Thursday, April 30, 2015

Memenangkan Negosiasi : Naikan Harga - Turunkan Syarat


 
Masih ingat catatan saya yang berjudul Memenangkan Negosiasi : Influence Flexibility? Dicatatan tersebut saya bercerita tentang orang dengan kepribadian Influence akan cenderung  flexible dalam bernegosiasi. Karena orientasi negosiasinya bukan pada hasil namun hubungan jangka panjang.

Salah satu orang yang memiliki jurus sakti flexible dalam bernegosiasi adalah Tung Desem Waringin. Siapa orang ini? Beliau adalah ex manager BCA yang memutuskan mengundurkan diri sebagai manager karena merasakan gaji yang diterimanya dari BCA tidak cukup untuk membiaya berobat orang tuanya di Singapura. Saat ini, Beliau menjadi salah satu dari 100 orang yang berpengaruh di Indonesia. Berbagai bentuk usaha Beliau miliki, dari Pembicara, Penulis Buku, pemilik hotel, investor, dan masih banyak lagi.

Mungkin Anda ingat ada peristiwa hujan uang, “sebar Rp 100 Juta  dari pesawat”? Nah orang yang menyebar uang itu adalah Tung Desem Waringin. Mungkin Anda juga masih ingat ada orang yang mengiklankan buku nya dengan naik kuda sepanjang jalan Sudirman dengan menggunakan pakaian layaknya Pangeran Diponegoro. Nah orang itulah Tung Desem Waringin.

Nasehatnya untuk senang bergaul dan belajar langsung dari orang-orang kaya, manandakan salah satu kepribadiannya adalah tipe influence. Walaupun, semakin bertambah usia Tung Desem juga manandakan bahwa Beliau semakin flexible untuk berkepribadian di tipe lain (dominance, steadiness, dan compliance).

Sebagai orang influence yang memiliki satu jurus sakti flexible negosiasi, Beliau menurunkan jurus tersebut kepada murid-murid nya. Rapal dari jurus sakti tersebut adalah “Naikan Penawaran, Turunkan Syarat”. Rapal jurusnya saja sudah menunjukan flexibilitas dalalm bernegosiasi kan?

Seperti apa praktek negosiasi dengan rapal mantra tadi? Prakteknya begini, jika Anda bernegosiasi dengan orang, anggap saja Anda sedang bernegosiasi untuk jual beli tanah. Si Penjual menawarkan kepada Anda bahwa tanah yang dia jual harganya Rp 250 juta. Rapalkan mantra “Naikan Penawaran, Turunkan Syarat” agar Anda ingat apa yang akan Anda lakukan.

Setelah tahu harga yang ditawarkan oleh penjual, tugas Anda adalah menaikan penawaran dan menurunkan syarat. Jika penjual menghargai jualannya dengan harga Rp 250 juta, Anda harus menawar diatas harga Rp 250 juta. Contohnya, Anda menawar dengan harga Rp 350 juta. Dengan menaikan penawaran, pasti penjualnya terkejut. “Kalau orang lain, nawar itu harganya diturunin, eh ini kamu malah naikin penawaran. Edan tenan”.

Jangan berhenti dulu, Anda sudah separuh jalan, kalau Anda berhenti sudah pasti Anda rugi. Kalimat mantra setelah naikan penawaran adalah turunkan syarat, jadi setelah Anda menaikan penawaran tugas Anda berikutnya adalah menurunkan syarat.

Kalau penjual menghargai tanahnya dengan harga Rp 250 juta dengan syarat dibayar lunas. Anda bisa menurunkan syaratnya, minta jangan dibayar lunas. Contohnya saya beli tanahnya dengan harga Rp 350 juta, tapi saya bayarnya tiga kali ya pak. Tenang pak, saya bayar tiga kali di tahun ini kok. Contoh lain dengan menurunkan syarat adalah saya beli dengan harga Rp 350 juta ya pak, saya bayar lunas di akhir tahun. Ini mau saya bikin usaha, sambil saya lunasi di akhir tahun. Tiap bulan, biar bapak untung nanti juga saya kasih 2,5% dari keuntungan usaha saya tiap bulan.

Menarik bukan ilmu yang diturunkan oleh Tung Desem Waringin?

Tentu saja ilmu ini tidak bisa berhasil di semua situasi, contohnya saja saat mitra negosiasi Anda sedang sangat butuh uang. Tentunya jurusnya akan berbeda lagi, karena nya Anda perlu belajar jurus-jurus lain untuk menghadapi situasi-situasi yang berbeda. Nantikan jurus-jurus lain di catatan-catatan negosiasi berikutnya yang akan saya tulis selanjutnya.

 

Berkah selalu
N Kuswandi

Saturday, April 25, 2015

Memenangkan Negosiasi : Membaca Pikiran




Apakah Anda penasaran, sebenarnya apa yang ada di kepala orang yang Anda ajak negosiasi? Kalau seandainya Anda tahu, pasti Anda lebih mudah untuk bernegosiasi dengan orang tersebut.  Jika Anda belum bisa membaca pikiran orang yang Anda ajak negosiasi, jangan khawatir, saya akan membantu Anda untuk membaca pikiran orang yang Anda ajak negosiasi.

Sekarang fokuskan pikiran Anda dengan membayangkan orang yang akan Anda bernegosiasi. Sudah, good. Sekarang transfer wajah itu kepada saya. Oke bagus, saya sudah mulai menangkap transferan Anda dan saya sudah mulai bisa membaca pikiran orang yang akan Anda ajak bernegosiasi.

Pikiran mitra negosiasi Anda adalah “Apa untung nya bagi saya?”
Yes, just simple like that

Pikiran mitra negosiasi Anda hanya simple “apa untungnya bagi saya?” Tentunya semua orang setuju jika ada sebuah penawaran menarik dan menguntungkan bagi, gak perlu dinego lagi pun diambil. Begitu juga dengan mitra negosiasi kita, saat penawaran negosiasi yang kita berikan menguntungkan maka mitra negosiasi kita akan mengambil. Diskusi negosiasi pun menjadi tidak perlu lagi dilakukan.

Sayangnya kadang kala manusia itu lebih narsis dari pada makhluk manapun, saat melihat foto yang isi nya sekelompok teman kita, foto yang pertama kali dicari adalah wajah sendiri. Kadang kala kalau sudah puas dengan wajahnya sendiri, gak peduli apakah wajah teman-teman lain di foto itu jadi tambah buruk atau tambah cakep. Analogi ini juga masuk dalam proses negosiasi, saat bernegosiasi fokusnya melihat “keuntungan” diri sendiri dulu, kalau foto “keuntungan” tadi sudah bagus, sudah tidak peduli lagi foto “keuntungan” teman-teman yang lain.

Padahal Simon Sinek pernah mengingatkan dalam The Golden Circle nya, bahwa orang akan bergerak sesuai sudut pandang kita saat orang tersebut punya  alasan yang kuat atau lingkaran “Why”. Bahkan saat alasannya begitu kuat, walaupun tidak tahu cara mengerjakan nya (lingkaran “How”), orang akan termotivasi untuk belajar cara mengerjakan dan membuat rencana aksinya (lingkaran “What”). Begitu juga dalam negosiasi, untuk membuat orang bergerak mengikuti sudut pandang kita maka orang perlu ditunjukan “untung” nya saat mengikuti sudut pandang kita.

Bagi orang-orang di marketing, “apa untungnya bagi saya?” sering kali disebut dengan kata lain sebagai Pain Point. Menariknya, keuntungan yang diminta oleh mitra negosiasi kita tidak melulu berbentuk keuntungan fisiologis (uang), namun juga keuntungan bentuk lain. Perhatikan saja, bagi beberapa orang, uang bukan lagi sesuatu yang menjadi tujuan atau bukan pain point, karena baru punya anak yang lucu-lucu nya, pain point nya berubah bukan lagi pada uang namun pada “bagaimana menyenangkan cucunya?” Jika orang ini Anda tawarkan keuntungan bersifat fisiologis bisa jadi dia tidak merasa tertarik, namun jika Anda menawarkan keuntungan yang berhubungan dengan kesenangan cucunya, kemungkinan besar negosiasi Anda akan berhasil.

Sekarang coba transfer lagi pikiran Anda sendiri ke saya! Oke beberapa orang mulai tercerahkan dan beberapa orang semakin haus untuk menggali lebih dalam dengan sebuah pertanyaan besar, “Kalau tiap orang memiliki pain point yang berbeda-beda jadi challenging dong bagi kita untuk memenangkan negosiasi?”

Tenang saudara, saya akan memberikan panduan sederhana untuk mencari pain point seseorang. Hal pertama yang harus Anda ingat adalah setiap orang tidak dominan melulu punya satu pain point, jadi kumpulkan sebanyak mungkin pain point untuk memenangkan negosiasi.

Nah Anda bisa menemukan pain point seseorang dengan mulai mempelajari catatan saya berjudul tentang Membalik Piramida Maslow. Piramida Maslow tersebut bisa menjadi panduan kita untuk memperlihatkan keuntungan pada mitra negosiasi kita. Ada lapisan-lapisan lain di Piramida Maslow setelah lapisan fisiologis, adapun lapisan diatasnya adalah safety and security (keselamatan dan keamanan), love & belonging (dicintai dan mencintai), self esteem (harga diri), dan self actualization (aktualisasi diri).


Dengan memperhatikan lapisan tersebut kita bisa mengulik pain point dari tiap mitra yang kita ajak bernegosiasi. Masih ingat setiap orang tidak melulu hanya punya satu pain point, bisa jadi mitra negosiasi kita punya beberapa pain point seperti self esteem, dan fisiologis. Mitra negosiasi lain memiliki pain point safety & security, fisiologis dan self actualization, dan lain seterusnya. Semakin lihai Anda menemukan dan memberikan pain point akan semakin memungkinkan Anda memenangkan negosiasi.

Hal kedua yang perlu juga Anda ingat adalah semakin tinggi pain point yang Anda temukan dan berikan di piramida Maslow akan membuat mitra negositor Anda semakin engage (terikat) dengan Anda. Sebaliknya jika Anda hanya memberikan pain point di lapisan piramida Maslow terendah maka sifat negosiasi yang Anda alami hanya bersifat transaksional. Jadi pandai-pandailah menemukan pain point dilapisan-lapisan piramida paling atas.

 

Berkah selalu
N Kuswandi

Monday, April 20, 2015

Memenangkan Negosiasi : Negotiations With Peace


 
“Menyenangkan bisa bernegosiasi dengan orang Steadiness”. Kenapa bisa begitu menyenangkan bernegosiasi dengan orang Steadiness? Siapa sebenarnya orang Steadiness itu? Dicatatan ke lima tentang negosiasi ini, saya akan membahas tentang orang-orang Steadiness. Masih ingat kan catatan saya sebelumnya tentang pengaruh kepribadian terhadap cara bernegosiasi. Ada tiga kepribadian yang sebelumnya sudah saya bahas, dan Steadiness adalah tipe kepribadian terakhir yang akan saya bahas.

Empat kepribadian DISC, dimana D adalah singkatan dari Dominance sehingga saat bernegosiasi orang bertipe dominance akan bertipe aggressive saat bernegosiasi mencapai tujuan. Sedangkan I adalah singkatan dari Influence, orang bertipe ini lebih focus untuk pada hubungan jangka pandang dari pada hasil negosiasi jangka pendek. Sehingga orang-orang bertipe Influence akan cenderung menjadi negosiator yang bertipe flexsible. Kerpibadian ketiga adalah S atau Steadiness yang akan kita bahas di catatan ini. Dan kepribadian keempat adalah C atau Compliance, orang-orang bertipe ini punya kecenderungan menyukai hal-hal detail dan runtut. Sehingga orang Compliance menyukai perencanaan yang matang, merekalah para negosiator dengan tipe penuh perencanaan. Bagaimana dengan kepribadian Steadiness?

Steadiness

Coba kita cek dulu, apakah Anda adalah orang-orang berkepribadian Steadiness? Tanyakan pada diri Anda, “Apakah saya lebih memilih membangun relasi dibandingkan dengan result atau hasil?” Dan “Apakah saya lebih suka diam dibandingkan dengan berbicara?” Jika kedua jawaban Anda adalah “Iya” maka selamat Anda adalah seorang Steadiness.

Saya akan sangat senang memiliki orang-orang berkepribadian Steadiness dalam team negosiasi. Mereka memiliki kerendahan hati yang tidak terkira, orang-orang nya begitu menyenangkan dan bakal menjadi penyelamat negosiasi. Saat orang-orang Dominance begitu terfokus pada hasil terbaik, hingga kondisi nya tidak kondusif, orang Steadiness yang akan membuat suasana kembali adem. Saat orang-orang Influence begitu heboh hingga tidak disadari melukai dan membohongi orang, Steadiness yang menjadi penyembuh. Saat para Compliance gagal mengimplementasi persiapan yang sempurna, para Steadiness menjadi penyelamat mereka.

Steadiness mah gitu orang nya, dia selalu menjadi Hero disaat-saat genting. Mereka laksana diberi bakat oleh Tuhan untuk menjadi orang yang cinta damai.

Jika diperhatikan dengan seksama, orang-orang Steadiness memiliki kesamaan dengan orang berkepribadian Influence dalam hal orientasi pada people atau orang. Sehingga orang-orang Steadiness lebih memilih mengutamakan relasi atau hubungan. Sehingga mereka terlihat begitu menyenangkan di dalam kelompok. Bedanya dengan Influence, orang-orang Steadiness lebih memilih menjadi pendengar yang baik daripada pembicara yang baik. Kecenderungan ini menjadi penyelamat mereka saat bernegosiasi.

Seperti tiga kata kunci negosiasi yang saya bahas di catatan, Memenangkan Negosiasi : Membenarkan, ada tiga kata kunci dalam bernegosiasi, yaitu mempengaruhi orang, merubah sikap dan perilaku, dan mencari hal yang sama. Nah orang-orang Steadiness paling jago untuk menggunakan kata kunci negosiasi yang ketiga “mencari hal yang sama”.

Kemampuannya menjadi pendengar yang baik membuat orang-orang Steadiness memiliki keahlian membuka kepala dan hatinya untuk menangkap informasi dan sudut pandang orang lain. Layaknya sebuah botol, perhatikan jika botol tersebut ditutup, seberapapun air yang dimasukan ke dalam botol pastilah tidak ada air yang masuk ke dalam botol. Beda ceritanya saat botol tersebut dibuka. Walaupun sedikit air yang dimasukan, botol tersebut bisa menampung air. Dan botol yang terbuka itulah yang dialami orang-orang Steadiness.

Kelebihan ini disaat tertentu ternyata juga menjadi bencana bagi orang-orang Steadiness. Saat seorang Steadiness mencari hal yang sama dalam bernegosiasi, hati dan pikirannya terbuka untuk menerima informasi dan hikmah. Di saat yang bersamaan, karena terbuka nya pikiran dan informasi menyebabkan orang Steadiness mudah dipengaruhi oleh sudut pandang mitra negosiatornya. Sehingga yang tujuan pribadi nya tidak tercapai.

 

Berkah selalu

N Kuswandi

Wednesday, April 15, 2015

Memenangkan Negosiasi : Victory Love Preparation



Ada sebuah kalimat yang jika diucapkan oleh Mario Teguh, Anda akan berdecak kagum. Jika Anda mengundang Ustadz Maulana untuk mengucapkan kalimat ini, maka Anda akan membayar Rp 27 Juta/jam. Kalimat itu adalah Victory Love Preparation.

Kata ini adalah kata yang sangat disukai oleh orang berkepribadian Compliance. Masih ingat kan catatan saya sebelumnya tentang kepribadian manusia dan pengaruhnya dalam bernegosiasi. Di catatan sebelumnya, Memenangkan Negosiasi : DominanceWar, dan Memenangkan Negosiasi : Flexible Negosiator, saya telah membahas dua dari empat kepribadian DISC (Dominance, Influence, Steadiness, dan Compliance), yaitu kepribadian Dominance dan Influence. Catatan saya beikutnya ini akan membahas tentang orang-orang berkepribadian Compliance.

Compliance

Kenapa orang-orang Compliance sangat suka dengan persiapan? Jika Anda orang yang punya kepribadian Compliance, Anda akan memiliki satu kesamaan dengan orang-orang Dominance. Bentuk kesamaannya terletak pada kecenderungan Anda pada hasil, alih-alih kepada orang. Kecenderungan ini membawa Anda pada motivasi mencapai tujuan dibandingkan dengan relasi.

Perbedaannya dengan kepribadian Dominance adalah pada kemampuan mendapatkan energi. Jika orang-orang Dominance mendapatkan energi dari berbicara, maka orang-orang Compliance mendapat energi dari diam. Masih ingat istilah yang saya pake di catatan sebelumnya, Memenangkan Negosiasi : Dominance War, dimana orang-orang Dominance berfikir sambil berbicara. Semakin keras dan cepat bicaranya akan semakin keras dan cepat otaknya bekerja.

Sebaliknya, orang-orang Compliance semakin cepat dan keras diajak bicara akan semakin pelan otaknya bekerja. Dengan kata lain, otak orang-orang Compliance akan berproses luar biasa saat diam, dan merenung. Bahkan, orang-orang Compliance selalu bisa membaca data, fakta, solusi, peristiwa dari sudut yang berbeda. Hingga jangan terheran jika orang Compliance berbicara, berfikir, dan bertindak diluar mainstream. Karena mereka melihat dari sudut pandang yang berbeda.

Tentu saja tiap kepribadian berpengaruh pada cara yang unik untuk bernegosiasi. Saat orang-orang berkepribadian Compliance memahami diri nya yang mampu melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, dan memahami dirinya bahwa semakin cepat diajak berbicara seseorang maka semakin lama otak nya berproses, makanya mereka lebih senang merencanakan segala sesuatu jauh-jauh hari. Dan kata “Victory Love Preparation” menjadi pegangan mereka dalam bernegosiasi.

Bukannya hanya menyiapkan satu atau dua rencana saat bernegosiasi, orang-orang Compliance menyiapkan banyak sekali rencana negosiasi. Jumlah rencana yang dibuatnya sebanyak sudut pandang yang bisa dilihat. Istilahnya “Jika saya negosiasi dengan penawaran A ditolak, maka saya bisa bernegosiasi dengan penawaran B. Jika B juga ditolak masih ada C di dalam pikiran saya”.

Dengan perencanaan yang matang seperti ini biasanya orang-orang Compliance berhasil dalam negosiasinya, karena memang Victory Love Preparation. Itulah jurus anti ditolaknya orang Compliance. Mau ditolak, la wong saya punya penawaran negosiasi lain. Di tolak lagi, saya punya penawaran lain.

Jika Anda seorang Compliance tentunya Anda akan tersenyum membaca tulisan ini. Namun itulah realita yang terjadi.

Satu hal yang perlu diperhatikan oleh orang-orang Compliance, “Di dalam kekuatan mengandung kelemahan”. Bagian yang menjadi kekuatan bisa jadi adalah sebuah kelemahan. Karena, kadang kala dinamika negosiasi tidak seperti yang dibayangkan dalam preparation yang dibuat. Negosiasinya begitu liar, hingga ada beberapa hal yang meleset dari persiapannya. Nah saat hal ini terjadi, orang-orang Compliance terlihat seperti orang bigung. Saat kondisi seperti ini terjadi, orang-orang Compliance biasanya kalah dalam negosiasi. Dan saat kondisi seperti ini, orang-orang Compliance butuh orang berkepribadian Influence yang begitu flexible dalam negosiasi.

 

Berkah selalu
N Kuswandi

Friday, April 10, 2015

Memenangkan Negosiasi : Influence Flexibility





“Saya iri dengan orang-orang Influence”. Siapa orang influence itu? Masih ingat kan catatan saya sebelumnya tentang kepribadian manusia dan pengaruhnya dalam bernegosiasi. Di catatan sebelumnya, Memenangkan Negosiasi : Dominance War, saya telah membahas satu dari empat kepribadian DISC (Dominance, Influence, Steadiness, dan Compliance), yaitu kepribadian Dominance. Dicatatan ini kita akan melanjutkan perjalanan kita dengan dengan membahas orang-orang  berkepribadian influence.

Influence

Jika urusannya adalah negosiasi, maka saya akan sangat iri dengan orang-orang berkepribadian influence. Kenapa iri? Seperti sebutan tipe kepribadiannya “influence”, orang-orang bertipe ini memang punya bakat alami sebagai influencer – orang yang mempengaruhi.

Coba kita cek dulu, apakah Anda adalah orang-orang berkepribadian influence? Tanyakan pada diri Anda, “Apakah saya lebih memilih membangun relasi dibandingkan dengan result atau hasil?” Dan “Apakah saya lebih suka berbicara dibandingkan dengan diam?” Jika kedua jawaban Anda adalah “Iya” maka selamat Anda adalah seorang influence.

Berbeda dengan orang berkepribadian dominance yang lebih mengutamakan hasil atau tujuan, orang-orang influence lebih memilih mengutamakan relasi atau hubungan. Sehingga mereka terlihat begitu menyenangkan di dalam kelompok. Jika di dalam team Anda, atau komunitas Anda punya orang-orang yang berkepribadian Influence maka saya jamin merekalah para entertain yang  membuat team dan komunitas Anda selalu hidup dengan tertawa.

Kepribadian ini tentunya juga berpengaruh dalam bernegosiasi. Perhatikan lagi kuadran dibawah ini :




Kebalikannya dari orang-orang berkepribadian dominance yang focus pada tujuan, orang-orang berkepribadian influence berfokus pada relasi. Sehingga bagi orang-orang berkepribadian influence, kuadran yang akan terjadi adalah relasi high dan tujuan low. Dengan kata lain, kuadran yang dialami oleh orang-orang berkepribadian influence adalah diagram “Akomodasi”.

Dengan tipenya yang akomodatif maka jika dibahasan dengan kata lain, orang-orang dengan tipe kepribadian influence adalah para negosiator yang flexible. Bagi mereka yang terpenting adalah hubungan jangka panjang dibandingkan dengan hasil sementara dan merusak pertemanan.  Mereka flexible dalam mencapai tujuan negosiasi. Seandainya masih bisa kurang lebih ya mereka akan cenderung bisa untuk kurang lebih dari tujuan yang hendak dicapai. Berbeda dengan orang-orang dominance, jika mereka sudah menentukan tujuan maka tujuan itu yang harus dicapai, "pokoknya".

Jika berhubungan dengan bisnis yang membutuhkan hubungan jangka panjang, orang-orang influence tentunya sangat cocok untuk menjadi negosiator.

Kenapa bisa begitu?

Karena kadang kala negosiasi tidak melulu masalah logika, kadang kala negosiasi itu masalah hubungan baik. Walaupun logika yang dipakai untuk bernegosiasi masuk akal, namun jika yang ngomong itu adalah orang yang dibenci, logika tadi menjadi tidak masuk akal. Sebaliknya, walaupun logika yang digunakan dalam negosiasi tidak masuk akal, namun karena orang sudah suka logika yang tidak masuk akal pun menjadi masuk akal. “Tai kucing itu rasa coklat” gak masuk akal, namun itulah yang dirasakan orang-orang yang sudah suka.

Hebatnya orang-orang influence yang focus pada hubungan menyebabkan mereka sangat mudah disukai orang. Sehungga tidak heran, mereka menjadi influencer yang baik dalam bernegosiasi. Apalagi ditambah dengan kecenderungan untuk lebih suka berbicara dibandingkan dengan diam. Kecenderungannya ini membuat dia mampu berfikir sambil bicara, semakin keras dan cepat dia berbicara akan semakin keras otak nya berfikir. Setiap pertanyaan dan perkataan mitra negosiasi nya akan dijawab dengan lebih panjang.

Tentu saja kepribadian influence juga memiliki kelemahan dalam bernegosiasi. Orang-orang dengan tipe ini tidak cocok jika harus bernegosiasi dengan berfokus pada hasil dan relasi yang rendah. Contoh nya adalah negosiasi bisnis yang cuma akan bekerjasama satu kali setelah itu putus.

Event begitu saya tetap masih iri dengan orang-orang berkepribadian influence

Berkah selalu
N Kuswandi

Sunday, April 5, 2015

Memenangkan Negosiasi : Dominance War

Masih ingat catatan pertama saya tentang catatan tentang teknik memenangkan negosiasi di catatan Membenarkan : Memenangkan Negosiasi, nah ini adalah catatan lanjutan tentang teknik memenangkan negosiasi. Seorang Jenderal Perang Cina yang tidak pernah kalah dalam pertempuran, Sun Tzu pernah berkata “Kenali dirimu, kenali musuhmu, dan kenali medan tempurmu. Dan kau akan memenangi seribu pertempuran”. Nah dicatatan ini saya akan mengajak Anda mengenali diri sendiri dulu untuk memenangkan pertempuran.
Salah satu cara paling mudah untuk mengenali diri sendiri adalah dengan membaca kepribadian kita. Para ahli psikologi telah membatu kita untuk mengidentifikasi jenis-jenis kepribadian yang dimiliki seseorang. Dan salah satu model kepribadian yang diperkenalkan oleh para ahli psikologi disebut tipologi DISC, yang merupakan singkatan dari Dominance, Influence, Steadiness, dan conscientiousness atau compliance. Kepribadian yang kita miliki akan berpengaruh pada kehidupan, baik saat membangun relasi, berkomunikasi, membuat keputuan, ataupun hal-hal lain dalam kehidupan.
Pengaruh kepribadian ini dalam mengambil keputusan pernah saya bahas di empat catatan saya sebelumnya, Jebakan Kholeris is Going Solo, Influence With Hastinese, Steadiness Ahli Thai Chi, Compliance To Analysis Paralysis.  
Bagaimana dengan pengaruh kepribadian kita dalam bernegosiasi. Let check out
Dominance



 
Paling gampang menandai “saya orang berkepribadian dominance atau bukan?” bisa Anda amati dengan menilai diri sendiri.  Coba amati diri sendiri, “apakah saya lebih seneng bicara dari pada diam?” dan “apakah saya lebih seneng berorientasi pada hasil dari pada pada hubungan?” Jika kedua pertanyaan itu jawabannya “Iya” berarti Anda adalah seorang “dominance”.
Disadari atau tidak disadari, orang-orang bertipe dominance memiliki gaya bernegosiasi berupa “Aggressive”, jika diamati gaya negosiasi nya akan banyak menggunakan kata “pokoknya”, dan “seharusnya”. Seandainya orang berkepribadian dominance sudah menentukan tujuan yang dia ingin capai saat bernegosiasi, dia akan mendrive dirinya untuk mencapai tujuan tadi.
Orang dengan kepribadian ini akan sangat gigih mengejar apa yang diinginkan. Dengan model negosiasi yang “aggressive” ini tak jarang orang berkepribadian dominance akan menggunakan pressure kepada mitra negosiatornya.
Efek negosiasi jenis ini bisa jadi menyebabkan dua hal, hubungan dan result atau hasil. Ingat, ciri orang berkepribadian dominance adalah lebih memilih result atau hasil dari pada relasi dengan orang, lebih memilih berbicara daripada diam. Karena kecenderungannya adalah memilih result dari pada hubungan maka dengan kata lain orientasi result nya tinggi dan orientasi relasinya rendah. Jika digambarkan dengan diagram, maka proses negosiasi yang terjadi adalah seperti dibawah ini :
 
Sebar sekali, proses negosiasi yang terjadi menjadi sebuah konfrontasi. Mitra negosiasi akan cenderung di pressure dan di dominasi untuk mencapai tujuan. Relasi setelah negosiasi menjadi urusan no sekian, yang penting tujuan saya bisa tercapai. Dengan kata lain kecenderungan hasil negosiasi yang terjadi adalah Win – Lose.
Berarti orang-orang berkepribadian dominance tidak cocok untuk menjadi seorang negosiator dong?
Tidak juga, seperti sebuah perkelahian, kadang kala kita membutuhkan orang-orang yang punya jurus Thai Chi, dipertempuran lain lawan hanya bisa dijatuhkan oleh jurus silat, dan dipertempuran lain Thai Chi dan Silat tidak ampuh dan dibutuhkan aliran Wincun. Begitu juga dengan negosiasi, kadang kala kita membutuhkan orang-orang dengan kepribadian dominance untuk memenangkan negosiasi.
Jika suatu saat, Anda ingin bernegosiasi dengan orang yang untuk selanjutnya Anda gak berhubungan lagi dan Anda ingin memenangkan negosiasi Anda, maka Anda akan sangat cocok membawa orang dominance untuk membantu Anda bernegosiasi. Contohnya di pasar, saat Anda hanya akan membeli satu kali dengan si penjual, berarti relasi nya rendah dong, dan Anda ingin mendapatkan hasil yang murah maka orang berkepribadian dominance akan sangat membantu Anda saat bernegosiasi.
Dan jika Anda akan bernegosiasi dengan orang-orang berkepribadian steadiness (seperti apa orang ini akan dibahas di detail catatan berikutnya) maka orang-orang berkepribadian dominance akan sangat membantu Anda.  Karena orang-orang berkepribadian steadiness lebih memilih untuk dituntun, dan orang-orang berkepribadian dominance secara alami punya bakat untuk menuntun orang-orang steadiness. Disisi lain, orang berkepribadian steadiness memilii kecenderungan alami untuk suka dengan orang-orang  berkepribadian dominance.
Menariknya juga, karena sifat alami yang dibawa orang dominance untuk menuntun orang steadiness, dan ketertarikan alami orang steadiness terhadap orang dominance yang terjadi saat negosiasi bukan lagi konfrontasi namun malah kolaborasi.
 
Berkah selalu
N Kuswandi