Dr. Noorman (Oxford University) dalam
penelitiannya menemukan bahwa orang yang sering berkomunikasi menjadikan proses
otaknya semakin cepat mengolah informasi. Dan tentunya salah satu cara untuk berkomunikasi
adalah bertemu dengan orang.
Disisi lain bertemu dengan orang berarti
sedang membangun personal branding. Dan dengan branding membuat orang bekerja
tanpa bekerja. Di awal tahun 1990, Nokia adalah branding Hand Phone yang sangat
popular. Peristiwa mengejutkan saat Microsoft akhirnya membeli Nokia.
Menariknya dari $7,2 Miliar uang yang dikeluarkan Microsoft untuk membeli
Nokia, hanya $2,2 Miliar saja yang digunakan untuk membeli asset fisik Nokia,
$5 Miliar sisanya digunakan Microsoft untuk membeli Brand Nokia.
Walaupun memang personal
branding dibangun dengan jangka waktu yang tidak sebentar. Namun, personal
branding kita selalu dimulai dari pengalaman nyata atau tindakan yang
kita lakukan. Layaknya sebuah tabungan, tindakan yang kita lakukan ibarat menabung
“emosi” kepada orang lain.
Tabungan yang baik ditandai
dengan bertindak positive yang
menghasilkan emosi positive pada
orang yang terkena dampak tindakan yang dilakukan. Sebaliknya, tabungan yang buruk
ditandai dengan tindakan negative
yang menghasilkan emosi negative pada
orang yang terkena dampak perilaku yang dilakukan.
Jika tindakan positive dan emosi positive adalah menabung, maka tindakan negative dan emosi negative
adalah mengambil uang. Seperti logika menyimpan dan berhutang di bank. Uang
yang disimpan maupun hutang yang diambil akan mendatangkan bunga. Menariknya
bunga dari hutang selalu lebih tinggi dari pada bunga uang yang disimpan di
bank. Begitu juga dengan emosi yang kita tabung pada bank tiap orang yang
terkena dampak tindakan yang dilakukan. Emosi negative bunga nya lebih besar dari pada emosi positive.
Total akumulasi tabungan tabungan
emosi ini lah yang akhirnya melahirkan branding
bagi kita. Saat tabungan emosi lebih banyak positive maka personal
branding yang dimiliki cenderung positive.
Sebaliknya saat tabungan emosi yang dimiliki lebih banyak negative maka lahirlah branding negative.
Seorang atasan yang terbiasa
memberikan negative feedback (celaan) pada bawahannya tanpa
mengimbangi dengan positive feedback (pujian)
ibarat sedang menabung tabungan emosi negative.
Sehingga branding yang muncul adalah si bos tukang kritik. Saat suatu ketika,
atasan ini memberikan positive feedback
kepada bawahannya, dengan branding yang dimiliki si Bos, bawahannya menganggap positive feedback yang diberikan
hanyalah sebuah celaan lain dengan cara yang lebih halus.
Masuk akal kan
Berkah selalu
N Kuswandi
Masuk akal.. jes..jes..jes *tepok jidat :D
ReplyDelete