Apakah
Anda penasaran, sebenarnya apa yang ada di kepala orang yang Anda ajak
negosiasi? Kalau seandainya Anda tahu, pasti Anda lebih mudah untuk
bernegosiasi dengan orang tersebut. Jika
Anda belum bisa membaca pikiran orang yang Anda ajak negosiasi, jangan
khawatir, saya akan membantu Anda untuk membaca pikiran orang yang Anda ajak
negosiasi.
Sekarang
fokuskan pikiran Anda dengan membayangkan orang yang akan Anda bernegosiasi.
Sudah, good. Sekarang transfer wajah itu kepada saya. Oke bagus, saya sudah
mulai menangkap transferan Anda dan saya sudah mulai bisa membaca pikiran orang
yang akan Anda ajak bernegosiasi.
Pikiran
mitra negosiasi Anda adalah “Apa untung nya bagi saya?”
Yes, just simple like that
Pikiran
mitra negosiasi Anda hanya simple “apa untungnya bagi saya?” Tentunya semua
orang setuju jika ada sebuah penawaran menarik dan menguntungkan bagi, gak
perlu dinego lagi pun diambil. Begitu juga dengan mitra negosiasi kita, saat
penawaran negosiasi yang kita berikan menguntungkan maka mitra negosiasi kita
akan mengambil. Diskusi negosiasi pun menjadi tidak perlu lagi dilakukan.
Sayangnya
kadang kala manusia itu lebih narsis dari pada makhluk manapun, saat melihat foto
yang isi nya sekelompok teman kita, foto yang pertama kali dicari adalah wajah
sendiri. Kadang kala kalau sudah puas dengan wajahnya sendiri, gak peduli
apakah wajah teman-teman lain di foto itu jadi tambah buruk atau tambah cakep. Analogi
ini juga masuk dalam proses negosiasi, saat bernegosiasi fokusnya melihat “keuntungan”
diri sendiri dulu, kalau foto “keuntungan” tadi sudah bagus, sudah tidak peduli
lagi foto “keuntungan” teman-teman yang lain.
Padahal
Simon Sinek pernah mengingatkan dalam The Golden Circle nya, bahwa orang akan bergerak sesuai sudut pandang kita saat orang tersebut punya alasan yang kuat atau
lingkaran “Why”. Bahkan saat alasannya begitu kuat, walaupun tidak tahu cara
mengerjakan nya (lingkaran “How”), orang akan termotivasi untuk belajar cara
mengerjakan dan membuat rencana aksinya (lingkaran “What”). Begitu juga dalam
negosiasi, untuk membuat orang bergerak mengikuti sudut pandang kita maka orang
perlu ditunjukan “untung” nya saat mengikuti sudut pandang kita.
Bagi
orang-orang di marketing, “apa untungnya bagi saya?” sering kali disebut dengan kata lain
sebagai Pain Point. Menariknya, keuntungan
yang diminta oleh mitra negosiasi kita tidak melulu berbentuk keuntungan fisiologis
(uang), namun juga keuntungan bentuk lain. Perhatikan saja, bagi beberapa
orang, uang bukan lagi sesuatu yang menjadi tujuan atau bukan pain point, karena baru punya anak yang
lucu-lucu nya, pain point nya berubah bukan lagi pada uang namun pada
“bagaimana menyenangkan cucunya?” Jika orang ini Anda tawarkan keuntungan
bersifat fisiologis bisa jadi dia tidak merasa tertarik, namun jika Anda
menawarkan keuntungan yang berhubungan dengan kesenangan cucunya, kemungkinan
besar negosiasi Anda akan berhasil.
Sekarang
coba transfer lagi pikiran Anda sendiri ke saya! Oke beberapa orang mulai
tercerahkan dan beberapa orang semakin haus untuk menggali lebih dalam dengan
sebuah pertanyaan besar, “Kalau tiap orang memiliki pain point yang berbeda-beda jadi challenging dong bagi kita untuk memenangkan negosiasi?”
Tenang
saudara, saya akan memberikan panduan sederhana untuk mencari pain point seseorang. Hal pertama yang
harus Anda ingat adalah setiap orang tidak dominan melulu punya satu pain point, jadi kumpulkan sebanyak
mungkin pain point untuk memenangkan
negosiasi.
Nah
Anda bisa menemukan pain point seseorang dengan mulai mempelajari catatan saya berjudul tentang
Membalik Piramida Maslow. Piramida
Maslow tersebut bisa menjadi panduan kita untuk memperlihatkan keuntungan pada mitra
negosiasi kita. Ada lapisan-lapisan lain di Piramida Maslow setelah lapisan fisiologis, adapun lapisan diatasnya adalah safety and security (keselamatan dan keamanan), love & belonging (dicintai dan
mencintai), self esteem (harga diri),
dan self actualization (aktualisasi
diri).
Dengan memperhatikan lapisan tersebut kita bisa mengulik pain point dari tiap mitra yang kita ajak bernegosiasi. Masih ingat setiap orang tidak melulu hanya punya satu pain point, bisa jadi mitra negosiasi kita punya beberapa pain point seperti self esteem, dan fisiologis. Mitra negosiasi lain memiliki pain point safety & security, fisiologis dan self actualization, dan lain seterusnya. Semakin lihai Anda menemukan dan memberikan pain point akan semakin memungkinkan Anda memenangkan negosiasi.
Dengan memperhatikan lapisan tersebut kita bisa mengulik pain point dari tiap mitra yang kita ajak bernegosiasi. Masih ingat setiap orang tidak melulu hanya punya satu pain point, bisa jadi mitra negosiasi kita punya beberapa pain point seperti self esteem, dan fisiologis. Mitra negosiasi lain memiliki pain point safety & security, fisiologis dan self actualization, dan lain seterusnya. Semakin lihai Anda menemukan dan memberikan pain point akan semakin memungkinkan Anda memenangkan negosiasi.
Hal
kedua yang perlu juga Anda ingat adalah semakin tinggi pain point yang Anda
temukan dan berikan di piramida Maslow akan membuat mitra negositor Anda
semakin engage (terikat) dengan Anda. Sebaliknya jika Anda hanya memberikan
pain point di lapisan piramida Maslow terendah maka sifat negosiasi yang Anda
alami hanya bersifat transaksional. Jadi pandai-pandailah menemukan pain point
dilapisan-lapisan piramida paling atas.
Berkah
selalu
N
Kuswandi
No comments:
Post a Comment