Dan pay
terakhir adalah pay for person. Jenis
remunerasi dengan berfokus pay for person
menitikberatkan pada membayar orang karena karakteristik unik seseorang. Artinya, meski memegang jabatan dan posisi yang sama –
katakanlah sama-sama sebagai asisten manajer – namun dua orang ini memiliki
gaji yang berbeda. Level kompetensi yang dimiliki lah yang menjadi pembeda gaji
ke dua orang tersebut. Seorang karyawan yang dinilai lebih kompeten idealnya
memiliki level gaji yang lebih tinggi dibanding mereka yang kompetensi nya
lebih rendah.
Sama seperti pay for position ataupun pay for performance, tujuan utama nya
adalah memberikan motivasi kepada karyawan. Bayangkan saja seandainya ada dua
orang karyawan yang sama-sama menempati posisi yang sama. Karyawan pertama
sangat ahli dan memiliki skill maupun
knowledge yang lebih bagus dari pada
karyawan ke dua, namun kedua karyawan tersebut dibayar sama. Akibatnya karyawan
pertama tadi walaupun tahu dan bisa bisa jadi terdemotivasi dan tidak melakukan
yang dia bisa dan tahu.
Pada prakteknya, penerapan
pay for person ini sulit dilakukan,
karena pola semacam diatas mensyaratkan perusahaan untuk memiliki profil
kompetensi yang jelas untuk setiap posisi. Dan yang tak kalah penting,
perusahaan juga memiliki mekanisme yang sistematis dan obyektif untuk melakukan
penilaian kompetensi secara reguler. Dua hal ini cukup kompleks untuk
diterapkan, terutama dalam hal harus melakukan penilaian kompetensi karyawan
secara lengkap dan reguler. Sehingga tidak banyak perusahaan yang bisa
menerapkan konsep pay for person (competency-based pay) secara optimal.
Best practice yang sering kali
dilakukan oleh perusahaan untuk mensiasati kedua kendala tersebut adalah dengan
mengkompensasi pay for person atau competency based pay dengan masa kerja.
Semakin lama masa kerjanya maka akan semakin orang dibayar mahal. Hal ini
dikarenakan perusahaan sering kali megasumsikan, semakin lama seseorang bekerja
maka semakin ahli atau semakin kompeten orang tersebut di dalam pekerjaannya. Tentu
saja asumsi tersebut tidak sepenuhnya benar, karena bisa jadi karyawan yang
baru bekerja satu tahun memiliki skill dan knowledge sebanding dengan orang
yang memiliki pengalaman sepuluh tahun bahkan lebih.
Best practice lain yang juga sering
dilakukan oleh perusahaan adalah dengan mengkompensasi pay for person atau
competency based pay dengan jenjang pendidikan. Semakin tinggi jenjang
pendidikan yang dimiliki karyawan dibayar lebih mahal oleh perusahaan. Asumsi
yang muncul adalah semakin tinggi jenjang pendidikannya, maka akan semakin
tinggi pula skill dan knowledge yang dimiliki. Tentu saja
asumsi ini tidak sepenuhnya benar, karena ada orang-orang yang bisa jadi hanya
lulus dari SMA, namun memiliki skill
dan knowledge melebihi lulusan S1
ataupun S2.
Berkah Selalu
N Kuswandi
No comments:
Post a Comment