di tempat kerja Anda. Bisa jadi karier salah satu rekan Anda yang terhambat dikarenakan kekuatan potential value ini. Coba tanya rekan Anda yang terhambat karirnya, pernah kah saat bekerja mengecewakan customer nya yang bisa jadi adalah atasan langsung atau tidak langsung nya. Karena customer nya kecewa, akhirnya customer (atasan langsung ataupun tidak langsung) yang memiliki potential sumber daya untuk mempromosikan rekan Anda tidak jadi memberi promosi.
 
Atau bisa jadi rekan kerja Anda yang terhambat karir nya, tidak memberikan service excellence pada sesama anggota team nya. Saat itu, tentunya sebagai rekan sekerja dengan level yang sama tidak memiliki potensi sumber daya untuk membeli produk rekan kerja Anda. Dikemudian hari ternyata, rekan kerja satu team nya dipromosi menjadi atasan langsung rekan kerja Anda. Artinya sekarang atasan langsung nya memiliki potensi sumber daya untuk membeli produk rekan kerja Anda. Namun berhubung atasan langsung nya memiliki pengalaman buruk service excellence dari rekan kerja Anda, atasan langsung tersebut tidak jadi membeli produk rekan kerja Anda (tidak mempromosikan rekan kerja Anda).
 
Dengan kekuatan potential value yang dimiliki customer menunjukan semua orang berpeluang menjadi customer yang akan membeli produk yang Anda tawarkan. Dengan mengabaikan customer berarti hilang pula peluang produk Anda dibeli customer. Dan dengan menyepelekan kekuatan pulling value yang dimiliki customer bisa berakibat hilang nya customer lain. Sebaliknya dengan kekuatan pulling value, Anda akan mendapatkan banyak customer-customer baru karena customer yang puas dengan service Anda, merekomendasikan produk Anda kepada orang lain.
 
 
Berkah selalu
N Kuswandi

Friday, May 16, 2014

I Do It For Me

 
“Service excellence itu merepotkan, sudah harus mengerjakan pekerjaan yang menumpuk masih harus ditambahi beban memberikan service excellence kepada customer? Mereka kan yang butuh dengan produk kita, mereka yang butuh barang dan jasa saya. Harus nya yang butuh dong yang baik-baikin yang punya barang”.
 
Kadang kala pola pikir seperti ini tiba-tiba muncul saat kita akan memberikan service kepada customer kita. Apalagi saat emosi kita sedang labil karena ada masalah, dan perasaan capek. Padahal kalau dilihat lagi, sebenarnya service yang diberikan kepada customer akan berdampak pada diri Anda sendiri.
 
Yuk coba kita renungkan, pertanyaan intropektif berikut :
  1. Saat Anda melakukan service excellence, apa harapan Anda? Tentunya kita menginginkan customer puas dengan pelayanan yang kita berikan
  2. Setelah customer puas, apa yang akan mereka lakukan? Bisa jadi customer akan kembali memberi produk dari kita lagi atau merekomendasikan orang lain untuk membeli produk dari kita
  3. Saat customer membeli produk lagi atau merekomendasikan produk kita ke orang lain, apa yang akan di dapat oleh perusahaan? Tentunya perusahaan akan untung dong
  4. Apa efeknya saat perusahaan untung? Gaji tahunan kita akan naik, benefit atau kesejahteraan kita akan naik, bonus bisa jadi dibagikan berkali-kali lipat
Dari keempat pertanyaan diatas, customer puas - customer kembali membeli produk – perusahaan untung – pendapatan kita naik, jika kita perhatikan saat memberikan service excellence kepada customer, sebenarnya yang diuntungkan tidak hanya customer, tidak hanya perusahaan, namun sebenarnya Anda sedang membuat keuntungan bagi diri Anda sendiri. Karena sesunggunya, customer lah yang menggaji Anda, perusahaan hanya menyampaikan titipan uang customer kepada Anda.
Namun, seringkali memberikan service excellence itu terasa berat dilakukan. Hal ini dikarenakan salah penempatan focus dalam memberikan service. Dan tentunya salah menempatkan focus bisa jadi salah merespon. Orang-orang yang memberikan service dan hanya berfokus pada kolom pertama, customer puas bisa pikiran dan bahasa tubuhnya merespon, “ngapain saya memuaskan pelanggan, toh tidak ada untung nya bagi saya”. Atau orang-orang yang hanya terfokus pada kolom kedua, bisa jadi pikiran dan bahasa tubuhnya merespon, “ah mending gak usah muasin pelanggan deh, nanti kalau pelanggan nya puas, datang lagi, beli lagi. Ngerepoti saja”. Dan saat focus kita hanya pada pertanyaan ke tiga bisa jadi respon kita, “perusahaan untung, tapi saya yang capek. Enakan perusahaan nya dong”.
Namun, saat kita berfokus pada kolom yang menarik bagi Anda, kolom no empat maka yang terjadi Anda akan terasa lebih ringan melakukan service excellence. Karena Anda sadar, untuk mendapatkan kenikmatan hidup (gaji naik, benefit naik, bonus naik) maka mau tidak mau Anda harus melakukan service excellence.
Agar semakin tertanam dalam hati dan pikiran kita keuntungan pribadi yang Anda dapat dari melakukan service ingatlah sebuah kata berikut “I do it for me”. Saya memberika service excellence sebenarnya untuk keuntungan diri saya sendiri. Sehingga, kalau Anda melayani customer ingatlah seberapapun menyebalkan customer Anda, lihatlah wajahnya dan Anda akan melihat wajah nya adalah wajah uang gaji bulanan Anda, wajah nya adalah benefit yang akan Anda terima dan wajah nya adalah bonus yang akan Anda gunakan untuk jalan-jalan ke luar negeri.
Berkah selalu
N Kuswandi

Sunday, May 11, 2014

"Smile to Customer" vs "Customer Smile"

 




Berbicara service excellence pasti tidak lepas dari istilah customer dan service excellence nya sendiri. Yuk kita bahas satu persatu, dari customer terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan service excellence.
Siapa sebenarnya customer yang perlu kita layani dengan excellence. Semakin kita mampu mengidentifikasi customer kita, maka akan semakin mudah bagi kita untuk memberikan service yang excellence. Secara garis besar, customer yang perlu dilayani dengan excellence memiliki tiga ciri berikut :


ü  Orang yang berada pada next proses pekerjaan
Semua organisasi pasti memiliki proses kerja. Secara sederhana proses kerja dapat diartikan sebagai, serangkaian tahap sebuah pekerjaan dimulai dan diakhiri. Dan sebagai bagian dari organisasi pasti Anda juga terlibat dalam proses kerja tersebut.
Sebagai contoh perusahaan tempe akan memiliki proses kerja :
 
Kalau melihat proses kerja perusahaan tempe tersebut maka customer Team Pembersihan adalah team produksi. Dan customer Team Produksi adalah Team Marketing, dan customer Team Marketing adalah para pembeli dan Team Finance. Dan customer team finance adalah Team Pembersihan.
ü  Orang yang membutuhkan hasil kerja kita

Selain orang orang-orang di next proses Anda, bisa jadi customer yang Anda miliki adalah orang-orang dalam berada pada proses yang sama. Bisa jadi orang-orang ini secara jabatan selevel dengan Anda, job des nya pun sama dengan Anda. Namun, orang-orang ini membutuhkan hasil kerja Anda untuk menyempurnakan hasil kerja nya.

Contohnya rekan kerja Anda mengajak berdiskusi masalah yang sedang mengganggu kinerjanya. Maka sebenarnya Anda sedang berperan sebagai penyedia produk jasa dan rekan kerja Anda adalah customer yang perlu Anda puaskan.

ü  Orang yang mempercayai, Anda dapat bekerja dengan baik

Definisi customer pertama dan kedua sangat jelas dan mudah diidentifikasi, dan sebenarnya ada satu lagi customer yang Anda miliki, namun kadang kala terlepas dari perhatian kita. Customer ini memiliki ciri, orang yang mempercayai Anda dapat bekerja atau berusaha dengan baik.

Saat Anda bertemu dengan orang baru yang belum Anda kenal di jalan, orang ini bukanlah orang yang berada di next process Anda. Dan orang ini juga tidak membutuhkan hasil kerja Anda, apakah orang ini customer? Tentu saja orang ini customer Anda, orang ini mengharapkan dan percaya bahwa Anda orang baik yang akan memperlakukan orang lain dengan baik. Maka orang yang baru saja Anda temui adalah customer, yang butuh produk berupa jasa diperlakukan dengan baik.

Contoh sederhana nya adalah pelayan toko di supermarket. Ada orang yang masuk ke distro nya. Niat awal orang ini hanya windows shopping belaka, apalagi melihat pelayan toko nya cantik-cantik. “Obat awet muda” begitu mungkin dia berkata di dalam hati. Dengan niat nya yang hanya windows shopping tentunya dia bukan lah customer dengan definisi pertama, orang yang berada di next process nya pelayan toko. Atau tentu dia bukanlah customer yang berada di definisi kedua, sebagai orang yang membutuhkan hasil kerja yang baik. Namun, orang ini menjadi customer di definisi ketiga. Orang yang walaupun bertanya nya banyak, ngegobalin pelayan toko nya, namun dia percaya pelayan toko akan memperlakukannya dengan baik. Dan apa yang terjadi berikutnya, dari awal niat yang hanya windows shopping karena didefinisikan sebagai customer, maka dia berpindah dari definisi customer ke dua menjadi customer definisi pertama yang akhirnya membeli barang yang dijual penjual toko.

Dari ketiga definisi di atas semakin jelas bahwa semua orang berperan secara bersamaan sebagai penyedia produk dan customer. Bahkan saat definisi customer tadi Anda dalami, maka sebenarnya semua orang yang Anda temui baik berhubungan langsung dengan proses bisnis Anda maupun orang yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis Anda adalah customer yang perlu Anda service dengan excellence.

Setelah kita mengetahui siapa customer kita, yuk kita definisikan apa yang disebut sebagai Service excellence? Seringkali service excellence didefinisikan sebagai layanan yang diberikan oleh oleh seseorang atau organisasi yang membuat customer senang, ditunjukan dengan kedatangan lagi customer untuk membeli kembali produk yang ditawarkan dan mereferensikan service yang diterimanya pada pihak lain.

Dari definisi tersebut maka bisa disimpulkan ciri service excellence meliputi tiga hal ;
  •   Saat Anda melayani, customer senang
  • Saat customer berpisah dengan Anda, customer punya kesan positif untuk membeli kembali produk
  • Saat customer berpisah dengan Anda, customer punya kesan positif untuk mereferensikan service yang Anda berikan

Dari definisi tadi jelas bahwa service excellence itu bukan hanya urusan “Smile to the Customer”, namun bagaimana membuat “customer smile”. Anggap saja Anda sebagai customer provider telekomunikasi mengeluh tentang pulsa Anda yang sering kali hilang. Anda mendatangi customer service (CS) nya, dan Anda melaporkan keluhan Anda. Perhatikan, saat Anda mengeluh, customer service yang terlatih tadi memberikan senyuman penuh empati kepada Anda. Sampai posisi ini, Anda merasa diperlakukan istimewa sebagai customer. Apakah CS nya sudah melakukan customer excellence. Sampai tahap ini, CS nya sudah berhasil melakukan satu dari tiga ciri customer excellence.

Setelah mendengarkan keluhan Anda, dengan senyuman penuh empati, CS tadi menganalisa masalah Anda. Dan akhirnya CS tadi berkata penuh empati tetap dengan senyumannya yang paling indah, “mohon maaf pak, jika saya lihat di system kami memang beberapa minggu ini, bapak melakukan pemilihan menu premium penggunaan pulsa. Sehingga secara otomatis pulsa bapak tersedot. Ada lagi yang bisa saya bantu pak?” Sebagai customer yang merasa salah menekan menu, Anda kemudian berkata, “sampai kapan pulsa saya akan tersedot mbak?, bisa tidak dibantu menu nya dikembalikan ke normal?” CS nya menanggapi pertanyaan Anda dengan tetap tersenyum, “mohon maaf pak, tidak bisa kami kembalikan ke menu normal. Karena aturannya bagi customer yang sudah memilih paket premium baru bisa dimatikan paketnya seteah penggunaan 1 tahun, dan saya lihat bapak baru menggunakan paket ini selama 1 bulan saja”. Dan akhirnya Anda pulang dengan kecewa karena pulsa Anda terus akan berkurang dan tidak ada yang bisa dilakukan CS tadi untuk membantu Anda.

Yuk lihat lagi cerita di atas, apakah CS nya tidak tersenyum? CS nya selalu tersenyum menjawab semua keluh kesah Anda. Namun, apakah Anda merasa diperlakukan dengan excellence oleh CS tadi? Tentunya tidak, masalah Anda masih tetap ada. Jadi lagi-lagi service excellence bukanlah soal “Smile to the Customer” tapi “Make Customer Smile


Berkah Selalu
N Kuswandi

Thursday, May 1, 2014

We Are Bos & Customer In One Time

Manusia dalam hidupnya memiliki banyak peran. Diantara kita, saat di rumah mungkin berperan sebagai kepala rumah tangga, namun saat di kantor berperan sebagai manager, saat di lingkungan masyarakat berperan sebagai ketua RT. Atau ada juga orang yang di dalam rumah berperan sebagai ibu rumah tangga, di lingkungan masyarakat berperan sebagai ketua PKK, di keluarga besar, Anda berperan sebagai anak. Peran-peran ini semakin bertambah saat Anda mengikuti komunitas tertentu, organisasi tertentu, dan dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, peran sebagai hamba dan peran sebagai khalifah.
Sebanyak apapun peran Anda yang Anda lakukan dalam hidup, bisa dipastikan semua orang akan memiliki dua peran penting, peran sebagai “Customer” dan peran sebagai “Penyedia” jasa maupun penyedia barang.
Mungkin peran Anda dirumah adalah seorang Kepala Rumah Tangga. Jam lima sore, Anda pulang dari tempat kerja. Anda mengetuk pintu, sambil mengucapkan salam “assalamu’alaikum, bukain pintu nya ma”. Istri Anda pun membukakan pintu. Kemudian Anda masuk rumah, menuju sofa favorit Anda sambil menonton tv. Anda merasa kecapean, pundak Anda pegal-pegal, Anda pun berkata “Ma tolong pijitin pundak ayah dong”. Istri Anda yang cantik datang sambil membawakan kopi kesukaan Anda kemudian mulai memijiti pundak Anda yang sedang kecapean.
Saat Anda minta dibukakan pintu, apakah Anda Penyedia Jasa atau Customer? Yes, saat Anda minta dibukakan pintu Anda adalah Customer dari istri Anda. Namun, cerita tentunya tidak berhenti sampai disini. Saat istri Anda sedang memijiti pundak Anda, “Yah enak pijatannya?”. Anda pun menjawab, “enak ma, langsung kerasa baikan”. Mendengar pujian Anda, sang Istri semakin bersemangat memijat pundak Anda. Merasa Anda semakin santai, istri Anda berkata, “Yah, pampers nya anak-anak sudah habis ni. Uang belanjaan juga semakin menepis, bagi uang nya ya”. Dan mau tidak mau, peran Anda sebagai customer tiba-tiba berubah 180 derajat menjadi “Penyedia”. Anda harus menyediakan uang atas permintaan sang Istri.
 
Menariknya, di dunia ini juga ada hukum tarik menarik, saat seseorang menarik hal negative maka akan menghasilkan hasil negative. Dan saat seseorang menarik hal positif maka akan menghasilkan hasil positif. Hukum ini juga berlaku pada proses customer – penyedia. Saat penyedia menarik hal negative maka akan menghasilkan hasil negative, begitu juga sebaliknya.
 
Saat sang Suami yang seketika berubah menjadi “Penyedia” menarik hal negative, maka sang Suami akan menjawab, “duh mama, kemarin sudah dijatah tiap awal bulan, harusnya kan diatur. Ngatur gitu saja gak bisa, Ayah ini sudah capek kerja-kerja, tapi malah uang nya dihambur-hamburkan”. Hal negative menghasilkan hasil negative, dan Sang Istri yang berperan sebagai customer pun akan merespon, “ngasih uang Cuma seuprit, anak mu ngompol terus, mana musim hujan. Mama kerja 24 jam sehari, ayah Cuma 8 jam aja kerja. Ayah belum bangun, mama sudah bangun nyuci baju, ayah kerja, mama dibuntiti anak-anak, gak bisa istirahat, malam-malam masih dibangunin”.
 
Hal negative menghasilkan hasil negative, hal positif menghasilkan hasil positif. Memulai pertemuan dengan menyenangkan dan penyedia yang salah memberikan treatment kepada customer menyebabkan hubungan yang rusak.

Di dunia bisnis bisa juga berakhir seperti hubungan suami-istri di atas. Di saat yang bersamaan seorang penyedia produk baik jasa maupun barang disaat yang bersamaan adalah customer. Penyedia produk adalah customer nya orang yang diberikan produk, saat penyedia produk menagih tagihan hutang customer. Suatu saat sebagai anggota team, Anda berperan sebagai penyedia jasa atau barang bagi next process. Dan suatu ketika Anda menjadi customer, karena Anda membutuhkan barang atau jasa dari previews process Anda. Sebagai anggota team biasa jadi atasan Anda suatu saat berperan sebagai customer Anda, ketika atasan meminta laporan atau kerja sama Anda. Dan suatu saat juga sebagai anggota team, Anda menjadi customer bagi atasan Anda, saat Anda meminta bantuaan support kepada atasan.

Semua orang berpotensi menjadi customer dan penyedia dalam waktu yang bersamaan. Saat Anda tidak ingin diberlakukan seenaknya saat menjadi customer, maka ingatlah saat menjadi penyedia produk baik jasa maupun barang, Anda memberikan service yang excellence pada customer Anda.
Berkah Selalu
N Kuswandi