Tuesday, October 15, 2013

Blusukan "Management by Wandering Around" Skill Pertama

Kita telah mengenal Management by Wandering Around sebagai salah satu gaya leadership. Kita juga sudah mengenal begitu banyak manfaat dari melakukan gaya kepemimpinan Management by Wandering Around. Pertanyaan berikutnya yang akan muncul mungkin adalah bagaimana cara kita melakukan Management by Wandering Around (MBWA)? Di catatan sebelumnya, sempat disinggung skill pertama yang harus dimiliki dalam melakukan MBWA adalah open communication. Seperti namanya, open communication berarti komunikasi terbuka, berjalan dua arah, tidak hanya didominasi oleh satu pihak.

Tiga hal penting yang harus selalu dikomunikasikan dalam MBWA adalah visi, culture dan performance. Visi membuat anggota team nya paham arah pekerjaannya. Disadari atau tidak, sebenarnya kita melakukan pekerjaan rutin selama bertahun-tahun. Tentunya akan sangat membosankan jika anggota team tidak tahu tujuan dari pekerjaan yang mereka lakukan. Dengan mengetahui visi atau tujuan pekerjaan yang dilakukan, diharapkan mampu memotivasi dan menghindarkan dari kejenuhan. Anggota team tahu kapan saat nya mempercepat laju kinerjanya dan kapan saat nya berhenti.

Mengetahui tujuan saja nampaknya tidak cukup. Anggota team juga perlu dikomunikasikan added value dari yang mereka lakukan. Tujuan dari mengkomunikasikan added value ini untuk membuat anggota team merasa apa yang mereka lakukan dalam mengejar tujuan adalah perasaan berharga. Perasaan ini lah yang membedakan performance tiap anggota team. Ada orang yang sudah berjalan di track yang benar untuk mencapai visi, namun karena yang dilakukan berasal dari keharusan berjalan sesuai track yang terjadi orang tersebut tidak menikmati pekerjaannya. Hasil karya nya memenuhi syarat standar pekerjaan, padahal orang tersebut bisa mengerjakan dengan hasil yang lebih baik.

Contohnya membersihkan area kerja dengan visi membuat lingkungan kerja yang nyaman. Orang yang mengetahui dan paham visi akan mengaktualisasikan visi ke dalam pekerjaan. Namun bisa jadi visi yang dikejar muncul karena didorong oleh motivasi eksternal seperti reward. Jika visi tercapai maka orang akan dapat reward. Orang-orang yang didorong motivasi external semacam ini akan mengalami demotivasi saat rewardnya dihilangkan. Berbeda ceritanya saat selain visi yang dikomunikasikan, added value juga menjadi area yang dikomunikasikan. Dengan added value, orang diajak untuk memaknai nilai sebuah pekerjaan bagi pribadinya, bukan bagi organisasi.

Added value juga mencegah orang mencapai visi dengan melewati proses yang tidak benar. Added value berarti memaknai pekerjaan dengan lebih personal, lebih bermakna spiritual. Dengan visi membuat tempat kerja nyaman, bagi orang yang mengejar visi bisa jadi bisa menyelesaikan visi tanpa kepuasan dan makna bagi jiwa nya. Logikanya memenangkan pertempuran, namun jiwa nya tidak terpuaskan dengan kemenangan. Berbeda hasilnya bagi orang-orang pengejar visi yang memasukkan value atau nilai-nilai personal dan spiritual dalam proses nya mengejar visi. Motivasi yang muncul menjadi motivasi internal yang mempunyai endurance tinggi. Pencapaiannya pun akan membekas lama dan membangun character jiwa-jiwa mereka.

Selain visi dan added value, hal ketiga yang perlu dikomunikasikan adalah performance. Mengkomunikasikan performance secara tidak langsung menginformasikan sudah sejauh mana perjalanan menuju visi. Performance yang sudah tercapai secara konsisten lah yang menunjukkan visi yang direncanakan telah tercapai.

Mengkomunikasikan pencapaian performance juga bisa memotivasi orang meningkatkan performance nya. Jadikan diri sendiri sebagai lawan. Perlihatkan performance mereka dan motivasi mereka untuk melawan performance mereka sendiri. Bangun harga diri mereka, "saat performance tidak sesuai berarti Anda tidak menghargai kemampuan Anda". Pertempuran ini lebih baik dari pada saling membandingkan performance satu orang dengan orang lain. Dengan saling membandingkan performance, saat semua mendapat performance rendah maka hukum "the law of few" berlaku. Tanggung jawab untuk mencapai high performance tidak menjadi penting karena ada perasaan tanggung jawab terbagi. Contohnya high performance 100, karena ada 4 orang maka orang merasa tanggungjawab nya terbagi, 100/4 berarti tanggungjawab saya hanya 25 saja. Membandingkan performance dengan orang lain juga bisa berakibat membangun permusuhan di dalam team. Padahal team work baru bisa dibangun saat orang saling mengasihi.

Seperti layaknya komunikasi, mengkomunikasikan ketiga hal tersebut memang gampang-gampang susah. Kadang membuat orang tersinggung, kadang tidak dimengerti pesan nya, dan aneka kendala komunikasi lain nya. REACH bisa dijadikan sebagai rumus sederhana agar penyampaian informasi visi, culture dan performance ini menjadi powerful. REACH merupakan kependekan dari Respect, Empathy, Audible, Clarify, dan Humble.

Kelima aspek REACH ini mencakup kebutuhan komunikasi secara psikologis dan secara praktis. Kebutuhan psikologis adalah kebutuhan dimanusiakan saat berkomunikasi. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dari Respect, Empathy dan Humble. Sedangkan kebutuhan praktis berupa kebutuhan agar informasi yang disampaikan bisa dipahami. Kebutuhan ini dapat dipenuhi oleh dimensi Audible dan Clarify.

Berkah Selalu
N. Kuswandi

1 comment:

  1. Apa konsep dari Management by Wandering Around

    ReplyDelete