Sunday, August 18, 2013

Nasionalisme dengan Reaktansi Psikologis



Seperti tahun-tahun kemarin HUT RI selalu menjadi perdebatan. Apakah benar Indonesia sudah merdeka? Para pendukung "Indonesia Belum Merdeka", kasarnya seperti mempertanyakan apa yang sudah dilakukan pendahulu kita untuk Indonesia? Pertanyaan sebaliknya muncul dari para pendukung "Indonesia sudah Merdeka", "Apa yang sudah dilakukan untuk mengisi kemerdekaan?"

Memandang dari sudut berbeda, mungkin para penganut paham "Indonesia belum Merdeka" sebenarnya memiliki nasionalisme yang lebih baik dari pada para penganut "Indonesia sudah Merdeka". Mereka sepertinya adalah para ahli psikologi yang sepakat menggunakan hukum "reaktansi psikologis" untuk membuat bangsa Indonesia yang mulai luntur nasionalisme nya kembali mencintai bangsanya. Layaknya hukum reaktansi psikologi yang mendorong seseorang melakukan sesuatu dengan mengatakan kebalikan nya, para penganut paham "Indonesia belum Merdeka" berhasil melakukan kampanye nya dengan baik.

Mendengar gagasan-gagasan "Indonesia belum Merdeka" membuat banyak orang tergugah untuk membuktikan gagasan "Indonesia belum Merdeka" itu salah. Berbagai treat, kegiatan, diskusi dilakukan dengan effort besar untuk membuktikan Indonesia memang sudah Merdeka. Nasioanlisme mereka pun mulai bangkit.

Masih memandang dari sudut yang berbeda, selain digunakan oleh para penganut paham "Indonesia belum Merdeka", ternyata hukum "reaktansi psikologis" juga digunakan oleh Guru Bangsa, Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Walaupun dikenal sebagai presiden yang kontroversial, namun dalam waktu tiga tahun, Gur Dur mampu membuat 10 perubahan besar. Kekontroversialan Beliau, memang jika dipandang dengan sudut yang berbeda, bisa jadi memang sedang menggunakan "reaktansi psikologi". Coba kita ingat pernyataan-pernyataan kontroversial Beliau, tentang kerjasama dengan Israel, G30S/PKI, atau pernyataan-pernyataan kontroversial lain. Jika kita menggunakan hukum "reaktansi psikologi", kira-kira apa yang sebenarnya diinginkan oleh Gur Dur?


Berkah selalu
Anker-Andi Keren

No comments:

Post a Comment