Wednesday, September 17, 2014

Personal Branding dan Tabungan Emosi


 
Dr. Noorman (Oxford University) dalam penelitiannya menemukan bahwa orang yang sering berkomunikasi menjadikan proses otaknya semakin cepat mengolah informasi. Dan tentunya salah satu cara untuk berkomunikasi adalah bertemu dengan orang.

Disisi lain bertemu dengan orang berarti sedang membangun personal branding. Dan dengan branding membuat orang bekerja tanpa bekerja. Di awal tahun 1990, Nokia adalah branding Hand Phone yang sangat popular. Peristiwa mengejutkan saat Microsoft akhirnya membeli Nokia. Menariknya dari $7,2 Miliar uang yang dikeluarkan Microsoft untuk membeli Nokia, hanya $2,2 Miliar saja yang digunakan untuk membeli asset fisik Nokia, $5 Miliar sisanya digunakan Microsoft untuk membeli Brand Nokia.

Walaupun memang personal branding dibangun dengan jangka waktu yang tidak sebentar. Namun, personal branding kita selalu dimulai dari pengalaman nyata atau tindakan yang kita lakukan. Layaknya sebuah tabungan, tindakan yang kita lakukan ibarat menabung “emosi” kepada orang lain.

Tabungan yang baik ditandai dengan bertindak positive yang menghasilkan emosi positive pada orang yang terkena dampak tindakan yang dilakukan. Sebaliknya, tabungan yang buruk ditandai dengan tindakan negative yang menghasilkan emosi negative pada orang yang terkena dampak perilaku yang dilakukan.

Jika tindakan positive dan emosi positive adalah menabung, maka tindakan negative dan emosi negative adalah mengambil uang. Seperti logika menyimpan dan berhutang di bank. Uang yang disimpan maupun hutang yang diambil akan mendatangkan bunga. Menariknya bunga dari hutang selalu lebih tinggi dari pada bunga uang yang disimpan di bank. Begitu juga dengan emosi yang kita tabung pada bank tiap orang yang terkena dampak tindakan yang dilakukan. Emosi negative bunga nya lebih besar dari pada emosi positive.

Total akumulasi tabungan tabungan emosi ini lah yang akhirnya melahirkan branding bagi kita. Saat tabungan emosi lebih banyak positive maka personal branding yang dimiliki cenderung positive. Sebaliknya saat tabungan emosi yang dimiliki lebih banyak negative maka lahirlah branding negative.

Seorang atasan yang terbiasa memberikan negative feedback (celaan) pada bawahannya tanpa mengimbangi dengan positive feedback (pujian) ibarat sedang menabung tabungan emosi negative. Sehingga branding yang muncul adalah si bos tukang kritik. Saat suatu ketika, atasan ini memberikan positive feedback kepada bawahannya, dengan branding yang dimiliki si Bos, bawahannya menganggap positive feedback yang diberikan hanyalah sebuah celaan lain dengan cara yang lebih halus.

Masuk akal kan

Berkah selalu
N Kuswandi

1 comment: