Sunday, September 15, 2013

Ajining Rogo - Ajining Diri

Begitu luhur ajaran para leluhur kita. Merekalah orang-orang yang berhasil mendapatkan wangsit ilmu hikmah yang dalam kajian ilmiah sering di sebut sebagai experience learning circle. Satu lagi ajaran para leluhur yang membuat kagum hanya berupa satu frase sakti, "ajining rogo jalaran soko busono, ajining diri jalaran soko lati". Orang menilai fisik kita dari apa yang kita pakai, dan akan menilai jiwa kesejatian kita dari perkataan, begitu lah kira-kira jika diartikan secara sederhana.

Bahasan harga diri sebenarnya sudah terjadi sejak jaman nenek moyang kita. Bahkan kalau dirunut-runut, cerita pembunuhan pertama manusia (Habil dan Qobil) juga karena harga diri. Qobil yang begitu gagah merasa harga diri nya diinjak-injak oleh Tuhan karena persembahan nya tidak diterima. Harga diri nya semakin terasa diinjak, setelah adik nya (Qobil) dijodohkan dengan kembaran nya yang cantik, sedangkan Habil yang merasa lebih gagah harus dijodohkan dengan kembaran Qobil yang buruk rupanya. Habil merasa ada konspirasi jahat atas dirinya. Pembunuhan atas nama harga diri pun terjadi.

Harga diri memang bisa menjadi pisau bermata dua. Saat salah menggunakan bisa berakibat tidak baik, namun jika pisau digunakan dengan benar bisa mendatangkan manfaat. Bukankah para tentara dengan jiwa korsa nya adalah bentuk nyata dari harga diri terhadap korp nya.

Karena harga diri bisa berbentuk dua mata pisau, tentunya harga diri bisa dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan motivasi kerja. Atribut harga diri yang menurut para sesepuh kita terdiri dari dua atribut, yaitu ajining rogo dan ajining diri. Ajining rogo yang berasal dari busono bisa diartikan seseorang memiliki harga diri tinggi saat bisa bekerja di perusahaan besar, atau pangkat nya yang tinggi. Sedangkan ajining diri yang berasal dari lati bisa diartikan seseorang memiliki harga diri tinggi jika perkataan nya dalam bentuk apapun bisa ditepati.

Memotivasi lewat harga diri bisa memanfaatkan dua atribut tadi. Singgunglah harga diri karyawan kita yang sedang turun performance nya dengan mengingatkan performance yang tidak tercapai menunjukkan harga diri nya yang rendah. Bagaimana tidak, harga diri dirumuskan sebagai diri actual dibanding diri ideal. Jika diri actual adalah hasil factual kinerja saat ini dan diri ideal adalah janji full performance, maka itulah harga diri karyawan kita. Agar lebih mantab, motivasi yang kita berikan bisa ditutup dengan unsur spiritualitas seperti, bekerja itu ibarat mempersembahkan karya terbaik untuk Tuhan, jadi saat kita menghadap Nya kita sudah mempersiapkan karya terbaik saat Tuhan bertanya, Karya apa yang kamu persembahkan untuk Ku?

Berkah selalu
N. Kuswandi

No comments:

Post a Comment