Memunculkan Interkoneksi Antara Pikiran – Tubuh dan Hati
Apa yang
Anda pikirkan dan rasakan jika sepulang kerja, istri Anda bercerita masalah cabe yang
dibeli istri dari tukang sayur ternyata busuk, atau anak-anak yang
seharian tidak bisa diam atau masalah selang mesin cuci yang
bocor dan masalah-masalah
lain?
Ada suami yang akan mendengarkan segala cerita istri dan ada juga suami yang
model-model saya. Saat mendengarkan hal remeh temeh seperti ini, otak langsung berputar dan melakukan self
talk di dalam otak “aduh yang
kayak gini aja diceritakan, suami mu ini di kantor memikirkan hal yang
lebih gede, lebih strategis, dan lebih
added value dari pada ini. Masalah-masalah
kayak gini saya kasih ke OB juga selesai”. Tentu saja sebagai anggota PSTI
– Persatuan Suami Takut Istri,
self talk ini hanya di dalam pikiran saja. Tidak mungkinlah,
self talk ini diomongin sama istri. Bisa terjadi perang dunia ke tiga.
Sayangnya walaupun self talk ini hanya ada di dalam pikiran, seorang istri sepertinya mampu membaca pikiran suaminya. Terbukti, walaupun saya tetap mendengarkan “curhatan” istri, tapi tetap saja istri marah-marah tidak merasa didengarkan. Biar terkesan lebih mendengarkan, kadang kala jawaban pun dipersiapkan untuk menjawab curhatan istri.
Salah satu nya adalah “apa masalahmu ma? Solusinya mudah itu ma, gini-gini-gini”, di
saat lain
kalau saat pulang ke rumah dengan kondisi capek, jawaban yang
muncul pun
“ma, saya yakin kami
bisa menyelesaikan itu, ada gak masalah yang
lebih besar”.
Dan kadang kala kalau capek dan
stress sudah menumpuk menjadi satu jawaban saya pun menjadi “suamimu ini ngerjain pekerjaan dengan resiko ratusan juta
rupiah, mosok yang
kecil
kayak gini juga harus aku selesaikan ma”.
Sayangnya jawaban itu pun bukan jawaban yang
diharapkan istri sehingga bumbu-bumbu pertengkaran di dalam rumah tangga pun terjadi.
Ada apa ini sebenarnya, padahal saya sudah mendengarkan, padahal saya mendengarkan dan memberikan solusi, walaupun kadang kala jawabannya nyolot juga jika kondisi
mental sedang banyak tekanan dan
stress?
Setelah saya mempelajari
Coaching secara lebih dalam, akhirnya saya menemukan jawaban pertanyaan saya.
“Ada interkoneksi antara Pikiran – Tubuh dan Jiwa” atau disebut sebagai “presence”, sehingga saat saya melakukan self
talk di dalam pikiran, tubuh dan jiwa mengikuti apa yang
dipikirkan oleh pikiran.
International Coach Federation memasukan presence ini sebagai satu dari sebelas competencies
as a coach.
Seberapapun kita menahan reaksi tubuh kita agar
berlawanan dengan pikiran yang
terjadi adalah inkonsistenan bahasa tubuh, dan inkonsistenan energi. Kalau bahasa gaulnya tertawa dalam derita, sebenarnya pikirannya menderita namun bibirnya dipaksakan untuk tersenyum, tetap saja terlihat senyum yang
aneh.
Polygraph
test atau yang
sering dikenal sebagai liar
test adalah alat yang
digunakan untuk menunjukan kesesuaian antara self talk yang terjadi dipikiran orang dengan bahasa tubuh nya. Perbedaan tersebut dapat terdeteksi oleh alat tersebut, begitu juga dengan istri, dia bisa mendeteksi “apakah kita “presence” mendengarkan atau tidak”.
Bisa jadi istri tidak bisa membaca bahasa tubuh, namun energi orang yang presence dan non
presence sangat terlihat
bedanya.
Dan percayalah
tubuh manusia
sensitif
untuk merasakan
energi tersebut.
Ketidakkoneksian antara pikiran – tubuh dan jiwa ini sebenarnya juga berbahaya, apalagi jika ketidaksesuaian tersebut ditahan dan dipenjam. Walaupun belum ada penelitian ilmiahnya, namun secara common
sense, orang mempercayai bahwa pikiran yang marah terhadap seseorang, namun hanya ditahan dan dipendam, lama-lama menjadi
penyakit
jantung.
Lihat ada ketidakkoneksian antara pikiran dan bahasa tubuhya, dan akibatnya penyakit jantung.
Mengetahui tentang presence, akhirnya saya bertobat. Saya mulai presence
dengan keberadaan
istri dan presence terhadap
apa yang
diucapkan
dan disampaikan.
Dan Alkhamdulillah komunikasi kita semakin bagus dari waktu kewaktu
Berkah Selalu
N Kuswandi