Salah satu shocking moments bagi
dunia industri di tahun 2009 adalah saat Mustafa Abubakar yang kala itu
menjabat sebagai Menteri BUMN menunjuk Karen Agustiawan sebagai orang nomer satu
di Pertamina. Bagaimana tidak? Di komunitas yang didominasi oleh kaum Adam
dengan permasalahan yang komplek ditunjuklah seorang wanita untuk membereskannya.
“Bagaimana mungkin seorang wanita mampu mengatasi kapal Pertamina yang
terombang-ambing?” mungkin begitu pesimisme yang muncul terhadap kemampuan
seorang Karen Agustiawan.
Walaupun sempat diragukan oleh banyak orang, Karen tidak menyerah. Di bawah
kepemimpinannya, Pertamina mulai menunjukkan prestasi di kancah nasional maupun
internasional. Sebut saja, ditahun 2011 Pertamina mendapat anugerah Best Deal
dari komunitas keuangan internasional, Coorporate Image Award di 2012,
Suistenable Business Award 2012, Emerging Markets Award dari International
Finance Review 2013. Dan pertama kalinya Pertamina berada di posisi ke-122 dari
500 perusahaan terbaik dunia versi majalah Forbes.
Berkat keberhasilannya memimpin Pertamina, pada tahun 2011 Karen Agustiawan
dianugrahi diurutan pertama penghargaan “Asia’s 50 Power Businesswomen” oleh
majalah Forbes. Di tahun 2013, prestasi Karen semakin cemerlang, hingga majalah
Fortune menempatkannya sebagai wanita paling berpengaruh ke-6 sedunia.
Apa mantra yang digunakan Karen untuk memimpin Pertamina hingga menghasilkan
prestasi yang luar biasa? Pada acara Srikandi Migas Membangun Negeri, 14
Desember 2011, Karen membagi rahasianya. “Memimpin dengan hati” begitu Karen
Agustiawan menamakan leadership style-nya.
Karen manambahkan “Sebagai seorang pemimpin harus tahu kalau seseorang tidak perform, beri kesempatan sekali lagi”
(Viva.co.id, 15 Desember 2011, “Kunci Sukses Dirut Pertamina”).
Gaya kepemimpinan Karen sebenarnya adalah aplikasi dari pendekatan psikologi
positif. Sebagai salah satu tokoh yang mempopolerkan psikologi positif,
Seligman (2005) dalam jurnal berjudul Positive
Psychology Progress: Empirical Validation of Interventions mendefinisikan
psikologi positif sebagai istilah yang memayungi studi-studi terhadap
emosi-emosi positif, sifat-sifat dasar positif, dan pemberdayaan institusi atau
komunitas. Ciri psikologi positif ini muncul dalam pernyataan Karen Agustiawan
mengenai memberi kesempatan kedua kepada karyawan yang tidak perform. Bukannya melihat tidak tercapainya
perform melalui kacamata negatif,
namun Karen melihat performance karyawan
yang belum tercapai dari sisi positif, dibuktikan dengan memberi kesempatan
kedua. Efek dari pengharapan positif Karen kepada karyawannya untuk memperbaiki
performance ternyata berdampak
positif kepada performance berikutnya
dari karyawan tersebut. Terbukti dengan performance
Pertamina yang semakin membaik dari waktu ke waktu.
Penelitian yang dilakukan Norman, Luthans dan Luthans (2005) dalam bidang positive organization behavior juga
menunjukan bahwa pemimpin yang memiliki harapan dan mengekspresikan harapannya
tersebut (hopeful leaders) dapat
memberikan efek menular terhadap resiliency
(ketabahan) karyawan sehingga keseluruhan level organisasi mengalami perubahan.
Dalam psikologi hal ini dinamakan sebagai Pygmalion effect. Fenomena psikologi ini pertama kali disajikan
oleh Robert Merton pada tahun 1957. Terinsprirasi dari kisahYunani tentang pemahat
bernama Pygmalion, Robert Marton melakukan penelitian tentang dampak “harapan”.
Sebagai seorang ahli patung, keahlian Pygmalion diakui semua orang, hingga pada
akhirnya Pygmalion menciptakan masterpiece
berupa patung seorang wanita cantik. Saking cantiknya, Pygmalion pun jatuh
cinta kepada patung tesebut.
Saat perayaan pemujaan Dewi Athena, Pygmalion berdoa agar diberi jodoh
seorang wanita cantik. Di dalam hatinya, sebenarnya Pygmalion berdoa agar
wanita cantik itu adalah wanita seperti patung yang dia buat. Keesokan harinya,
Pygmalion terbangun dari tidurnya dan mendapati patung yang dibuatnya hidup.
Pygmalion pun menikahi patung yang telah menjadi wanita cantik tersebut, dan
akhirnya mereka hidup happily ever after.
Cerita tadi diterjemahkan Robert Merton dengan sebuah
penelitian yang melibatkan seorang guru dan siswa nya. Dibuatlah dua buah
kelompok, kelompok experiment dan kelompok kontrol. Siswa di kelompokexperiment, dipilih dari siswa yang
memiliki IQ biasa-biasa saja, namun saat mereka dijadikan kelompok experiment, mereka diberi tahu bahwa
mereka adalah kelompok elit yang dikelompokan dan akan diajar oleh guru-guru
ellit (yang sebenarnya juga guru yang biasa-biasa saja). Mereka juga diberi
kepercayaan dan harapan, bahwa mereka sangat bisa mengalahkan kelompok lain
yang sebenarnya memiliki IQ yang lebih tinggi dari mereka. Hasil penelitian
Robert Merton menunjukkan hasil seperti cerita Pygmalion, yaitu saat ekspektasi
kita positif maka akan berdampak positif. Siswa-siswa experiment yang awalnya
hanya siswa dengan IQ yang biasa-biasa saja atau average ternyata mampu
mengalahkan siswa dengan IQ diatas mereka.
Tentunya harapan positif yang besar saja tidaklah cukup. Seperti yang
dilakukan Karen Agustiawan, memberikan kesempatan kedua saja tidaklah cukup.
Karyawannya tentunya harus mampu mengambil pembelajaran dari tidak tercapainya
performance dan mengejawantahkan harapan menjadi action. Norman, Luthans & Luthans (2005) mendefinisikannya
sebagai motivasi positif untuk mencapai keberhasilan. Agar motivasi positif
tersebut bisa tercapai, maka organisasi yang diwakili seorang leader bisa menggunakan dua hal: pertama
adalah menciptakan kondisi di mana karyawan sebagai energi yang terarah pada
tujuan atau kemauan, dan yang kedua adalah menciptakan pathways atau perencanaan untuk mencapai tujuan.
Gable, S.L & Haidt, J. 2005. What (& Why) Is Positive Psychology? Review of General Psychology, 9 (2), 103-110
Norman. S, Luthans. B, & Luthans. K. 2005. The Proposed Contagion Effect of Hopeful Leaders on The Resiliency of Employee and Organizations. Journal of Leadership and Organizational Studies, 12 (2), 55-64
Seligman, M.E.P, Steen, T.A, & Peterson, C. 2005. Positive Psychology Progress : Empirical Validation of Interventions. The American Psychologist, 60, 410-421
Viva.co.id, 15 Desember 2011, “Kunci Sukses Dirut Pertamina”
No comments:
Post a Comment