Saturday, April 25, 2015

Memenangkan Negosiasi : Membaca Pikiran




Apakah Anda penasaran, sebenarnya apa yang ada di kepala orang yang Anda ajak negosiasi? Kalau seandainya Anda tahu, pasti Anda lebih mudah untuk bernegosiasi dengan orang tersebut.  Jika Anda belum bisa membaca pikiran orang yang Anda ajak negosiasi, jangan khawatir, saya akan membantu Anda untuk membaca pikiran orang yang Anda ajak negosiasi.

Sekarang fokuskan pikiran Anda dengan membayangkan orang yang akan Anda bernegosiasi. Sudah, good. Sekarang transfer wajah itu kepada saya. Oke bagus, saya sudah mulai menangkap transferan Anda dan saya sudah mulai bisa membaca pikiran orang yang akan Anda ajak bernegosiasi.

Pikiran mitra negosiasi Anda adalah “Apa untung nya bagi saya?”
Yes, just simple like that

Pikiran mitra negosiasi Anda hanya simple “apa untungnya bagi saya?” Tentunya semua orang setuju jika ada sebuah penawaran menarik dan menguntungkan bagi, gak perlu dinego lagi pun diambil. Begitu juga dengan mitra negosiasi kita, saat penawaran negosiasi yang kita berikan menguntungkan maka mitra negosiasi kita akan mengambil. Diskusi negosiasi pun menjadi tidak perlu lagi dilakukan.

Sayangnya kadang kala manusia itu lebih narsis dari pada makhluk manapun, saat melihat foto yang isi nya sekelompok teman kita, foto yang pertama kali dicari adalah wajah sendiri. Kadang kala kalau sudah puas dengan wajahnya sendiri, gak peduli apakah wajah teman-teman lain di foto itu jadi tambah buruk atau tambah cakep. Analogi ini juga masuk dalam proses negosiasi, saat bernegosiasi fokusnya melihat “keuntungan” diri sendiri dulu, kalau foto “keuntungan” tadi sudah bagus, sudah tidak peduli lagi foto “keuntungan” teman-teman yang lain.

Padahal Simon Sinek pernah mengingatkan dalam The Golden Circle nya, bahwa orang akan bergerak sesuai sudut pandang kita saat orang tersebut punya  alasan yang kuat atau lingkaran “Why”. Bahkan saat alasannya begitu kuat, walaupun tidak tahu cara mengerjakan nya (lingkaran “How”), orang akan termotivasi untuk belajar cara mengerjakan dan membuat rencana aksinya (lingkaran “What”). Begitu juga dalam negosiasi, untuk membuat orang bergerak mengikuti sudut pandang kita maka orang perlu ditunjukan “untung” nya saat mengikuti sudut pandang kita.

Bagi orang-orang di marketing, “apa untungnya bagi saya?” sering kali disebut dengan kata lain sebagai Pain Point. Menariknya, keuntungan yang diminta oleh mitra negosiasi kita tidak melulu berbentuk keuntungan fisiologis (uang), namun juga keuntungan bentuk lain. Perhatikan saja, bagi beberapa orang, uang bukan lagi sesuatu yang menjadi tujuan atau bukan pain point, karena baru punya anak yang lucu-lucu nya, pain point nya berubah bukan lagi pada uang namun pada “bagaimana menyenangkan cucunya?” Jika orang ini Anda tawarkan keuntungan bersifat fisiologis bisa jadi dia tidak merasa tertarik, namun jika Anda menawarkan keuntungan yang berhubungan dengan kesenangan cucunya, kemungkinan besar negosiasi Anda akan berhasil.

Sekarang coba transfer lagi pikiran Anda sendiri ke saya! Oke beberapa orang mulai tercerahkan dan beberapa orang semakin haus untuk menggali lebih dalam dengan sebuah pertanyaan besar, “Kalau tiap orang memiliki pain point yang berbeda-beda jadi challenging dong bagi kita untuk memenangkan negosiasi?”

Tenang saudara, saya akan memberikan panduan sederhana untuk mencari pain point seseorang. Hal pertama yang harus Anda ingat adalah setiap orang tidak dominan melulu punya satu pain point, jadi kumpulkan sebanyak mungkin pain point untuk memenangkan negosiasi.

Nah Anda bisa menemukan pain point seseorang dengan mulai mempelajari catatan saya berjudul tentang Membalik Piramida Maslow. Piramida Maslow tersebut bisa menjadi panduan kita untuk memperlihatkan keuntungan pada mitra negosiasi kita. Ada lapisan-lapisan lain di Piramida Maslow setelah lapisan fisiologis, adapun lapisan diatasnya adalah safety and security (keselamatan dan keamanan), love & belonging (dicintai dan mencintai), self esteem (harga diri), dan self actualization (aktualisasi diri).


Dengan memperhatikan lapisan tersebut kita bisa mengulik pain point dari tiap mitra yang kita ajak bernegosiasi. Masih ingat setiap orang tidak melulu hanya punya satu pain point, bisa jadi mitra negosiasi kita punya beberapa pain point seperti self esteem, dan fisiologis. Mitra negosiasi lain memiliki pain point safety & security, fisiologis dan self actualization, dan lain seterusnya. Semakin lihai Anda menemukan dan memberikan pain point akan semakin memungkinkan Anda memenangkan negosiasi.

Hal kedua yang perlu juga Anda ingat adalah semakin tinggi pain point yang Anda temukan dan berikan di piramida Maslow akan membuat mitra negositor Anda semakin engage (terikat) dengan Anda. Sebaliknya jika Anda hanya memberikan pain point di lapisan piramida Maslow terendah maka sifat negosiasi yang Anda alami hanya bersifat transaksional. Jadi pandai-pandailah menemukan pain point dilapisan-lapisan piramida paling atas.

 

Berkah selalu
N Kuswandi

No comments:

Post a Comment