Thursday, March 5, 2015

Membujuk Orang Terlibat





Kadang kala sebagai manusia, walaupun diawal sudah dibuat role untuk menyamakan paradigma dan menggunakan system Tongkat Bicara Chereokee masih saja ada yang stakeholder yang terlupa untuk membangun sinergi. Ditengah jalan komitmen yang dibentuk diawal proses pengambilan keputusan berlahan-lahan mulai luntur.
Para stakeholder mulai lupa tujuan keberadaan mereka di proses pengambilan keputusan adalah membuat effective decision. Bukannya mencari sinergi untuk menciptakan effective decision, namun malah memperjuangkan sudut pandangnya sampai darah penghabisan.
Sebelum terjadi kejadian seperti ini akan sangat baik jika proses sinergi pengambilan keputusan diganjal dengan tool bernama pertanyaan instrospektif.
Introspektif bersinonim dengan reflektif. Sehingga pertanyaan instrospektif mengajak orang berefleksi kenapa mereka dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan? Mengajak orang sadar akan keberadaan mereka dalam proses.
Ilmu pengetahuan, kebenaran, kesadaran selalu dimulai dari pertanyaan introspektif. Dalam metodologi penelitian pertanyaan itu muncul dalam rumusan masalah. Cabang pertama ilmu pengetahuan, filsafat, juga membangun cabang-cabang ilmu lain dengan metodologi bertanya.
Steve Job pun sering kali menggunakan pertanyaan introspektif untuk membujuk dan mempengaruhi orang. Begitu juga saat Steve Job membujuk John Sculley untuk meninggalkan PepsiCo. "Apa kamu ingin menghabiskan seluruh waktumu untuk berjualan Pepsi Cola? Atau kamu ingin mendapat kesempatan untuk merubah dunia?”
Dr. William Miller dalam penelitiannya menunjukan bahwa pertanyaan yang tepat mampu mempengaruhi orang untuk berubah. Penemu teknik wawancara motivasi ini memulai penelitiannya dengan sebuah pertanyaan, “Mana yang lebih baik bagi pecandu, lebih banyak terapi atau lebih sedikit terapi?” Setelah mencocokan data, Dr. William Miller menemukan tidak ada relevansi antara lamanya terapi dengan perubahan perilaku.
Dr. William Miller juga menemukan mengadili para pecandu dengan ceramah dan hukuman social justru meningkatkan kecanduan. Dr. William Miller kemudian mulai meneliti dari sudut sebaliknya. Bagaimana jika terapis tidak menceramahi dan melakukan hukuman social, namun memahami apa yang sebenarnya pecandu inginkan.
Penelitiannya membuahkan hasil yang menggembirakan. Lewat pertanyaan introspektif, terapis membantu orang untuk menarik kesimpulan tentang nilai-nilai yang paling penting untuk para pecandu. Lusinan penelitian lain juga menuntukan pendekatan Dr. William Miller dalam membantu orang merubah perilaku nya.
Menyadari pentingnya pertanyaan introspektif tak heran jika sering kali orang-orang hebat menggunakan nya untuk merubah perilaku. Tak terkecuali Mario Teguh, perhatikan bagaimana Mario Teguh seringkali menutup motivational session nya denga pertanyaan introspektif.
Dalam otak manusia peran introspektif ini diteliti oleh Prof Geraint Rees dari University College London. Volume materi abu-abu di korteks prefrontal anterior dari otak, yang terletak tepat di belakang mata kita, merupakan indikator kuat seseorang memiliki kemampuan introspektif. Selain itu, Prof Geraint Rees mengatakan bahwa struktur materi putih yang tersambung ke daerah ini juga terkait dengan proses introspeksi.
Semakin orang memiliki kemampuan introspektif akan membuat orang semakin sadar untuk membuat keputusan yang effective.
Pertanyaan introspektif yang bisa Anda gunakan untuk mengganjal kesadaran peran tiap stakeholder dalam pengambilan keputusan bisa berupa :
“Apakah Anda bersedia mencari solusi yang lebih baik daripada yang terpikir saat ini oleh saya dan Anda?”
Satu pertanyaan introspektif ini dapat meredakan sikap defensive, karena setiap stakeholder tidak diminta untuk mengenyahkan gagasan dan sudut pandang yang dimiliki. Namun meminta setiap stakeholder untuk mencari alternative sudut pandang lain yang lebih baik dari pada gagasan saya ataupun gagasan Anda.
Pertanyaan ini juga pas menujuk di harga diri seseorang. Tentunya setiap orang tidak ingin dikatakan keras kepala. Dengan menanyakan pertanyaan introspektif di atas, jika menjawab “tidak” tentunya akan dipandang sebagai orang yang keras kepala. Sehingga orang akan cenderung menjawab “iya, tentu saja”.
Sebelum Anda menanyakan pertanyaan introspektif ini pastikan dalam hati Anda terlebih dahulu bahwa Anda sudah menjawab “tentu saja saya mau”. Anda tidak boleh lagi melihat diri Anda sebagai segala sumber kearifan, dan bahwa sudut pandang Anda adalah alternative terbaik yang dimiliki oleh para stakeholder. Anda bukan lah segala-galanya di dalam kelompok diskusi tersebut.
Jika Anda belum bisa menjawab “tentu saja saya mau” sudah bisa dipastikan pertanyaan introspektif ini tidak akan mempan bagi orang lain. Hal ini menandakan, paradigma kedua Anda untuk menghormati orang lain belum dilakukan. Dengan arti lain posisi Anda adalah Self Respect tinggi, dan Other Respect rendah, Anda berada di kuadran II, kuadran agresif.

Berkah Selalu
N Kuswandi

No comments:

Post a Comment