Thursday, April 17, 2014

Developing People - Developing Happiness

September 2013, Kelly Service perusahaan konsultan multinasional mengeluarkan hasil survey Employee Engagement and Retention dengan sample populasi sebanyak 120.000 orang di 31 negara cross America, Eropa dan Asia Pasific. Hasil survey yang dilakukan menunjukkan dari 31 negara yang disurvey, Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara dengan tingkat turnover terendah, yaitu sebesar 31%.  Sedangkan 79% employee yang tetap memilih stay karena alas an happiness. Kelly Service menemukan bahwa faktor happiness ini erat kaitannya dengan peran leader. Agar tingkat happiness employee bisa terjaga, dengan menggunakan teknik multiple respond survey, employee mengharapkan tiga hal besar kepada leader, yaitu memberi mereka kesempatan untuk mengembangkan diri (57%), memberikan kejelasan tugas tanggungjawab dan goal pekerjaan (46%), dan melakukan komunikasi terbuka (37%).
 
Kesempatan pengembangan diri yang diharapkan employee bisa berupa dua hal, pengembangan karir dan pengembangan kompetensi. Dua hal tersebut berjalan beriringan, salah satu tugas seorang leader memang harus mengembangkan kompetensi anggota teamnya untuk menyiapkan pengembangan karir, baik pengembangan karir spesialis ataupun karir managerial.
 
Salah satu tool yang bisa digunakan leader untuk mengembangkan anggota team nya adalah dengan coaching. Saat melakukan coaching, seorang leader dikenal sebagai seorang coach. Menjadi coach yang baik dimulai dengan membangun trust dan rapport. Semakin leader dipercayai oleh anggota team nya maka akan semakin mudah seorang leader menginfluence anggota team. Gary Yukl (1990), seorang professor di University at Albany, Amerika melakukan penelitian tentang influence yang kemudian dikenal dengan IBQ – Influence Behavior Question menemukan bahwa seorang leader yang dipercaya oleh anggota team nya memiliki dua jenis influence, yaitu personal appeal tactics (menginfluence karena persahabatan) dan legitimizing tactic (menginfluence seseorang karena posisi yang dimiliki). Hal yang harus diingat adalah trust and rapport tidak hanya dibangun saat coach akan melakukan proses coaching, namun jauh-jauh hari sebelum melakukan coaching.
 
Setelah trust dan rapport terbangun, proses berikutnya untuk melakukan coaching adalah dengan melakukan observe and assess. Seorang leader, dalam melakukan observasi dan assessment bisa berpatokan pada competency. Secara umum model pengembangan kompetensi ada dua, yaitu menutup competency di current position dan menyiapkan competency di future position. Basis development dengan menutup gab di current position berfokus pada psikologi “negative”,  karena berkutat pada sisi-negatif competency yang belum dipenuhi. Sedangkan, pengembangan yang berbasis menyiapkan future position dikenal sebagai psikologi positif. Seperti basic psikologi positif yang tidak menyangkal psikologi “negative”, namun berfungsi untuk meningkatkan keberfungsian manusia dengan berupaya membangun kekuatan individual (Carr, 2007). Begitu juga dengan dua jenis pengembangan tersebut, pengembangan dengan pendekatan psikologi positif tidak boleh menafikan pengembangan dengan pendekatan psikologi “negative”.
 
Jika competency yang mau dikembangkan sudah ditemukan maka proses coaching bisa dilakukan.  Proses awal dalam melakukan coaching selalu dimulai dengan mambangun trust and rapport. Dalam melakukan coaching, ada dua pendekatan utama, yaitu seeking dan telling (DDI, Coaching for Success). Pendekatan seeking berfokus melakukan coaching dengan memberikan pertanyaan kepada coachee. Sedangkan pendekatan telling berfokus memberi tahu apa yang harus dilakukan oleh coachee. Pendekatan seeking bisa digunakan pada employee yang sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan pendekatan telling dapat digunakan kepada employee yang belum memiliki pengalaman dan pengetahuan.
 
Pendekatan seeking bisa jadi lebih powerful digunakan dalam coaching. Garry Yukl (1990) menemukan dari 8 taktik influence yang ditemukannya, seeking yang kemudian dinamakan Yukl sebagai inspiration tactic adalah salah satu tactic influence yang powerful digunakan. Dengan melakukan seeking juga berdampak pada engagement anggota team dalam menjalankan kesepakatan. Yukl juga menjelaskan pertanyaan yang powerful memiliki tiga ciri, yaitu sederhana (dapat langsung dimengerti), bertujuan dan berpengaruh tanpa mengontrol.
 
Setelah proses coaching mencapai kesepakatan, jangan lupa lakukan hold accountability dan give feedback. Lakukan monitoring atas hal yang disepakati dan jangan lupa memberikan support yang juga sudah disepakati saat coaching. Selama proses monitoring untuk menguatkan perilaku hasil pembelajaran jangan lupa memberikan feedback kepada coachee atas pencapaian apapun baik untuk pencapaian kesepakatan yang sudah berhasil diselesaikan, ataupun kesepakatan yang belum jalan. Sandwich feedback bisa digunakan sebagai salah satu teknik memberikan feedback. Seperti namanya, sandwich feedback terdiri dari tiga lapisan. Lapisan pertama adalah roti yang berarti compliment atau pujian, lapisan kedua isi atau critic, dan ditutup dengan lapisan ketiga berupa roti atau compliment atau pujian
 
Sumber yang dipakai:
Kelly Service, 2003. Employee Engagement and Retention
Carr, E.G (2007). The Expanding Vision of Positive Behavior Support: Research Perspectives on Happiness, Helpfulness, Hopefulness. Journal of Positive Behavior Interventions,Vol 9, No. 1
Yukl, Garry and Cecilia M. Falbe (1990) Influence Tactics and Objectives in Upward, Downward,
and Lateral Influence Attempts.  Journal of Applied Psychology, Vol. 75. No. 2
Berkah Selalu
N Kuswandi

No comments:

Post a Comment