Saturday, June 20, 2015

Sisi Lain


 
 
Apakah benar, sebutan talent adalah pemberian dari Tuhan? Apakah memang hanya orang-orang pintar saja yang bisa menguasai hard maupun soft competency? Jika benar berarti Tuhan Maha Tidak Adil. syukur lah, Tuhan memberikan keunikan kepada setiaop ciptaannya. Sehingga semua orang punya kesempatan untuk mengembangkan competency nya dan menjadi seorang talent.

Salah satu  orang yang menjawab pertanyaan dan membuktikan pertanyaan tersebut dengan perbuatan adalah Prof. Yohanes Suryo. Beliau adalah salah satu tokoh Indonesia yang selalu membawa siswa-siswa Indonesia meraih juara di olimpiade Sains baik Matematika maupun Fisika dengan tingkat seluruh dunia. Tak terkecuali di tahun 2006, Prof. Yohanes Suryo juga berhasil membawa Indonesia menjadi juara umum sedunia lomba Fisika dengan mengalahkan 86 negara.

Suatu ketika, Prof. Yohanes Suryo ditantang untuk tidak hanya mengurusi anak-anak pintar saja, namun anak-anak yang tidak dianggap pintar atau di cap bodoh juga perlu diurusi. Menjawab tantangan tersebut, Prof. Yohanes Surya berkata bahwa “sebenarnya tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah anak yang belum menemukan guru dan metode yang tepat”.

Ingin membuktikan jawabannya, Prof. Yohanes pergi ke Papua menghadap Gubernur Papua. Beliau berkata ke Gubernur Papua, “carikan saya siswa yang paling bodoh di Papua dan akan saya didik menjadi juara Matematika”. Gubernur Papua tentu saja sangat menyambut gembira tawaran yang diberikan Prof. Yohanes, dengan mencari 14 siswa terbodoh yang akan dididik Prof. Yohanes Surya.

Banyak di antara anak-anak Papua yang paling bodoh yang dipilih Sang Gubernur berasal dari kampung terpencil yang bahkan penduduk kampung tersebut masih menggunakan koteka. Bahkan, saking semangatnya Gubernur Papua menyambut niat baik kepada Prof. Yohanes, sang Gubernur mencarikan murid terbodoh yang salah satunya adalah siswa kelas dua Sekolah Dasar yang selama empat tahun tidak naik kelas. Prof. Yohanes juga bercerita pertama kali mengajar siswa-siswa yang dianggap bodoh, penjumlahan tiga ditambah lima saja harus dijumlahkan dengan sempoa.

Melalui Yohanes Surya Institute, siswa-siswa yang dicap bodoh tadi kemudian dididik. Setelah enam bulan mengikuti pendidikan, anak-anak tadi sudah menguasai mata pelajaran dari kelas 1 sd 6 SD. Setelah empat tahun menjalani pendidikan di Yohanes Surya Intitute, di tahun 2011 mereka diberikan kesempatan untuk mengikuti perlombaan Sains Matematika se Asia. Hasilnya sungguh membanggakan, mereka berhasil merebut emas, perak dan perunggu.

Saking berhasilnya program pendidikan Yohanes Surya Institute untuk anak-anak Papua ini, mereka hampir selalu menyapu penghargaan di lomba-lomba sains. Sampai-sampai Prof. Yahanes Surya bercerita saat ada lomba Sains di Malang, beliau mendengar ada anak Jakarta yang menceletuk, “yah ada anak Papua lagi, pasti kalah deh”. Akhirnya, beliau memang berhasil membuktikan perkataannya, “Tidak Ada Siswa yang Bodoh, yang Ada Hanyalah Siswa yang Belum Menemukan Guru dan Metode Belajar yang tepat”.

Memperkuat quote yang disampaikan Prof. Yohanes Suryo, bukankah banyak tokoh-tokoh dunia yang sebenarnya punya perjalanan hidup sebagai orang yang dicap sebagai siswa bodoh. Salah satunya adalah Adam Khoo yang berasal dari Singapura.

Saat masih kelas empat SD, Adam Khoo pernah tidak naik kelas dan dikeluarkan dari sekolah. Dia pun masuk ke SD terburuk di Singapura. Ketika akan masuk SMP, Adam Khoo ditolah oleh enam SMP terbaik di Singapura, sehingga membuat diri nya bersekolah lagi di SMP terburuk di Singapura.

Apa yang terjadi berikutnya? Apakah Adam Khoo menjadi people dengan kelompok dead wood (low potency & low performance). Kehidupannya berubah 180 derajat, saat berusia 26 tahun, Adam Khoo sudah memiliki bisnis dengan total omset sebesar $ 20 Juta per tahun. Adam Khoo juga mematok bayaran $10.000/jam untuk tiap training yang mengundang dirinya. Dan siswa terbodoh tadi juga menjadi consultant dengan dengan klien para manager dan top manager perusahan di Singapura.
Berkah Selalu
N Kuswandi

No comments:

Post a Comment