Minta
waktu untuk berdiskusi dengan orang sibuk itu rasanya “idih”. Salah satunya
dengan atasan yang super sibuk, atau department yang orangnya juga super sibuk.
Begitu juga yang saya alami saat request waktu diskusi dengan salah satu orang
super sibuk. Susah sekali mencari waktu, tidak tahu apakah orangnya memang
benar-benar sibuk atau sok sibuk.
Di
saat yang seperti ini, langsung teringat salah satu teknik persuasi negosiasi
yang disebut foot on the door. Teknik
ini dikembangkan oleh Freedman &
Fraser, 1966. Seperti nama nya, foot
on the door berarti meletakan kaki untuk mengganjal pintu. Saat seseorang mengetuk
pintu, kemudian yang punya rumah membukakan pintu, bisa jadi pintu langsung
ditutup kembali, karena pemilik rumah sudah aware
kalau pengetuk pintunya adalah seorang sales, atau peminta sumbangan. Sebelum
pemilik rumah menutup pintu, jadikan kaki sebagai pengganjal pintu agar tidak
tertutup.
Foot on the
door dibangun dari dasar logika, setiap orang ingin
selalu dilihat sebagai orang yang konsisten. Saat sudah menyetujui permintaan pertama
maka mitra negosiasi cenderung menyetujui permintaan-permintaan berikutnya. Seperti
saat pemilik rumah sudah membukakan pintu maka mitra negosiasi Anda sebenarnya
sudah menunjukkan persetujuan awal yang akan membawa kepersetujuan-persetujuan
lain.
Tentu
saja ada teknik untuk melakukan foot on
the door. Ibarat sales yang mau jualan kepada pemilik rumah, bukan berteriak-teriak
di depan rumah menawarkan barang. Namun, meminta persetujuan-persetujuan kecil
terlebih dahulu. Persetujuan kecil pertama yang diminta sales adalah mengetuk
pintu, dilanjutkan dengan persetujuan kecil berikutnya, bolehkan saya meminta
waktu Anda sebentar? Kemudian baru dilanjut dengan persetujuan-persetujuan
lain.
Agar
terbayang, berikut adalah cerita saya mengaplikasikan foot on the door pada orang yang sibuk. Saya tahu diskusi yang akan
saya lakukan setidaknya membutuhkan waktu 60 menit. Saat melakukan meminta
waktu pada rekan kerja saya yang super sibuk tadi, saya tidak bilang, boleh kah saya minta waktu 60 menit
untuk berdiskusi? (penggunaan kata “boleh kah”, adalah salah satu teknik
negosiasi untuk menyerang alam bawah tak sadar). Tapi yang saya lakukan adalah
boleh tidak saya minta waktu 5 menit untuk berdiskusi. Dan tentu saja karena cuma
5 menit, maka rekan kerja saya cenderung mau mengabulkan. Setelah diskusi
kenyataannya waktu yang dibutuhkan menjadi 90 menit.
Teknik
ini sebenarnya juga sering dipakai oleh pala telemarketing. Perhatikan saja,
jika Anda ditawari asuransi contohnya, pertama kali yang mereka lakukan adalah
boleh saya minta waktunya sebentar? Dan saat Anda mengatakan “boleh”, maka Anda
akan terjebak dengan telepon yang nyari 30 – 60 menit.
Penerapan
lain dapat dilakukan saat Anda kecopetan dan kehabisan uang untuk naik bus. Perhatikan
dua kejadian berikut, mana yang menurut Anda berpotensi lebih dalam memenangkan
negosiasi. Kejadian pertama, Saat Anda bernegosiasi langsung dengan mitra
negosiasi Anda bahwa Anda butuh pinjaman. “Bro boleh pinjam uang untuk naik bus,
saya habis kecopetan?” Kejadian kedua, Anda melakukan foot on the door terlebih dahulu. “Bro boleh tahu jam berapa
sekarang?” Mitra negosiasi Anda pun menjawab “jam 09.00”. “Terimakasih ya,
sebetulnya saya habis kecopetan jadi kehabisan uang untuk naik bus. Boleh saya
pinjam uang untuk naik bus?” Kejadian pertama bisa jadi membuat shock mitra negosiasi Anda. Kejadian
kedua berpeluang lebih besar mendapatkan persetujuan.
Jadi
jangan remehkan persetujuan kecil yang Anda dapat dari mitra negosiasi Anda.
Karena persetujuan kecil adalah pintu gerbang menuju persetujuan yang lebih
besar. Perhatikan kontek negosiasinya, dan saat Anda menemukan moment yang tepat untuk menggunakan foot on the print, jangan lupa untuk
mempraktekan.
Berkah
selalu
N
Kuswandi
No comments:
Post a Comment